KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di sela peresmian pabrik baru PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa industri kaca merupakan sektor padat modal dan padat energi yang butuh biaya investasi besar. Untuk itu, diperlukan kebijakan strategis dalam upaya pengembangan daya saingnya. Kebijakan pengembangan sektor industri pengolahan difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku energi yang berkesinambungan dan terjangkau. "Hal ini juga untuk memperdalam dan memperkuat struktur manufaktur di Indonesia," sebut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya yang diperoleh Kontan.co.id, Senin (18/2).
Mengenai upaya memacu kinerja industri kaca nasional, pemerintah telah berupaya mengamankan pasokan bahan baku untuk industri kaca yang berasal dari dalam negeri sebagai
competitive advantage seperti pasir silika, dolomite, limestone, dan lainnya. Selain itu, pemerintah juga mendorong tumbuhnya investasi dari industri bahan baku dan penolong seperti soda ash, cullet, iron oxide dan lainnya. Terkait gas bumi sebagai bahan bakar untuk industri kaca, pemerintah mengupayakan adanya jaminan pasokan dan mendapatkan harga yang ideal dan kompetitif. "Hal ini sesuai amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian," ucapnya. Airlangga menuturkan, hasil produksi kaca nasional meliputi kaca lembaran, kaca pengaman, dan kaca cermin atau dekoratif, sebesar 70% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sisanya diekspor ke berbagai negara Timur Tengah, Afrika, Oceania, Eropa, Amerika Serikat dan Asia dengan total nilai ekspor sebesar US$ 113 juta pada tahun 2018. "Permintaan kaca lembaran dunia tumbuh sekitar 6,6% per tahun. Pada 2018, tercatat sebesar 10 miliar meter persegi atau senilai kurang lebih US$ 102 miliar, yang diperkirakan 50% permintaan dunia ada di wilayah Asia-Pasifik. Potensi ekspor naik bisa 30%-40%," ungkapnya. Menperin optimistis, industri kaca nasional akan terus tumbuh setiap tahunnya, seiring kenaikan permintaan dari pasar domestik dan ekspor. Sementara itu, pemanfaatan dalam negeri diserap oleh sektor properti sebesar 65%, otomotif 15%, furnitur 12% dan lainnya 8%. "Pemerintah terus mendorong peningkatan produksi, karena peluang untuk memperbesar pasar dalam negeri masih sangat terbuka, mengingat penduduk Indonesia yang mencapai 260 juta orang dan seiring dengan tumbuhnya pekerja usia produktif yang membutuhkan perumahan," imbuhnya. Peluang ini juga terlihat dengan tumbuhnya kinerja industri alat angkutan yang mengalami pertumbuhan sebesar 4,24% (yoy). Kinerja perdagangan kendaraan bermotor mengalami surplus, tercatat sebesar US$ 143 juta pada Januari-Oktober 2018. Kemudian dengan giatnya pemerintah membangun pengadaan light rail transit (LRT) dan mass rapid transit (MRT) yang berdampak baik pada pengadaan lokomotif dan kereta api. "Tentunya dengan kinerja yang bagus ini dapat meningkatkan pemakaian kaca pengaman sebagai salah satu komponen dalam industri otomotif dan perkeretaapian," tuturnya. Airlangga menambahkan, industri manufaktur terus menjadi penggerak utama pada pertumbuhan ekonomi nasional karena sektor ini berperan penting dalam menciptakan nilai tambah, perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di satu sisi, era perdagangan bebas yang terjadi saat ini membuat akses pasar semakin terbuka. Hal ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi industri, sehingga sektor industri nasional dapat terus meningkatkan daya saing agar mampu berkompetisi untuk menguasai pasar yang tersedia.
"Menghadapi tantangan sebagai akibat dari perdagangan bebas serta untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus berupaya mendorong berkembangnya sektor industri yang berdaya saing tinggi dengan menciptakan iklim usaha yang atraktif," imbuh Airlangga. Kemudian, dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin telah melakukan upaya-upaya antara lain dengan memberikan insentif fiskal seperti skema
tax allowance serta
tax holiday, melakukan upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan ekspor, serta pelaksanaan Program Peningkatan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Selain itu, pada Juli 2018, pemerintah telah meluncurkan
Online Single Submission (OSS) untuk penyederhanaan proses perizinan dan menciptakan model pelayanan perizinan yang terintegrasi di Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto