JAKARTA. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tidak menyarankan pembentukan badan independen yang akan mengurusi pemberantasan perusakan hutan. Alasannya, pembentukan badan itu tidak dapat dipastikan efisiensi dan efektivitasnya. "Dilihat dari pembuatan nama Pemberantasan Perusakan Hutan memang sudah ada arah cakupan kejahatan luar biasa, tapi badan ini untuk apa kalau tidak efektif dan efisien," tutur Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E. Mangindaan, pada rapat panitia kerja Komisi IV DPR, Selasa (5/7). Dia justru menyarankan, agar DPR mendorong pemerintah memperluas kewenangan terhadap instansi yang telah ada dibarengi dengan perbaikan koordinasi. "Kalau jadi badan, sanksi terberat seperti apa supaya timbulkan efek jera itu sulit. Lebih baik perluas saja kewenangan pada instansi yang ada," tutur dia. Untuk memperkuat kewenangan instansi yang telah ada, usul dia, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) menjalin nota kesepahaman dengan Kejaksaan, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kementerian Kehutanan agar kewenangannya diperluas melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP). "Seperti itu supaya kewenangannya lebih utuh, semacam task force (satuan tugas)," ujarnya. Namun, dia juga memikirkan kekuatan hukum RUU Pemberantasan Perusakan Hutan apabila tidak didorong badan pelaksana. Dia berpendapat, RUU itu bakal susah terimplementasi dengan tidak adanya badan itu. Mangindaan pun mengusulkan, agar DPR merancang pembentukan badan ex officio (dijabat rangkap oleh pejabat pemerintah lembaga atau kementerian lain). Nantinya, pelaksana akan berasal dari kementerian yang ada. Badan baru ex officio itu tetap akan dapat mengakomodasi RUU itu, tapi tidak perlu merombak instansi yang telah ada. "Sehingga tidak pengaruhi anggaran," tambahnya. Namun, anggota Panja Komisi IV DPR Hardisoesilo mengutarakan, pengertian ad hoc badan baru itu berbeda dengan posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Ad hoc badan ini betul-betul independen sampai tidak ada gejala-gejala perusakan lagi," tutur dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menpan tidak sarankan pembentukan badan pemberantasan perusakan hutan
JAKARTA. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tidak menyarankan pembentukan badan independen yang akan mengurusi pemberantasan perusakan hutan. Alasannya, pembentukan badan itu tidak dapat dipastikan efisiensi dan efektivitasnya. "Dilihat dari pembuatan nama Pemberantasan Perusakan Hutan memang sudah ada arah cakupan kejahatan luar biasa, tapi badan ini untuk apa kalau tidak efektif dan efisien," tutur Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi E.E. Mangindaan, pada rapat panitia kerja Komisi IV DPR, Selasa (5/7). Dia justru menyarankan, agar DPR mendorong pemerintah memperluas kewenangan terhadap instansi yang telah ada dibarengi dengan perbaikan koordinasi. "Kalau jadi badan, sanksi terberat seperti apa supaya timbulkan efek jera itu sulit. Lebih baik perluas saja kewenangan pada instansi yang ada," tutur dia. Untuk memperkuat kewenangan instansi yang telah ada, usul dia, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) menjalin nota kesepahaman dengan Kejaksaan, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kementerian Kehutanan agar kewenangannya diperluas melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP). "Seperti itu supaya kewenangannya lebih utuh, semacam task force (satuan tugas)," ujarnya. Namun, dia juga memikirkan kekuatan hukum RUU Pemberantasan Perusakan Hutan apabila tidak didorong badan pelaksana. Dia berpendapat, RUU itu bakal susah terimplementasi dengan tidak adanya badan itu. Mangindaan pun mengusulkan, agar DPR merancang pembentukan badan ex officio (dijabat rangkap oleh pejabat pemerintah lembaga atau kementerian lain). Nantinya, pelaksana akan berasal dari kementerian yang ada. Badan baru ex officio itu tetap akan dapat mengakomodasi RUU itu, tapi tidak perlu merombak instansi yang telah ada. "Sehingga tidak pengaruhi anggaran," tambahnya. Namun, anggota Panja Komisi IV DPR Hardisoesilo mengutarakan, pengertian ad hoc badan baru itu berbeda dengan posisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Ad hoc badan ini betul-betul independen sampai tidak ada gejala-gejala perusakan lagi," tutur dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News