KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyerahkan bukti sejumlah data ke Kejaksaan Agung (Kejagung) karena adanya indikasi korupsi pada leasing pesawat ATR 72-600 Garuda Indonesia, Selasa (11/1). Didampingi Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin, kepada media, Erick juga mengatakan bahwa saat ini proses
leasing pengadaan pesawat terbang Garuda Indonesia ada indikasi korupsi dengan merek yang berbeda-beda. “Dalam proses pengadaan pesawat terbangnya, leasingnya, itu ada indikasi korupsi, dengan merek yang berbeda-beda. Khususnya saat ini yang disampaikan oleh Jaksa Agung adalah ATR 72-600 ini yang tentu kita sampaikan audit investigasi, jadi bukan tuduhan. Karena bukan eranya saling menuduh, perlu adanya fakta yang diberikan,” katanya kepada awak media Selasa (11/1).
Erick belum bisa menyebutkan berapa besar kerugian negara yang terkonfirmasi akibat adanya kasus ini. Akan tetapi, menurutnya data-data yang diserahkan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai bagian dari audit pemerintah.
Baca Juga: Menteri BUMN Erick Thohir laporkan kasus dugaan suap Garuda ke Kejagung siang ini Sementara itu, Sanitiar menjelaskan bahwa masalah ini terjadi pada masa kepemimpinan Direktur Garuda Indonesia HS, atau dalam penelusuran Kontan, orang tersebut adalah Hadinoto Soedigno yang saat ini yang bersangkutan sedang mendekap di penjara. Sanitiar menambahkan, bahwa pengembangan kasus akan terus berlanjut, tidak akan berhenti di sini. “Jadi gini kalo pengembangan pasti, dan
insha Allah tidak akan berhenti di sini, akan kita kembangkan sampai benar-benar Garuda ini bersih,” katanya. Erick menyebutkan, bahwa ke depan ini tidak akan menjadi hambatan untuk penyelesaian lessor atau yang menyewakan. Menurutnya, ia sudah memetakan mana lessor yang ada indikasi korupsi dan sewa yang terlalu mahal. “Ya karena bodohnya kita sendiri kenapa mau tanda tangan kemahalan gitu. Nah, hal-hal ini yang mungkin yang kita petakan, kita juga tidak mau misalnya mengambil keputusan sapu bersih yang akhirnya tidak membuat penyelesaian garuda secara menyeluruh,” jelasnya. Dalam catatan Kontan, kasus pengadaan pesawat juga sempat mencuat pada awal tahun 2021. Bahkan Majelis Hakim telah menjatuhkan vonis mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia periode 2007-2012 Hadinoto Soedigno delapan tahun penjara atas pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.
Baca Juga: Kementerian ESDM Bakal Ubah Skema Evaluasi DMO Batubara, Asosiasi Siap Ikuti Hadinoto menjadi terdakwa dalam kasus suap dan tindak pidana pencucian uang terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat pada 2009-2014, antara lain pengadaan Airbus A330 series, pesawat Aribus A320, pesawat ATR 72 Serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 series. Selain pidana badan, dalam persidangan 21 Juni 2021, Hadinoto dihukum untuk membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar US$ 2,302 juta dan EUR 477.540 atau setara dengan US$ 3.771.637,58 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila Hadinoto tidak membayar uang pengganti, harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa. Jika harta bendanya tidak cukup untuk menutupi pidana uang pengganti, kemudian diganti dengan pidana penjara selama enam tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .