KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mempertimbangkan untuk mengkaji ulang rencana ekspor listrik energi hijau. Pasalnya, ekspor energi hijau perlu mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan nasional. "Terkait ekspor listrik, kami lagi mengkaji dari Kementerian ESDM karena memang seluruh perangkat regulasinya ada di ESDM. Kami akan siapkan, kami akan memberikan, tapi saya akan mementingkan kepentingan nasional," kata Bahlil dalam Green Initiative Conference di Jakarta, Rabu (25/9).
Baca Juga: Airlangga Sebut Indonesia Punya Gudang Penyimpanan Karbon Terbesar di Dunia Bahlil mengaku tidak mempermasalahkan ekspor listrik energi baru terbarukan ke luar negeri sebagai konsekuensi perdangan bebas. Asalkan, kata Bahlil, harus mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan nasional. Oleh sebab itu, Indonesia pun perlu berhati-hati dalam mengelola ekspor listrik hijau tersebut. "Saya tidak bisa membayangkan ketika nilai keunggulan komparatif EBT kita, energi baru terbarukan kita kasih ke orang di saat negara kita belum cukup. Orang [negara lain] membangun industrinya, setelah itu CO2 nya dikirim ke Indonesia. Mau jadi apa bangsa kita? Jangan senjata kita kasih kepada orang untuk orang menghajar kita," ungkap Bahlil. Bahlil menggarisbawahi bahwa nilai daya saing dan keunggulan komparatif EBT nasional akan diberikan kepada negara lain dengan adanya ekspor listrik hijau di tengah kebutuhan dalam negeri yang belum tercukupi. Catatan Kontan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan siap mengekspor listrik hijau ke Singapura mencapai 3 gigawatt (GW) sebesar US$ 30 miliar atau Rp 308 triliun.
Baca Juga: PLN dan Pertamina Geothermal Energy (PGEO) Bentuk Konsorsium Kembangkan PLTP Listrik hijau ini berasal dari pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) di Kepulauan Riau pada 2027 hingga 2035. Ekspor listrik hijau ini ditandai dengan kerja sama kedua negara dengan penandatanganan
Memorandum of Understanding (MoU) Annoucement on Cross Border Electricity Interconnection dalam Indonesia International Sustainability Forum pada 5 September 2024. "Kita akan mengekspor energi hijau ke Singapura. Sekitar 2 gigawatt, mungkin bisa mencapai 3 gigawatt. Karena ada banyak potensi di sini,” kata Luhut. Luhut menuturkan, kerja sama antara Indonesia dan Singapura sebagai langkah maju yang signifikan dalam komitmen bersama untuk masa depan yang berkelanjutan. Pemerintah Indonesia juga tengah mengembangkan industri panel surya yang bertujuan untuk ekspor listrik hijau dari Indonesia ke negara-negara terdekat seperti Singapura. Otoritas Pasar Energi (Energy Market Authority/EMA) telah memberikan Izin Bersyarat kepada lima perusahaan yang bertanggung jawab untuk impor listrik rendah karbon sebesar 2 GW dari Indonesia ke Singapura yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Selain itu, EMA juga akan memberikan Persetujuan Bersyarat kepada dua proyek baru untuk mengimpor 1,4 GW listrik rendah karbon dari Indonesia ke Singapura. Impor listrik rendah karbon merupakan bagian dari upaya Singapura untuk mengurangi emisi karbon di sektor ketenagalistrikan, yang saat ini menyumbang sekitar 40% emisi karbon di negara tersebut.
Baca Juga: Industri Panas Bumi Semakin Diminati Lima perusahaan di bawah ini, yang merupakan perusahaan pertama yang mendapatkan Lisensi Bersyarat, adalah: Pacific Medco Solar Energy Pte Ltd, formed by PacificLight Renewables Pte Ltd, Medco Power Global Pte Ltd and Gallant Venture Ltd berkapasitas 0.6 GW Adaro Solar International Pte Ltd., formed by PT Adaro Clean Energy Indonesia berkapasitas 0.4 GW EDP Renewables APAC berkapasitas 0.4 GW
Vanda RE Pte Ltd, formed by Gurin Energy Pte Ltd and Gentari International Renewables Pte Ltd berkapasitas 0.3 GW Keppel Energy Pte Ltd 0.3 GW Perusahaan-perusahaan ini mendapatkan Persetujuan Bersyarat pada bulan September 2023. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi