Menperin: Impor garam untuk pastikan produksi industri tak terhenti



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menegaskan, impor garam industri dilakukan demi memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri. 

“Jadi, pemerintah mengimpor garam untuk kebutuhan bahan baku industri-industri tersebut. Sedangkan untuk garam konsumsi, masih akan dipenuhi oleh industri garam nasional,” jelas Airlangga dalam keterangan resminya Minggu (18/3).

Menurut Airlangga, sektor manufaktur yang membutuhkan garam industri sebagai bahan bakunya telah beroperasi cukup lama di Indonesia. Ada yang sudah puluhan tahun. “Oleh karenanya, pemerintah terus mendorong kontinuitas produksi industri nasional, karena berdampak pada lapangan pekerjaan, pemenuhan untuk pasar domestik, serta penerimaan negara dari ekspor,” paparnya.


Airlangga menjelaskan, kualitas garam yang digunakan oleh industri tidak hanya terbatas pada kandungan natrium klorida (NaCl) yang tinggi, yakni minimal 97% tapi juga ada kandungan lainnya yang harus diperhatikan seperti kalsium dan magnesium dengan maksimal 600 ppm serta kadar air yang rendah.

Standar kualitas tersebut yang dibutuhkan industri aneka pangan dan industri chlor alkali plan (soda kostik). Sedangkan garam yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi infus dan cairan pembersih darah, harus mengandung NaCl 99,9 persen.

Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menyambut baik adanya kebijakan baru yang memastikan mengenai ketersediaan pasokan bahan baku garam industri. “Kami memberikan apresiasi kepada pemeritah karena serius menyelesaikannya. Ini sesuai dengan harapan di kalangan industri dalam negeri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku produksinya,” ujarnya dalam keterangan pers Minggu (18/3).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman menyampaikan, industri makanan dan minuman membutuhkan setidaknya 550.000 ton garam sebagai bahan baku setiap tahunnya. Angka tersebut naik sekitar 22% dibandingkan kebutuhan tahun lalu yang hanya 450.000 ton seiring dengan peningkatan investasi dan ekspansi di sektor industri makanan dan minuman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi