Menteri dalam negeri bantah ada dugaan korupsi proyek e-KTP



JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah dugaan penyelewengan dana proyek e-KTP. Menurutnya, seluruh tuduhan dan dugaan korupsi tersebut tidak tepat.Gamawan mengaku sudah meminta KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengawasi tender. Bahkan, dia mengaku sudah bekerja sama dengan 15 kementerian dan lembaga. "Jadi tidak benar kami bekerja sendiri," katanya.Gamawan balik menuding tuduhan GOWA aneh. Menurutnya, laporan GOWA yang menyebutkan ada indikasi penyelewengan dana dalam pengadaan tender itu telat. "Sepertinya ada indikasi orang-orang yang kecewa dengan hasil tender," jelasnya.Sebelumnya, Goverment Watch (Gowa) melaporkan Kementerian Dalam Negeri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Direktur Eksekutif Gowa Andi W Syahputra menuding, proses pelelangan mulai dari perencanaan, pengajuan anggaran, hingga pelaksanaan lelang menuju pada kepentingan pihak tertentu. "Semua seperti sudah diarahkan pada satu perusahaan, padahal perusahaan tersebut tidak berkompeten dalam proyek e-KTP," kata Andi.Berdasarkan audit forensik Gowa, ditemukan tidak kurang dari 11 penyimpangan, pelanggaran, dan kejanggalan dalam proses tender tersebut. Gamawan menilai hal tersebut tidak masuk akal. "Bagaimana mungkin 15 institusi dapat ditipu dan semuanya diam. Apakah karena mereka tak dilibatkan baru bersuara sekarang?," kata Gamawan.Kementerian Dalam Negeri juga menghadapi tuduhan persaingan usaha tidak sehat. Tuduhan ini telah diadukan konsorsium Solusi dan PT Telekomunikasi Indonesia ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Gamawan menilai, dugaan adanya penyelewengan dana senilai Rp 1,4 triliun mustahil. Sebab, dia beralasan tidak ada konsorsium yang menawar di bawah Rp 6 triliun dan pembayaranbelum dilakukan. Adapun jika pemenang tender tidak mampu menyelesaikan proyek pembuatan e-KTP untuk 50 juta penduduk pada 2011, pihaknya mengenakan denda. Sehingga sangat mustahil terjadi kerugian negara apalagi indikasi korupsi dalam proyek e-KTP.Gamawan menjelaskan kalau dana Rp 5,9 triliun itu memang sangat besar. Namun harus dipikirkan juga penggunaan dana tersebut, untuk pembuatan NIK, pembuatan blanko, menggaji petugas, membeli mesin dengan jumlah yang sangat banyak. "Belum lagi membeli jaringan untuk seluruh Indonesia, kami sudah kontrak dengan Indosat," tambah Gamawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can