JAKARTA. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengingatkan potensi ledakan masyarakat yang melakukan urbanisasi setiap tahunnya harus diimbangi dengan infrastruktur dan tata kelola yang baik. "Ledakan urbanisasi bisa berdampak buruk, 50% setiap tahunnya melakukan perpindahan ke kota, namun jangan sampai menambah kemiskinan yang tinggal di kota," kata Basuki Hadimuljono ketika membuka acara "Asia Pasific Urban Forum" (APUF) yang keenam di Jakarta, Senin (19/10). Ia juga menjelaskan, rutinitas kegiatan perekonomian di kota telah menyumbangkan sebanyak sekitar 80% PDB dalam konteks urbanisasi global, namun permasalahan kemiskinan tetap menjadi masalah besar.
"Infrastruktur, dan tata kelola kota yang baik harus diimbangi untuk mengikuti pertumbuhan masyarakat setiap tahunnya, termasuk kelestarian lingkungan serta keseimbangannya, masalah banjir juga lingkungan masih menjadi perhatian di kawasan kota Asia Pasifik," ujar Basuki. Jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarakan "2014 Revision of World Urbanization Prospects" yang dikeluarkan oleh Perserikan Bangsa-Bangsa, sebanyak 54% penduduk tinggal di perkotaan. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi 66% di tahun 2050. Di wilayah Asia Pasifik, jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan tercatat sebanyak 750 juta jiwa pada tahun 2010. Guna mewujudkan kota yang layak huni dan berkelanjutan, maka "kontinuitas" inklusif memerlukan keterlibatan semua aktor pembangunan perkotaan. Masalah perkotaan sudah menjadi agenda seluruh pemangku kepentingan di dunia. Untuk membahas tersebut maka pemerintah Indonesia perlu mendukung forum yang membahas agenda perkotaan (APUF-6). Indonesia menjadi tuan rumah dalam agenda "New Urban Agenda" atau Agenda Baru Perkotaan yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) pada 19-21 Oktober 2015. APUF-6 akan mengusung tema "Pembangunan Kota yang Berkelanjutan di Kawasan Asia Pasifik: Menuju Agenda Baru Perkotaan". Acara ini merupakan pertemuan awal para pemangku kepentingan menjelang penyelenggaraan konferensi Habitat III yang akan diselenggarakan di Quito, Ekuador Oktober 2016. Ada juga Konferensi Habitat yang merupakan sidang setiap 20 tahun sekali. Konferensi ini sudah dilakasanakan dua kali, yakni Habitat I di Kanada tahun 1976 dan Habitat II di Istanbul tahun 1996. Sedangkan, Habitat III merupakan sidang tingkat tinggi PBB yang pertama dilakukan setelah sidang kesepakatan Agenda Pembangunan Pasca-2015.
Sidang ini akan menguatkan kembali kemitraan strategis para pemimpin negara dalam pembahasan agenda perkotaan. Hasil pembicaraan di forum tersebut akan di bawa pada Sidang Habitat III di Ekuador. Indonesia bersama Uni Emirat Arab terpilih sebagai anggota Biro Komite Persiapan Habitat III di wialayah Asia Pasifik pada 21-22 Oktober 2015, serta menjadi tuan rumah pertemuan komite persiapan ketiga Habitat III pada bulan Juli 2016 di Surabaya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri