Menteri Israel Serukan Penghapusan Bulan Ramadhan, Picu Kontroversi



KONTAN.CO.ID - JERUSALEM. Seorang menteri sayap kanan Israel menyerukan agar bulan Ramadhan dihapuskan.

Melansir The New Arab, Amihai Eliyahu, Menteri Warisan Budaya Israel, juga mengatakan bahwa potensi ketegangan selama bulan suci Ramadhan di wilayah yang hancur dan Tepi Barat yang diduduki harus diabaikan. 

Hal tersebut terungkap dalam sebuah wawancara pada hari Jumat dengan Radio Tentara Israel.


“Apa yang namanya bulan Ramadhan harus dihilangkan, dan ketakutan kita terhadap bulan ini juga harus dihilangkan,” ujarnya.

Eliyahu adalah anggota partai ekstremis sayap kanan Otzma Yehudit (Kekuatan Yahudi), yang digambarkan sebagai partai fasis dan anti-Arab. 

Partai tersebut dipimpin oleh Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Nasional ekstremis yang menyerukan pengusiran warga Palestina dari Gaza dan pembangunan pemukiman ilegal Israel di wilayah tersebut serta penembakan terhadap perempuan dan anak-anak Palestina, seiring dengan terus berlanjutnya serangan militer Israel yang mematikan.

Eliyahu, yang menjabat Menteri Warisan Budaya sejak tahun 2022, juga melontarkan pernyataan kekerasan serupa di tengah kampanye militer Israel di Gaza. 

Pada bulan November, politisi ekstremis tersebut mengatakan bahwa menggunakan senjata nuklir adalah sebuah pilihan bagi tentara Israel, dan mengklaim bahwa Gaza tidak memiliki hak untuk hidup.

Baca Juga: Pasukan Hamas Diduga Lakukan Kekerasan Seksual Saat Menyerang Israel Oktober Lalu

Komentar menteri tersebut dikecam oleh Council on Muslim-American Relations (CAIR), yang mendesak Presiden AS Joe Biden untuk mengutuk kata-katanya.

Wakil Direktur Eksekutif CAIR Edward Ahmed Mitchel mengatakan: "Sekali lagi, seorang pejabat pemerintah Israel secara terbuka membuat pernyataan genosida yang tidak dikutuk oleh pemerintahan Biden. Cukup sudah."

“Pemerintah Israel terus berteriak kepada semua orang yang mau mendengarkan bahwa mereka mengobarkan perang terhadap seluruh penduduk Palestina, serta simbol-simbol budaya mereka, mulai dari gereja, masjid, hingga Ramadhan itu sendiri,” tambahnya. 

Pernyataan Eliyahu muncul ketika Israel telah menyatakan kekhawatiran akan meningkatnya ketegangan di Tepi Barat dan Gaza selama Ramadhan sebagai akibat dari perang yang sedang berlangsung, serta pembatasan Israel terhadap akses Masjid Al-Aqsa yang akan diberlakukan selama musim Ramadhan, yang akan dimulai sekitar 10 Maret 2024.

Masjid ini adalah situs tersuci ketiga umat Islam, dan biasanya menarik ratusan ribu jamaah terutama selama bulan Ramadhan.

Baik Biden maupun Otoritas Palestina telah menyatakan “harapan” bahwa kesepakatan gencatan senjata akan tercapai sebelum Ramadhan dimulai akhir bulan ini, meskipun kesepakatan tersebut belum tercapai.

Baca Juga: Puluhan Kendaraan Militer Israel Menyerbu Kota Ramallah, Tepi Barat

Negosiasi antara Israel dan Hamas telah berlangsung melalui mediator mengenai kemungkinan gencatan senjata di Gaza, dengan tujuan menghentikan kekerasan pada saat Ramadhan.

Mengutip Anadolu Agency, media Israel mengatakan bahwa pemerintah Amerika menekan Tel Aviv untuk mencapai kesepakatan dengan Hamas mengenai pertukaran sandera dan gencatan senjata di Gaza sebelum Ramadhan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Kamis bahwa terlalu dini untuk mengatakan Tel Aviv telah mencapai kesepakatan mengenai pertukaran tahanan dengan Hamas.

Ketika pembicaraan mengenai kesepakatan pembebasan sandera berlanjut dengan mediasi dari AS, Qatar dan Mesir, Presiden AS Joe Biden mengatakan pada hari Senin bahwa Israel akan menghentikan perangnya melawan Gaza selama bulan suci Ramadhan jika kesepakatan tercapai.

Kelompok Hamas Palestina, yang diyakini menyandera lebih dari 130 warga Israel, menuntut diakhirinya serangan Israel di Gaza sebagai imbalan atas kesepakatan penyanderaan.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie