Menoropong Prospek Mata Uang yang Menarik Tahun 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komoditas menjalani tahun yang cerah sepanjang 2021. Harga-harga berbagai komoditas terus melonjak naik. Beberapa valuta asing yang punya kaitan erat dengan komoditas pun ikut ketiban berkahnya.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal tak menampik bahwa sepanjang tahun ini mata uang yang berkaitan dengan komoditas memang ramai ditransaksikan oleh para investor. Terlebih komoditas seperti minyak dan emas pergerakan harganya cukup volatile akibat permasalahan Covid-19. 

“Ini membuat mata uang dolar Australia yang berkaitan dengan harga emas, lalu dolar Kanada yang berkaitan dengan harga minyak ikut bergerak volatile. Alhasil, terdapat peluang dari pergerakan harga tersebut bagi para trader,” kata Faisyal ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (23/12).


Baca Juga: Rupiah Jisdor Menguat 0,09% ke Rp 14.251 per Dolar AS pada Perdagangan Kamis (23/12)

Senada, Alwi juga menyebut loonie pada tahun lalu memang diuntungkan dengan kenaikan harga minyak dunia sehingga menjadi ramai diperdagangkan. Namun, menurutnya, harga komoditas sebenarnya tidak serta menaikkan nilai tukar mata uangnya, terutama atas dolar AS.

Pasalnya, dolar AS sebagai mata uang dominasinya masih terlalu kuat karena adanya ekspektasi tapering. Belum lagi, varian Omicron, yang mendorong permintaan safe haven. Dalam hal ini, Alwi melihat mata uang komoditas masih kalah pamor dengan dolar AS.

Untuk tahun depan, Alwi melihat mata uang komoditas masih dibayangi oleh kekhawatiran mengenai penyebaran virus corona, sehingga masih membebani kinerja mata uang yang berkaitan dengan komoditas. 

“Namun, jika krisis kesehatan ini bisa mereda di tahun depan, kemudian permintaan komoditas akan meningkat, ini bisa menjadi positif buat mata uang komoditas,” imbuh Alwi.

Baca Juga: Transaksi ICDX Capai Rp 187 Triliun, Emas Paling Mentereng

Sementara Faisyal memperkirakan harga komoditas pada 2022 tidak akan lagi setinggi tahun ini. Alhasil, mata uang yang berkaitan dengan komoditas secara prospek juga tidak akan cukup menarik di tahun depan. Dia justru menilai, tahun depan akan menjadi tahunnya mata uang berisiko. 

Hal ini dipicu oleh pernyataan WHO yang menyebut pandemi Covid-19 bisa berakhir pada tahun depan. Selain itu, keputusan bank sentral global yang menaikkan suku bunga acuan juga akan menjadi katalis penggerak mata uang. Faisyal meyakini, selama perekonomian tumbuh, tidak terjadi outbreak Covid-19, mata uang seperti poundsterling, euro, maupun dolar Australia akan menarik untuk dikoleksi.

Namun, ia menjadikan poundsterling sebagai mata uang yang paling menarik untuk tahun depan. Pasalnya, mata uang ini dinilai yang paling banyak memiliki sentimen sehingga pergerakannya akan menjadi sangat volatile.

“Mulai dari Bank of England yang akan naikkan suku bunga acuan, tensi politik dalam negeri yang memanas imbas kekecewaan masyarakat terhadap Boris Johnson, hingga permasalahan Brexit yang belum kunjung usai. Ini yang membuat sterling jadi atraktif untuk tahun depan,” imbuhnya. 

Baca Juga: Likuiditas Valas Bank Masih Longgar

Sedangkan untuk dolar Amerika Serikat (AS), Faisyal juga meyakini kinerjanya masih akan solid. Apalagi dengan pemulihan ekonomi AS dan ekspektasi kenaikan suku bunganya membuat dolar AS tetap jadi incaran pasar.

Bagi Alwi, dua mata uang yang cukup prospektif untuk tahun depan adalah dolar Selandia Baru dan dolar Kanada. Pasalnya,kedua mata uang tersebut, didukung oleh prospek kebijakan moneter yang hawkish

Dari bank sentral Selandia Baru sudah menaikkan suku bunganya menjadi 0,75% dan diekspektasikan ada kenaikan suku bunga lanjutan. Sementara bank sentral Kanada sudah mengakhiri pembelian obligasi dan akan mulai menaikkan suku bunga awal tahun depan, menyusul solidnya data-data ekonomi Kanada. 

“Prospek ekonomi yang mungkin lebih cerah di tahun 2022, bisa meningkatkan harga komoditas. Khusus untuk dolar Kanada, prospek naiknya harga minyak karena masih ketatnya pasokan di pasar akan menjadi keuntungan ganda, karena minyak merupakan andalan ekspor Kanada,” tutup Alwi.

Baca Juga: Harga Bitcoin Gagal Tembus US$ 50.000, Ethereum Tinggalkan Level US$ 4.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati