KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui program hilirisasi bauksit terkendala pendanaan yang mengakibatkan beberapa proyek smelter bauksit masih mangkrak. Bahlil mengakui kecepatan program hilirisasi nikel jauh lebih pesat dibandingkan dengan hilirisasi bauksit. Pendanaan dari investor menjadi salah satu kendala proyek smelter bauksit jalan di tempat. "Salah satu persoalannya itu sekarang bagaimana kita mendorong agar percepatan salah satunya adalah pembiyaan [pendanaan dari investor," kata Bahlil saat ditemui di Kementerian ESDM, Jumat (29/11).
Baca Juga: Tujuh Proyek Smelter Bauksit Masih Mangkrak Untuk itu, kata Bahlil, Kementerian ESDM bakal menata kembali untuk percepatan program hilirisasi bauksit dan akan mengajak pelaku usaha untuk melakukan percepatan pembangunan proyek smelter bauksit. "Kan kemarin di Kalimantan Barat sudah diresmikan. Nah, mungkin yang lainnya juga kita dorong," pungkas Bahlil. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah meresmikan injeksi bauksit pertama ke Semlter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat. Smelter ini dimiliki oleh PT Borneo Alumina Indonesia yang merupakan hasil kerja sama antara PT Inalum dan PT Aneka Tambang Tbk (Antam), anggota Holding BUMN Pertambangan MIND ID.
Proyek Smelter Bauksit Mangkrak
Diberitakan Kontan sebelumnya, pembangunan smelter bauksit mash jalan di tempat. Hingga saat ini belum ada progres berarti dari sejumlah proyek smelter yang sebelumnya dilaporkan mangkrak. Sejauh ini pembangunan tujuh proyek smelter bauksit yang sekarang dalam kondisi terbengkalai. Kendalanya mash sama, belum ada investor yang serius menangani proyek hilirisasi bauksit. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistyanto mengatakan, mangkraknya pembangunan smelter ini mash terkendala persoalan lama. Yakni, belum adanya investor yang serius menangani proyek hilirisasi bauksit tersebut.
Baca Juga: Hilirisasi Bauksit Masih Kalah dengan Nikel, Ini Penyebabnya Pengusaha bauksit sulit mendapatkan pendanaan eksternal lantaran proyek smelter bauksit dianggap kurang feasible. Padahal, proyek ini membutuhkan biaya sangat besar. Dalam hitungan APB3I, dibutuhkan biaya sebesar US$ 1 miliar atau setara Rp 15,86 triliun untuk membiayai pembangunan smelter bauksit menjadi alumina. Angka ini hampir 10 kali lipat lebih besar dari biaya membangun smelter nikel. Di sisi lain, produk turunan bauksit hanya ada dua, yaitu alumina kemudian produk paling hilir adalah aluminium.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, terdapat tujuh pembangunan proyek smelter bauksit dalam kondisi terbengkalai dengan klaim progres pengerjaan di atas 50%. Namun, setelah dilakukan verifikasi lapangan, hasilnya tidak sesuai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi