Menlu Indonesia di Sidang ICJ: Israel Apartheid, dan Melanggar Hukum Internasional



KONTAN.CO.ID -  DEN HAAG - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyampaikan pernyataan lisan mewakili pemerintah Indonesia di depan majelis hakim Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ). 

Menlu menyampaikan pendapat atas konsekuensi hukum pendudukan ilegal Israel atas Palestina untuk mendukung fatwa hukum (advisory opinion) dari ICJ. 

Dalam pernyataan yang disampaikan di Den Haag, Jumat (23/2) selama kurang lebih hampir 20 menit tersebut, Menlu Retno menguraikan berbagai argumen sebagai masukan dan untuk memperkuat pemberian fatwa hukum oleh Mahkamah Internasional.


Menlu Menyampaikan dua aspek utama dalam pernyataan lisan Indonesia. 

Baca Juga: Palestina Mendesak Mahkamah Internasional ICJ Perintahkan Israel Akhiri Penjajahan

Pertama, dari sisi yurisdiksi, Menlu menegaskan bahwa Mahkamah Internasional memiliki kewenangan untuk memberikan fatwa hukum bahwa pendudukan Israel atas Palestina adalah ilegal.

Kedua, dari sisi substansi, Menlu menegaskan bahwa berbagai kebijakan dan tindakan Israel bertentangan dengan hukum internasional sehingga harus konsekuensi hukum yang harus ditanggung.

"Mahkamah Internasional memiliki yurisdiksi untuk memberikan advisory opinion. Tidak ada alasan apa pun bagi Mahkamah Internasional untuk tidak memberikan opini," kata Menlu Retno melalui pernyataan tertulis kepada media (23/2).

Menurut Menlu pemberian fatwa hukum tidak mengganggu proses negosiasi dalam upaya perdamaian, apalagi saat ini memang tidak ada proses negosiasi yang sedang berlangsung. 

Baca Juga: World Court to Rule on Jurisdiction in Russia-Ukraine Genocide Case

Indonesia menyoroti tindakan Israel yang terus-terusan melanggar semua ketentuan hukum internasional dan tidak menghiraukan keputusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Menurut Menlu fatwa hukum dari Mahkamah Internasional ini tidak ditujukan untuk mengambil kesimpulan akhir dari konflik Palestina - Israel.   Sebab solusi konflik kini hanya dapat dilakukan melalui perundingan antara dua belah pihak. 

Meskipun demikian, fatwa hukum ini akan mempermudah Majelis Umum PBB dalam mengambil sikap sesuai fungsinya terkait konflik Israel-Palestina.

Baca Juga: World Court to Hear Arguments on Israeli Occupation of Palestinian Territories

“Fatwa hukum Mahkamah Internasional akan secara positif membantu proses perdamaian dengan cara mempresentasikan elemen hukum tambahan bagi penyelesaian konflik secara menyeluruh," ujar Menlu.

Menlu Retno juga menyampaikan bahwa Mahkamah Internasional telah secara jelas menyatakan Palestina berhak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination), sehingga hal ini tidak lagi menjadi isu. 

Selain itu berbagai Keputusan Dewan Keamanan PBB dan Sidang Majelis Umum PBB juga memperkuat hal tersebut sehingga pemenuhan hak Palestina tersebut menjadi kewajiban bagi pihak.

Hasil Tindak Kekerasan

Pada kesempatan itu Menlu juga menyampaikan kritik bahwa pendudukan Israel dilakukan sebagai hasil dari penggunaan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan (unjustified). 

Israel juga telah melakukan aneksasi ilegal terhadap Occupied Palestinian Territory (OPT).

“Di sini kami tambahkan argumentasi bahwa pemerintah pendudukan Israel memiliki kewajiban hukum untuk menjadikan pendudukannya, bersifat sementara. Namun Israel telah menjadikannya permanen dan bahkan mencaplok sebagian dari wilayah Palestina," terang Menlu.

Indonesia juga menyoroti aksi Israel yang terus memperluas permukiman secara ilegal. 

Kebijakan Israel memindahkan penduduknya ke wilayah Palestina dan secara paksa dan memindahkan bangsa Palestina dari kelahirannya sangat berlawanan dengan aturan dasar dalam Hukum Humaniter Internasional. 

"Israel melanggar pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat di mana Israel merupakan negara pihak konvensi tersebut," kata Retno.

Indonesia juga menuding Israel telah menerapkan kebijakan apartheid terhadap bangsa Palestina.

Baca Juga: Putusan Mahkamah Internasional (ICJ) Tidak Perintahkan Israel Hentikan Perang di Gaza

Hal ini terlihat dari diberlakukannya dua rezim kebijakan yang berbeda untuk warga Yahudi dengan warga Palestina. "Ini jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum internasional," katanya.

Sebagai catatan, Majelis Umum PBB melalui Resolusi 77/247 tahun 2022 telah meminta Mahkamah Internasional mengeluarkan fatwa hukum terkait konsekuensi hukum pendudukan ilegal Israel atas Palestina. 

Selanjutnya, Mahkamah meminta negara-negara untuk memberikan masukan guna membantu penyusunan fatwa hukum dimaksud. 

Sebelumnya pandangan tertulis Indonesia telah disampaikan pada Juli 2023. Selain Indonesia, pernyataan lisan juga disampaikan oleh 51 negara dan 3 organisasi internasional.

Editor: Syamsul Azhar