KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Agraria Tanah Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil menyarankan disusunnya peraturan omnibus law dalam masalah Undang-Undang (UU) Pertanahan. “Harapan kepada BPN untuk menyelesaikan banyak sekali masalah, tetapi BPN ini banyak keterbatasan, itu misalnya dengan kehutanan. Kita kan sedang menyelesaikan UU Pertanahan, kami mengusulkan ini omnibus, omnibus masalah UU pertanahan,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR, Kamis (17/2). Ia mengharapkan dengan dibentuknya peraturan omnibus tentang pertanahan ini akan dapat menyelaraskan UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU Sumber Daya Air, dan UU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Kepada Komisi II DPR, Sofyan juga menyatakan bahwa saat ini undang-undang yang sudah disebutkan sebelumnya ini bertolak belakang satu dengan yang lainnya. “Walaupun saya tahu bapak-bapak sangat mengharapkan banyak sama kami, dan kami juga mengharapkan bisa efektif, tetapi ternyata UU ini satu dan yang lain saling bertolak belakang dan mereka pegang UU-nya,” ungkapnya.
Baca Juga: Perpindahan IKN Juga Terkendala Pembebasan Lahan Kasus yang ia temui dari bertolak belakangnya antar UU ini adalah dari banyaknya pegawai BPN yang masuk penjara akibat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengubah batas hutan, sementara itu, sertifikat yang sudah dikeluarkan sebelumnya dianggap melanggar hukum dan menjadi tindak pidana. “Tentang kawasan hutan, itu banyak orang BPN masuk penjara, gara-gara kawasan hutan, jadi tadinya kawasan hutan di pinggir meja bapak, semua ini APL, tiba-tiba kementerian kehutanan mengubah batas hutan itu jadi belakang saya, semua ini jadi kawasan hutan. Sertifikat yang udah dikeluarkan itu kemudian dianggap menjadi tindak pidana,” jelasnya. Ia juga menyarankan agar anggota Komisi II melapor ke BPN apabila ada pemindahan batas hutan dari KLHK di lapangan. “Karena sekarang perubahan batas itu orang BPN yang dilaporkan, dan kemudian oleh kepolisian kejaksaan dianggap melanggar pidana,” ujar Sofyan. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Ginting dalam tanggapannya mengenai kasus tersebut mengatakan bahwa aparat penegak hukum (APH) yang bertindak tersebut juga perlu dikritisi karena ketidakpahamannya mengenai pertanahan. Seharusnya ketika sertifikat sudah keluar APH tidak bisa masuk bertindak.
Baca Juga: Inilah Proyek Dibalik Konflik Aparat dengan Warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah “Justru di situ saya bilang, APH nya perlu dikritisi, mereka tidak paham pertanahan. Kalau sertifikat sudah keluar, terus mereka masuk, mereka
gak bisa. Kan begitu semestinya. PTUN misalnya kalah, PN kalah, itu karena ketidaktahuan, ini yang perlu dikritisi,” katanya. Sofyan juga menyebut bahwa dengan posisi saat ini, ada ketakutan dari BPN masuk hutan, karena akan menjadi persoalan. Namun, menurutnya dengan adanya UU omnibus masalah ini bisa selesai. “Selama ini kami ketika posisi teman-teman masuk kawasan hutan, itu takutnya luar biasa, karena pasti menjadi persoalan, biasanya sebelum terjadi perkara pidana kita perkarakan. Dengan UU omnibus nanti, ini bisa kita selesaikan,” pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .