Menkumham terseret sengketa perdata Aryaputra dan BFI Finance



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Hukum dan HAM diseret dalam pusaran sengketa saham antara PT Aryaputra Teguharta dan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).

Aryaputra telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan tergugat I adalah Menteri Hukum dan HAM, dan tergugat II Direktur Jenderal Administrasi Hukum Negara. Gugatan dilayangkan pada Rabu (16/5) dengan nomor perkara 120/G/2018/PTUN-JKT.

“Diajukannya gugatan tata usaha negara ini, merupakan bentuk uji tuntas (due process of law) dari Pengadilan untuk memeriksa keputusan dan/atau persetujuan terkait transaksi pengalihan saham PT APT yang ditengarai dilakukan secara ilegal oleh PT BFI," kata kuasa hukum Aryaputra Pheo Hutabarat dari kantor hukum HHR Lawyer dalam keterangan tertulis yang diterima KONTAN, Senin (21/5).


Pheo menambahkan, ada tiga alasan mengapa Aryaputra melakukan gugatan tata usaha negara ini.

Pertama, soal diberikannya persetujuan atas pengalihan saham miliknya oleh BFI yang dinilai Aryaputra ilegal.

Kedua, penolakan oleh Menteri Hukum dan HAM atas permohonan pembatalan pengalihan saham tersebut. Dan terakhir, tak tercantumnya Aryaputra sebagai pemegang saham yang sah dalam data profil perseroan pemegang saham di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia.

Sekadar informasi, sengketa saham milik Aryaputra berawal ketika induk perusahaannya, PT Ongko Multicorpora mendapatkan fasilitas kredit dari BFI Finance.

Sebanyak 111.804.732 saham Aryaputra, dan 98.388.180 saham milik Ongko jadi jaminan atas fasilitas tersebut.

Kesepakatan tersebut dilakukan pada 1 Juni 1999, dan akan berakhir pada 1 Desember 2000. Dalam salah satu klausul perjanjiannya, jika Ongko tak melunasi tagihannya, maka BFI berhak melego saham-saham tersebut.

Sayangnya, hal itu benar terjadi pada 7 Desember 2000. Ketika BFI Finance terjerat proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sebanyak 210.192.912 total saham dibeli oleh Law Debenture Trust Corporation, perusahaan offshore trustee dari Inggris.

Hal tersebut yang kemudian ditolak Aryaputra, lantaran merasa pengalihan saham tersebut dilakukan tanpa persetujuan Aryaputra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia