KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Pensiun (Dapen) Mitra Krakatau tetap melanjutkan upaya hukum Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada PT Express Transindo Utama Tbk (
TAXI). Meski pekan lalu, Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) Obligasi Express I/2014 menyetujui adanya restrukturisasi. Kuasa hukum Mitra Krakatau Surya Simatupang dari Kantor Hukum Sims & Co bilang putusan RUPO tak terkait dengan utang yang hendak ditagih dalam PKPU. "Sekalipun sudah ada putusan RUPO pertama itu terkait pokok, yang kita masalahkan bunga dan denda cicilan," kata Surya usai sidang perdana di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Rabu (19/12).
Dalam permohonan PKPU dengan nomor perkara 181/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Jkt.Pst pada 6 Desember 2018 lalu, Mitra Krakatau menagih bunga Obligasi Express I/2014 ke-16 dan ke-17 yang urung ditunaikan Express. Bunga ke-16 jatuh tempo pada 24 Juni 2018, sementara bunga ke-17 jatuh tempo 24 September 2018 senilai Rp 122,5 juta. Sementara nilai obligasi yang dipegang Mitra Krakatau adalah Rp 2 miliar. Mitra juga turut menggandeng 40 pemegang obligasi lainnya yang memiliki menggenggam nilai Rp 24,27 miliar dengan nilai tagihan yang juga berasal pembayaran bunga obligasi ke-16 dan ke-17 senilai Rp 1,48 miliar. "Kami menolak RUPO kemarin bersama kreditur lain. Makanya kami tetap lanjut dalam sidang," sambung Surya. Alasan lain yang bikin Mitra Krakatau tetap melanjutkan permohonan PKPU lantaran, meski disetujui RUPO belum berlaku efektif. Sebab mesti menunggu pengesahan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). "Kami masih berpegang ke situ, meski RUPO disepakati, tapi belum bisa dieksekusi karena harus dibawa di RUPS. Jadi menurut kami utang masih berstatus telah jatuh tempo dan dapat ditagih terkait bunga dan denda," lanjut Surya. Asal tahu, Obligasi Express I/2014 terbit pada 18 Juni 2014 dengan nilai pokok Rp 1 triliun. Obligasi ini berjangka selama lima tahun dengan kupon per tahun sebesar 12,25% dan dibayar setiap triwulan. Kegagalan bayar bunga oleh Express sendiri mulai terlihat pada pembayaran ke-15. Pembayaran yang mestinya dilakukan pada 24 Maret 2018, baru ditunaikan Express pada 4 April 2018. Nah, baru pada pembayaran ke-16 pada 24 Juni 2018 dan ke-17 pada 24 September 2018, Express gagal bayar, dan belum ditunaikan hingga saat ini. Dalam beberapa kesempatan, Express secara reami juga telah menyatakan tak mampu melakukan pembayaran. Mengatasi masalah gagal bayar, 3 September 2018, Express juga menggelar RUPO yang intinya juga meminta restrukturisasi atas utang-utang obligasinya. Sayang, hasilnya negatif, mayoritas kreditur menolak niat restrukturisasi Express. Baru pada RUPO yang diselenggarakan 11 Desember 2018 lalu. Mayoritas kreditur menyetujui upaya restrukturisasi. Dari 84,15% pemegang obligasi yang memegang Rp 841,545 miliar, 91,81% atau setara Rp 772,60 miliar menyetujui poin-poin restrukturisasi. Sementara dalam keterangan resmi PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk (BBRI) ada delapan poin restrukturisasi hasil RUPO. Pertama, Rp 400 miliar dari total pokok obligasi akan dikonversi menjadi saham.
Kedua, sisa Rp 600 miliar akan dikonversi menjadi obligasi konversi tanpa bunga yang jatuh tempo 30 Desember 2020. Ketiga, Express akan menjual seluruh jaminan obligasi berupa mobil dan tanah. Keempat, penjualan dan distribusi hasil jualan jaminan akan dilakukan bertahap. Kelima, jika masih ada jaminan yang belum laku hingga jatuh tempo 30 Desember 2020, wali amanat akan melelang sisa jaminan. Keenam, bunga dan denda akan dihapus jika semua jaminan laku, namun Express masih punya tunggakan bunga dan denda. Ketujuh, penghitungan bunga dan denda dihapus ejak RUPO terlaksana. Terakhir, kelalaian Ekspress dikesampingkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto