KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koperasi dan UKM menegaskan bahwa Tiktok Shop hingga saat ini masih melanggar aturan di Indonesia. Menurutnya, ada celah aturan yang dimanfaatkan Tiktok sehingga saat ini masih tetap melakukan transaksi di platform media sosialnya. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah mengatur bahwa bahwa platform media sosial tidak boleh disatukan dengan e-commerce. Kalau ingin tetap berjualan maka harus punya badan hukum sendiri, Sejak aturan itu diterbitkan, Tiktok kemudian berinvestasi di Tokopedia. Sehingga Kementerian Perdagangan memberikan waktu kepada Tiktok melakukan transisi untuk memindahkan dan mengintegrasikan sistem Tiktok Shop ke Tokopedia.
Menurut Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, Tiktok hingga saat ini belum melakukan transisi itu. Kata dia, hal itu terbukti dari transaksi di Tokopedia yang belum menunjukkan peningkatan signifikan. Ia mengaku mendapatkan banyak laporan dan sekaligus membuktikan sendiri saat bertransaksi di Tiktok Shop bahwa transaksinya tetap masih lewat plattform itu, bukan lewat Tokopedia. “Saat ini transaksinya masih sama, Tiktok masih melanggar aturan dan belum ada komitmennya memperbaiki. Sebelumnya, Mendag menganggap bahwa Tiktok ini ini perlu dikasih masa transisi, cuma repotnya Permendag 31 tidak mengatur mengenai berada lama masa transisi. Saya tidak melihat adanya transisi itu, apa mungkin transisinya setelah Pilpres,” tutur Teten keterangan virtualnya, Rabu (7/3).
Baca Juga: Pelanggaran TikTok Belum Ditindak Tegas, Menteri Teten Nilai Ada Kepentingan Politik Teten menyebutkan pernyataan bahwa Tiktok belum memenuhi aturan yang berlaku bukan dari penilaiannya sendiri. Ia bilang, hal itu sudah dibahas secara teknis di tingkat direktorat jenderal antar kementerian. Semua sepakat menganggap bahwa Tiktok sangat jelas masih melanggar aturan. Menurut Teten, Tiktok memang sengaja tidak melakukan transisi itu. Karena sebelum Permendag 31 tahun 2023 itu dirilis, Tiktok sudah dua tahun melanggar Permendag No 50 tahun 2020 yang isinya menyebut bahwa tidak boleh ada platform berjualan sebelum memiliki badan hukum sendiri. Sementara Tiktok Shop tidak punya badan hukum di Indonesia, tapi hanya punya kantor perwakilan. Teten menegaskan bahwa investasi Tiktok di Tokopedia adalah kasus yang berbeda. “Dia investasi di Tokopedia tidak jadi masalah. Saat ini kita mengganggap ini ada dua peristiwa. Satu Tiktok berinvestasi di Tokopedia, satu lagi Tiktok jualan dan melanggar Permendag 31. Kalau dalam hal ini Tokopedia tidak melanggar apa-apa,” ujarnya. Jika Tiktok tidak menunjukkan komitmen perbaikan dan masih tetap melanggar, kata Teten, maka platform tersebut harus dikasih sanksi, yakni memberhentikan usaha Tiktok shop tersebut. Teten mengatakan, pemerintah sepakat bahwa media sosial sangat mendesak untuk diatur saat ini . Jangan sampai Indonesia terlanjur dikuasai atau dijajah oleh platform global. Mika pengaturan terlambat maka ekonomi Indonesia yang juga ditopang oleh UMKM bisa terganggu.
Baca Juga: E-Commerce Siap Manfaatkan Momentum Ramadan untuk Kerek Transaksi “Presiden telah menghimbau menteri terkait agar jangan terlambat mengatur ini dan menekannya ada tiga hal yang harus dilindungi, yakni industri dalam negeri, UMKM dan konsumen. Tapi untuk mengatur kebijakan digital waktunya sudah mepet dan itu membutuhkan proses untuk membuat badan baru dan lain-lain. Maka saya usulkan yang paling cepat untuk meredam ini adalah merevisi Permnedag. Itu sudah dilakukan, hanya saja masalahnya saya tidak melihat adanya transisi oleh Tiktok,” jelas Teten. Sebelum mengusulkan revisi Permendag itu, kata Teten, Kemenkop UKM telah mempelajari Proyek S yang dijalankan Tiktok di Inggris. Dari situ ditemukan bahwa Generative artificial intelligence (AI) canggih dan bisa mengubah orang yang tadinya mencari hiburan di media sosial jadi berbelanja. Hal itu dinilai sangat berbahaya karena ada sebanyak 123 juta orang Indonesia yang masuk ke Tiktok. Sedangkan pengguna platform e-commerce jauh di bawah itu. “Dengan menyatukan media sosial dan transaksi belanja menyebabkan terjadinya monopoli. Maka pemerintah melihat perlu diatur agar investor lama tidak dibunuh oleh investor baru. Kalau itu dibiarkan nanti bisnis di Indonesia tidak berkelanjutan,” lanjut Teten. Pengaturan media sosial Indonesia saat ini masih kalah dari China, negara asal Tiktok. Pemerintah China sangat membatasi dan tidak memperbolehkan dominasi sebuah platform. Salah satu caranya adalah dengan tidak memperbolehkan platform menjual barang di bawah harga pasar. Teten bilang, kunci platform digital global selama ini menguasai pasar memang menggunakan pemberian diskon besar-besar.
“Pemerintah China sudah pengalaman bagaimana industri digital ekonomi mengatur negaranya setelah Jackma sedikit mengejek para pejabat sektor keuangan di negara itu. Jadi, yang datang ke Indonesia adalah para kapitalis ekonomi China,” pungkas Teten. Sementara itu, manajemen PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) sebelumnya menyebut bahwa progres migrasi sistem Tiktok Shop ke Tokopedia sudah berjalan 75% dan sisanya sebesar 25% tengah dikerjakan. "Saat ini, proses belanja, pembayaran hingga check out transaksi telah terpisah dari back end TikTok dan terjadi di sistem back end Tokopedia. Harapan kami, proses ini akan selesai paling lambat dalam waktu 1,5 bulan mendatang," ungkap Direktur Hubungan Eksternal GoTo Nila Marita, Rabu (28/2). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk