Menteri ESDM Pertimbangkan Perpanjang Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mempertimbangkan bakal memperpanjang kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). 

Pertimbangan ini muncul lantaran kapasitas produksi fasilitas pengolahan dan permunian (smelter) katoda tembaga yang dimiliki Freeport belum mencapai 100%. Terlebih, ada peristiwa kebakaran yang terjadi pada fasilitas pemisahan gas bersih atau gas cleaning plant di smelter milik PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik.

"Kalau kapasitas produksi belum 100% sementara kapasitas konsentrat mereka 3 juta ton per tahun, kalau kapasitas kemampuan industri cuma 2 juta karena masih dalam penyesuaian. Menurut kalian, bijak atau tidak negara mengatakan bahwa yang 1 juta ditinggal saja tidak boleh diekspor? Kalau perusahaan yang 51% punya pemerintah, perusahaan 51% kamu mau rugikan perusahaanmu tidak? kami di pemerintah juga akan membuat kebijakan yang win win harus ada jalan tengah semua itu yang lagi kita bangun," ungkap Bahlil di Kementerian ESDM, Jumat (18/10).


Adapun, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengungkapkan investigasi secara menyeluruh tengah dilakukan pasca insiden kebakaran smelter Manyar pada Senin, 14 Oktober 2024.

Baca Juga: Kebakaran di Smelter Freeport, Bahlil Sebut Hal Biasa, Asal Tidak Ada Korban

Tony menjelakan, insiden kebakaran telah sepenuhnya ditangani. Pihaknya telah melakukan beberapa kali tahapan pengujian serta melewati tahapan trial & error beberapa kali sejak Juni-September 2024.

"Namun memang yang terjadi ini adalah suatu musibah dan kami sangat menyesali kejadian tersebut. Saat ini kami mereview kembali seluruh proses agar tidak terulang kembali," ungkap Tony dalam keterangan video yang diperoleh Kontan, Selasa (15/10).

Di kesempatan terpisah, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo menjelaskan, saat ini smelter tersebut sedang dalam tahapan commissioning. Insiden kebakaran yang terjadi berpeluang ikut merubah rencana peningkatan produksi katoda tembaga yang ditargetkan mencapai utilisasi penuh pada akhir tahun ini.

"Jadi kalau memang ada kekurangan itu bagian dari yang perlu diperbaiki dan itu kan dari kontraktor semuanya masih dijamin. Akhir tahun kan memang rencana produksi penuh, cuma mungkin gak sampai 750 ribu ton. Nanti kita lihat, kita masih berupaya (karena) ingin tetap produksi penuh," kata Dilo di Jakarta, Selasa (15/10).

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar menilai masalah perpanjangan ini selalu muncul tiap tahun, apalagi ini ada insiden kebakaran.

"Sebenarnya tidak tepat karena tidak sesuai amanat UU Minerba, tetapi faktanya kapasitas smelter memang tidak mencukupi dan juga ada insiden kebakaran," kata Bisman kepada Kontan, Jumat (18/10).

Menurut Bisman, dipahami bahwa memang ini dalam posisi dilematis,  di satu sisi harus segera maksimal hilirisasi,  namun disisi yang lain smelter belum siap. Jika stop tidak bisa ekspor juga risikonya ke operasi tambang,  dampak pada penerimaan negara dan juga berimbas pada masalah sosial.

"Jadi memang tidak ada pilihan lain, mau tidak mau jika smelter tidak siap ya keran ekspor masih dibuka," tandasnya. 

Baca Juga: MIND ID Ungkap Pemanfaatan Energi Terbarukan Capai 5.068 GWh Sepanjang 2023

Selanjutnya: Ketegangan Geopolitik Timur Tengah Jadi Pertimbangan BI dalam Memangkas BI Rate

Menarik Dibaca: 10 Fitur Android 15 yang Bisa Deteksi Pencurian hingga Koneksi Kesehatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati