Menpar target devisa sektor pariwisata mencapai US$ 17,6 milir



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menargetkan sektor pariwisata Indonesia tahun ini mampu menghasilkan devisa US$ 17,6 miliar atau melampaui devisa dari sawit yang selama ini terbesar.

Arief Yahya menjelaskan, pariwisata Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tumbuh sebesar 25,68%. “Naik signifikan dari tahun 2018 yang tumbuh 13%. Artinya naik dua kali lipat, dan jauh lebih tinggi dari pertumbuhan di ASEAN yang hanya 7%,” katanya dalam siaran pers, Senin (29/4).

Oleh karena itu, ia menargetkan sektor pariwisata bisa menjadi penghasil devisa terbesar dengan angka proyeksi US$ 17,6 miliar. Angka tersebut mengalahkan devisa dari Crude Palm Oil (CPO) sebesar  US$ 16 miliar. 


“Kalau target pencapaian 20 juta wisman pada 2019 belum tercapai, dengan penghasilan devisa pariwisata akan jadi nomor satu, melebihi CPO yang kini devisanya 16 miliar dolar," kata Menpar Arief Yahya.

Menpar Arief juga menyampaikan untuk mencapai target tersebut Kementerian Pariwisata memiliki tiga strategi pada 2019 yaitu pengembangan pemasaran, pengembangan destinasi, dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor pariwisata.

“Di bidang pemasaran kami 70% menggunakan digital. Karena saat ini sudah era digital. Costumer kita juga 70 persen sudah menggunakan digital. Tidak hanya itu, ada juga Crossborder tourism, Low Cost Carrier Terminal, dan Tourism Hub,” ujar Menpar.

Untuk pengembangan destinasi sendiri, pemerintah Indonesia sudah menetapkan 10 destinasi prioritas. Dari 10 destinasi itu 4 telah ditetapkan menjadi destinasi super prioritas yang akan dipercepat pengembangannya, yaitu, Danau Toba, Borobudur, Mandalika, dan Labuan Bajo. “Untuk SDM, pada 2019 kami targetkan ada 500.000 orang yang tersertifikasi level ASEAN,” ujarnya.

Terkait tantangan dari sektor pariwisata pada 2019, Menpar Arief mengatakan kebijakan tarif di industri penerbangan sangat mempengaruhi sektor pariwisata. Dia berharap ada price elasticity atau harga yang fleksibel.

Menurut dia, jika harga tiket untuk penerbangan domestik naik, secara otomatis akan berpengaruh pada permintaan tiket. Turunnya jumlah permintaan tiket tersebut kemudian bisa berdampak pada sektor pariwisata di Indonesia. 

“Kalau ingin menaikkan tarif jangan langsung besar dan mendadak. Sesuatu yang mendadak dan besar dampaknya relatif tidak bagus apalagi kalau itu kenaikan harga suatu barang atau jasa. Jadi kalau mau naik 100 persen proyeksikan saja naiknya secara bertahap,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .