CILEGON. Menteri Perindustrian, Mohamad S Hidayat memastikan alat konversi (converter kit) untuk program konversi ke bahan bakar gas (BBG) diproduksi oleh industri nasional. Jika terjadi kekurangan suplai, barulah pemerintah mengeluarkan opsi impor. Untuk itu, Hidayat sudah meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad serta perusahaan swasta terlibat membuat alat konversi itu. "Kita juga mengundang perusahaan swasta yang memiliki sertifikat ISO terlibat membicarakan alat konversi ini," kata Hidayat di Cilegon (18/1). Agar alat konversi tersebut aman saat digunakan di kendaraan, pemerintah menginginkan adanya standar nasional Indonesia (SNI). Namun begitu, pihak Kementerian Perindustrian masih berjibaku menyusun aturan teknis SNI tersebut. "Bulan ini aturan standardisasi akan keluar, spesifikasi teknis akan kami susun," sambungnya. Menurut Hidayat, industri nasional yang bisa memproduksi 4.000 unit alat konversi per bulan, sementara kebijakan pengalihan bahan bakar minyak (BBM) ke BBG butuh 250.000 unit. Kekurangan pasokan itu, menurut Hidayat dipenuhi dengan cara impor. Namun, Hidayat belum bisa memastikan kapan keran impor alat konversi bisa dilakukan. Pasalnya, ia masih melakukan inventarisasi perusahaan nasional yang bisa memproduksi alat konversi tersebut. Selain itu, Hidayat dalam waktu dekat akan mengundang Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) untuk mempersiapkan pemakaian alat konversi pada kendaraan yang diproduksi. "Kami akan memberi petunjuk agar mobil mereka sudah terpasang alat konversi pada tahun 2014,” pungkas Hidayat.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menperin: Alat konversi impor jika pasokan dalam negeri kurang
CILEGON. Menteri Perindustrian, Mohamad S Hidayat memastikan alat konversi (converter kit) untuk program konversi ke bahan bakar gas (BBG) diproduksi oleh industri nasional. Jika terjadi kekurangan suplai, barulah pemerintah mengeluarkan opsi impor. Untuk itu, Hidayat sudah meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad serta perusahaan swasta terlibat membuat alat konversi itu. "Kita juga mengundang perusahaan swasta yang memiliki sertifikat ISO terlibat membicarakan alat konversi ini," kata Hidayat di Cilegon (18/1). Agar alat konversi tersebut aman saat digunakan di kendaraan, pemerintah menginginkan adanya standar nasional Indonesia (SNI). Namun begitu, pihak Kementerian Perindustrian masih berjibaku menyusun aturan teknis SNI tersebut. "Bulan ini aturan standardisasi akan keluar, spesifikasi teknis akan kami susun," sambungnya. Menurut Hidayat, industri nasional yang bisa memproduksi 4.000 unit alat konversi per bulan, sementara kebijakan pengalihan bahan bakar minyak (BBM) ke BBG butuh 250.000 unit. Kekurangan pasokan itu, menurut Hidayat dipenuhi dengan cara impor. Namun, Hidayat belum bisa memastikan kapan keran impor alat konversi bisa dilakukan. Pasalnya, ia masih melakukan inventarisasi perusahaan nasional yang bisa memproduksi alat konversi tersebut. Selain itu, Hidayat dalam waktu dekat akan mengundang Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) untuk mempersiapkan pemakaian alat konversi pada kendaraan yang diproduksi. "Kami akan memberi petunjuk agar mobil mereka sudah terpasang alat konversi pada tahun 2014,” pungkas Hidayat.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News