KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan cuaca ekstrem di akhir tahun tidak akan mempengaruhi produksi pangan utamanya beras di tanah air. Amran menjelaskan sebelumnya Indonesia juga telah menghadapi cuaca ekstrem El-Nino yakni kemarau panjang, namun produksi beras tetap terjaga. Bahkan menurutnya stok beras saat ini mencapai 2 juta ton.
Baca Juga: Jelang Nataru, Bapanas Pastikan Harga Pangan Pokok Stabil "Itu 5 tahun tertinggi, panen kita di bulan Agustus sampai November tahun ini menjadi yang tertinggi selama lima tahun padahal ada El Nino," kata Amran usai Rapat Koordinasi Bersama dengan TNI AD, di Kantornya, Rabu (12/12). Amran menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan langkah antisipasi dalam cuaca ekstrem. Pihaknya juga bekerja sama dengan pihak lain seperti TNI AD dan Kepolisian termasuk Kemenetrian Pekerjaan Umum, hingga Kementerian Desa untuk tetap menjaga pasokan pangan terjaga. Menurut Amran kolaborasi ini merupakan program strategis untuk mencapai swasembada pangan yang di cita-citakan Presiden Prabowo Subianto di tahun 2027.
Baca Juga: Indonesia Bebas Impor Gula dan Garam di 2025, Begini Respon ASRIM "TNI melakukan pendampingan untuk padi kepolisian, pendampingan untuk jagung, juga Kementerian Desa untuk Hortikultura. Itu bentuk kolaborasi kita," urainya. Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai fenomena masuknya musim hujan yang bersamaan dengan La Nina Lemah. Hal ini mengakibatkan potensi penambahan curah hujan hingga 20-40 persen. Fenomena ini berlangsung mulai November atau akhir tahun 2024 hingga setidaknya Maret atau April 2025. Sebagai informasi, La Nina adalah fenomena anomali iklim global yang diakibatkan oleh suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang mendingin, lebih dingin dibandingkan biasanya. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena La Nina ini berpotensi mengakibatkan berbagai bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung.
Baca Juga: Nataru Memacu Konsumsi BBM dan LPG Subsidi Termasuk, kata dia, bencana banjir lahar hujan yang berpotensi terjadi ketika air hujan bercampur dengan material vulkanik dari gunung berapi berupa pasir, abu, dan bebatuan serta kayu atau pohon, terutama untuk gunung api yang saat ini sedang atau baru saja mengalami erupsi. Maka dari itu, menurutnya, dibutuhkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan seluruh komponen baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Berdasarkan analisis dinamika atmosfer dan lautan, BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia pada 2025 akan mengalami curah hujan tahunan dalam kategori normal, dengan jumlah berkisar antara 1.000 hingga 5.000 mm per tahun. Sebanyak 67% wilayah Indonesia diprediksi akan menerima curah hujan lebih dari 2.500 mm per tahun (kategori tinggi), meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau bagian barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung bagian utara, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi bagian tengah dan selatan, serta sebagian besar wilayah Papua.
Baca Juga: Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan Sementara itu, 15% wilayah diprediksi mengalami curah hujan di atas normal, termasuk sebagian kecil Sumatera, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Maluku, dan Papua bagian tengah.
Di sisi lain, 1% wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan di bawah normal, seperti di Sumatera Selatan bagian barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto