Menlu: Penyadapan melanggar hukum internasional



JAKARTA. Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa menyatakan, pemerintah Indonesia tidak terima dengan alasan penyadapan Australia.

Hal itu disampaikan Marty dalam jumpa pers dengan beberapa media di Ruang Nusantara Kemlu, Pejambon Jakarta, Selasa kemarin (18/11).

"Kita tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada penyadapan terhadap pemimpin-pemimpin Indonesia dengan alasan kepentingan nasional Australia. Ini melanggar hukum internasional, dan jelas melanggar rasa persahabatan antara kedua Negara," kata Marty seperti dikutip dari situs resmi Kemenlu. Pernyataan tegas Menlu Marty juga dibarengi dengan langkah konkret Pemerintah terkait penyadapan Australia. Salah satunya adalah pemanggilan Kuasa Usaha Ad Interim Kedubes Australia di Jakarta dan pembahasan bersama pihak Kemenlu Australia beberapa waktu lalu di India.


"Dengan pihak Menlu Australia kami sudah berbicara kurang lebih 2 jam, kami sampaikan bahwa kita tidak bisa membiarkan permasalahan ini terus menggantung seperti ini dan mengharapkan hubungan bisa normal seperti sedia kala," tegas Marty. Tidak hanya dengan pihak Australia, Duta Besar Indonesia di Canberra juga turut dipanggil ke Jakarta untuk konsolidasi lebih lanjut.

"Kita memanggil Duta Besar Indonesia di Canberra untuk mengadakan konsultasi menyangkut perkembangan terkini yang saat ini sedang kita perhatikan. Ini sebuah langkah yang kami kira jelas pesannya pada pemerintah Australia,” imbuh Marty. Selain dalam rangka konsultasi, pemanggilan Dubes RI untuk Australia juga sebagai langkah mengkaji ulang kerjasama bilateral kedua negara, khususnya di bidang informasi dan tukar-menukar intelijen antara Indonesia dan Australia. Marty menyayangkan penyadapan Australian, karena kerjasama di bidang tukar menukar informasi sebenarnya sangat bermanfaat bagi kedua negara.

Bahkan, bagi kawasan secara luas. Dalam hal ini, antara Indonesia dan Australia dan negara-negara lain, telah terjalin kerjasama yang formal. "Berkat kerjasama seperti inilah kita misalnya berhasil membongkar ancaman terorisme, membongkar jejaring people smuggling,” beber Marty.

Lalu, apa manfaat, apa rasional dari penyadapan seorang Kepala Negara, seorang Presiden, seorang Ibu Negara, menteri-menteri, apa alasannya?

“Saya kira pihak Australia harus mempertanggungjawabkan tindakan yang tidak dapat dibenarkan ini,” lanjutnya. Indonesia desak resolusi PBB Salah satu langkah Internasional yang dikejar Indonesia adalah pembentukan resolusi PBB untuk mendesak adanya pengawasan Internasional terhadap penyadapan dan aktivitas intelijen. Indonesia bersama dengan Brazil, dan Jerman, saat ini tengah bekerja sama, untuk memperkenalkan suatu resolusi yang meminta dan mendesak, agar pemerintah negara-negara anggota PBB dapat menciptakan asas akuntabilitas dalam kegiatan-kegiatan pengumpulan informasi dan intelijen. Marty bilang, upaya Indonesia tidak hanya bilateral, tidak hanya regional melainkan juga global bersama dengan negara-negara sehaluan dengan kita yaitu seperti Brazil, Jerman dan negara-negara lain. Marty menambahkan, kegiatan saling sadap dan spionase merupakan kegiatan yang sudah out of date dan jauh terbelakang. "Ini bukan era perang dingin. Di abad 21 saya kira masalah penyadapan seperti ini seharusnya sudah jauh di belakang kita. Jadi kita akan tegas, lugas, terukur, dalam menyampaikan tanggapan,” tutup Marty.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan