Menperin Bahas Kerja Sama dan Peluang Investasi Industri dengan Mendag Perancis



KONTAN.CO.ID - Prancis merupakan salah satu mitra strategis Indonesia di Eropa, dengan perdagangan antar kedua negara pada paruh pertama tahun 2023 mencapai sekitar USD1,5 Milliar. Untuk meningkatkan dan memperkuat hubungan ekonomi, industri dan perdagangan antara kedua negara, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita melakukan lawatan ke negara tersebut dengan berbagai agenda pertemuan dengan pemerintah, organisasi antarpemerintahan, serta para pelaku industri.

Dalam kesempatan bertemu dengan Minister Delegate for Foreign Trade, Economic Attractiveness and French Nationals Abroad Prancis, Olivier Becht, Menperin memaparkan beberapa key issues, meliputi kerja sama dalam bentuk Indonesia – European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA), deforestasi, karbon, serta peluang investasi.

“Terkait I-EU CEPA, kami sampaikan pentingnya kolaborasi untuk mempercepat penyelesaian perundingan yang sedang berlangsung, agar kedua pihak dapat segera memperoleh manfaat dari perjanjian tersebut,” ujar Menperin di Paris, Selasa (2/10) waktu setempat.


Sejak 2016, negosiasi kesepatan I-EU CEPA telah berjalan sebanyak 15 putaran. Karenanya, Menperin ingin mengetahui pendapat pemerintah Prancis tentang poin-poin penting perjanjian tersebut, termasuk penyelesaian masalah-masalah yang tertunda.

Membahas deforestasi, Menperin mengatakan bahwa sebagai mitra, Indonesia menghendaki praktik-praktik berkelanjutan yang sudah ada dalam rantai pasok pertanian di negara-negara produsen komoditas untuk dapat diakui. Hal ini terkait dengan komoditas ekspor Indonesia yang dikirim ke Uni Eropa.

Ia menambahkan, dalam dalam dua tahun terakhir, laju deforestasi di Indonesia mencapai titik terendah dalam Sejarah, berkat berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah. Angka tersebut pada tahun lalu turun sebesar 75% ke level terendah sejak pemantauan dimulai pada tahun 1990. Karenanya, Indonesia ingin terus bekerja sama dengan Prancis untuk memastikan upaya ini tetap efektif dan memberikan hasil yang bermanfaat.

Minggu lalu, Presiden Joko Widodo meluncurkan skema perdagangan kredit karbon pertama di Indonesia, sebagai bagian dari Net Zero Emission tahun 2060. Pertukaran karbon ini memiliki potensi hingga USD200 miliar. Izin untuk satu ton CO2 saat ini dijual dengan harga sekitar USD4,50 di Indonesia, sementara di Uni Eropa harga yang berlaku saat ini adalah sekitar USD92. Skema ini dirancang untuk menjadi peluang ekonomi baru yang berkelanjutan. Hal ini juga sesuai dengan arah gerak dunia menuju ekonomi ramah lingkungan. “Sekali lagi, saya berharap Prancis dapat menjadi bagian dari perubahan kami menuju masa depan yang lebih berkelanjutan,” jelas Menperin.

Ia juga mendorong Prancis untuk dapat berpartisipasi dalam pendalaman struktur industri melalui investasi yang ditujukan untuk mengisi pohon-pohon industri yang masih kosong. “Diharapkan dengan terisinya pohon-pohon industri ini, rantai nilai dari proses industri hulu ke hilir bisa memperkuat supply chain dan ekosistem industri di Indonesia,” kata Menperin.

Menperin menyampaikan bahwa hal ini penting untuk membawa Indonesia menjadi negara dengan perekonomian tinggi pada tahun 2045. Menurutnya, kebijakan ini juga bernilai tambah tinggi, dan kunci bagi Indonesia menjadi bagian dari rantai pasokan global. Untuk itu, Menperin mengundang Prancis untuk berinvestasi dan menjadi bagian dari perjalanan ini, yang dapat memberikan hasil yang tinggi sebagai pendatang awal di berbagai industri.

Dalam pertemuan tersebut, Menperin menyampaikan rencana pertemuan-pertemuan lainnya dengan para pelaku bisnis di Prancis dalam rangka menjalin kerja sama joint venture maupun capacity building yang akan memberikan manfaat bagi kedua pihak. “Kami juga akan bertemu dengan perusahaan otomotif asal Prancis untuk bekerja sama dalam mengembangkan industri electric vehicle (EV),” papar Agus.

Baca Juga: Indonesia Manufacturing Center Tingkatkan Penguasaan Teknologi dan Substitusi Impor

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti