Menteri ESDM: Masih Ada Gap Kebutuhan Investasi Sektor Migas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut masih ada gap pada investasi sektor migas kendati harga minyak mulai membaik. Industri hulu migas menunjukkan perannya ketika negara membutuhkan pada saat yang sulit ini.

Menurutnya, keberadaan energi dari sektor migas masih tetap dominan sampai 2050 mendatang. Namun Arifin mengingatkan, meningkatnya harga minyak dunia tidak serta merta meningkatkan investasi hulu migas.

Perubahan strategi bisnis perusahaan minyak dunia yang mulai memberikan investasi ke EBT menjadi tantangan bersama agar sektor hulu migas tetap menjadi salah satu tujuan investasi.


“Target peningkatan produksi migas nasional di tahun 2030, mustahil dapat dicapai jika tidak ada peningkatan investasi. Dibutuhkan investasi sekitar US$ 187 miliar dari tahun 2021 sampai 2030, yang artinya rata-rata kebutuhan investasi setiap tahunnya mencapai sekitar US$ 18 miliar, maka dengan tingkat capaian investasi dikisaran US$ 10 – US$ 11 miliar tentu terdapat gap yang masih besar,” jelas Arifin dalam keterangan resmi, Senin (20/12).

Baca Juga: Ini emiten tambang yang bakal diuntungkan dari beleid energi terbarukan

Arifin dalam arahannya saat Rapat Kerja SKK Migas tahun 2021 mengatakan, perekonomian nasional saat ini belum kembali pulih yang berdampak pada menurunnya penerimaan negara, sedangkan pada saat bersamaan dibutuhkan biaya yang besar untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 serta upaya memulihkan kembali aktivitas perekonomian.

“Pada saat yang sulit ini, kita bersyukur industri hulu migas memberikan kontribusi yang tinggi bagi negara. Jika di tahun 2020 kontribusi penerimaan negara dari sektor hulu migas mencapai US$ 8,4 miliar atau setara dengan Rp 121 triliun, sampai November 2021 penerimaan negara dari hulu migas sudah jauh melampaui target,” lanjut Arifin.

Untuk itu, Arifin memastikan, pemerintah akan terus memberikan dukungan untuk pengembangan industri hulu migas nasional. Pemerintah telah melakukan penyederhaan proses perizinan, memberikan insentif fiskal maupun non fiskal.

Pemerintah juga telah membebaskan investor untuk memilih jenis kontrak yang dianggap memberikan tingkat keekonomian yang lebih sesuai keinginan, apakah PSC Cost Recovery atau PSC Gross Split.

“Pemerintah telah menghilangkan pula biaya signature bonus sehingga investor bisa memasukkan biaya ini sebagai bagian dari biaya operasi agar kebutuhan investasi dapat diturunkan. Kebijakan lainnya seperti DMO Price yang diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan investor menanamkan modalnya di industri hulu migas,” kata Arifin.

Dengan dukungan-dukungan tersebut, Arifin berharap, SKK Migas dapat mengoptimalkannya dengan melakukan eksekusi di lapangan melalui best effort serta extra ordinary effort. “Karena gap untuk mencapai 1 juta BOPD akan semakin menjauh dan menjadi ancaman tidak tercapainya target 2030. Perlu langkah konkrit dari SKK Migas di tahun 2022 agar target APBN dapat tercapai,” imbuhnya.

Baca Juga: Lifting Minyak Hingga November 2021 Mencapai 93,2% dari Target

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat