Menteri dan pejabat Departemen Brexit mengundurkan diri



KONTAN.CO.ID - LONDON. Menteri Brexit Inggris David Davis mengundurkan diri dari pemerintahan Inggris, Senin (9/7) waktu setempat. Pengunduran diri pejabat penting Inggris dalam persoalan Brexit ini kian memperkeruh perpecahan yang terjadi antarmenteri dalam kabinet Perdana Menteri Theresa May.

Davis merupakan menteri paling senior dalam Departemen Brexit dan ditugasi untuk menegosiasikan kesepakatan keluar dengan Brussels dan hubungan masa depan dengan blok tersebut. Davis memilih meninggalkan pemerintahan dengan alasan tidak ingin menjadi "pejabat negara yang enggan" terhadap susunan rencana PM Theresa May untuk meninggalkan Uni Eropa.

"Arah kebijakan (Brexit) secara umum akan membuat kita berada di posisi tawar yang paling lemah, dan mungkin tak akan terhindarkan," kata Davis dalam surat pengunduran dirinya kepada May, seperti dikutip Reuters, Senin (9/7).


Davis mengkritik keputusan May untuk mempertahankan "buku aturan umum" dengan Uni Eropa, yang artinya Inggris akan tetap berkaca pada aturan dan regulasi blok tersebut. Menurutnya, hal itu sama saja dengan menyerahkan "sebagian besar kendali perekonomian Inggris ke Uni Eropa dan tentu saja tidak kembali mengendalikan hukum kita," kata dia.

Di sisi lain, pengunduran diri Davis mendapat pujian dari para juru kampanye Brexit di Partai Konservatif. Rencana May untuk tetap mengadakan hubungan dagang dengan Uni Eropa dianggap telah mengkhianati keinginan mereka untuk benar-benar berpisah dari blok tersebut.

Pengunduran Davis dari pemerintahan rupanya juga diikuti oleh pejabat Departemen Brexit lainnya. Steve Baker, seorang menteri yang bekerja untuk Davis dan yang ketika di pemerintahan memberi banyak dukungan kampanye Brexit, juga mengundurkan diri.

Menteri lain dari Departemen Brexit, Suella Braverman, juga dilaporkan oleh media lokal telah mengundurkan diri. Dus, belum ada konfirmasi resmi mengenai hal tersebut dan dirinya tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar.

Dalam hitungan sembilan bulan menuju Brexit dan sekitar tiga bulan sebelum Uni Eropa menagih kesepakatan, PM Theresa May terus dihimpit tekanan tinggi baik dari blok Uni Eropa maupun kalangan pebisnis yang menanti posisi negosiasinya. Adapun, pengunduran diri dari para pejabat Departemen Brexit ini semakin memperumit proses negosiasi dan memunculkan tanda tanya mengenai kemampuan May mendapatkan dukungan parlemen untuk rencana Brexitnya.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie