KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki menekankan pentingnya perlindungan terhadap ekonomi domestik termasuk bagi para pelaku UMKM. Dimana salah satunya melalui keberpihakan regulasi di bidang transformasi digital termasuk kebijakan investasi, kebijakan perdagangan, dan kebijakan persaingan usaha. Hal tersebut berkaca dari Pasar Tanah Abang yang menjadi pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara yang kini sepi pengunjung.
Di era digital, pasar yang telah ada sejak tahun 1735 ini, para pedagangnya, mengalami tantangan berat dalam hal perubahan perilaku pasar dari offline ke online dan serbuan produk asing.
Baca Juga: Pedagang Tanah Abang Sepi Pembeli, Harga Kalah Saing di Platform Digital "Bukan masalahnya offline kalah sama di online. Karena mereka juga sudah mencoba menjual di online. Tapi saya berkesimpulan produk (harga) yang dijual oleh mereka tidak bisa bersaing," kata Teten di Pasar Tanah Abang Jakarta Pusat, Selasa (19/9). Ia menambahkan, transformasi digital yang berkembang harus dinavigasi sehingga disrupsi dapat terjadi dengan lebih moderat dan tidak tumbuh secara liar. Sejak berlaku efektif pada 25 Agustus 2023, Uni Eropa misalnya telah menerbitkan regulasi khusus terkait layanan digital, demikian juga India, China, dan AS yang merilis kebijakan serupa. Dalam konteks Indonesia, Ia mengatakan, digitalisasi mendatangkan dampak yang besar, baik negatif maupun positif. Jika tidak ditopang dengan regulasi yang baik, maka digitalisasi akan menjadi ancaman bagi pelaku ekonomi domestik. Teten mengatakan, omzet para pedagang di Tanah Abang rata-rata turun lebih dari 50%. Meskipun mereka juga sudah melakukan transformasi dalam berjualan dengan memasarkan produknya secara online.
Baca Juga: Pedagang Sektor Tekstil Turun Omzet Dihadapkan Gempuran Produk Luar Negeri yang Murah Namun hal tersebut tetap saja sulit bagi sebagian besar mereka untuk bisa meningkatkan kembali omzet usahanya. “Kami sudah melakukan diskusi pasar, mereka mengalami penurunan penjualan. Meskipun pada waktu tertentu ada peningkatan tetapi bisa dipastikan ini dampaknya bisa permanen,” kata Teten. Teten mengatakan, yang perlu diatur adalah mengenai arus barang masuk dan memastikan barang-barang yang masuk ke Indonesia ini ilegal atau tidak. “Lalu mencari jawaban, apakah kita yang terlalu rendah menetapkan tarif biaya masuk, atau apa terlalu longgar aturannya yang berlaku untuk setiap produk yang masuk,” ujarnya. Maka, pihaknya akan melihat kembali perlunya pengaturan untuk platform digital baik yang di tingkat domestik atau yang berasal dari luar negeri. “Perlu diatur apakah barang yang dijual sudah disertai dokumen yang legal atau tidak. Seperti SNI, izin halalnya, atau izin lainnya. Sehingga kita bisa mencegah penjualan produk online yang berpotensi memukul produk dalam negeri,” imbuhnya.
Baca Juga: Sidak Pasar Tanah Abang, Teten Ungkap Penjualan Pedagang Turun Hingga 50% Teten mengamati, sampai saat ini pedagang UMKM yang berjualan secara online sebagian besar merupakan seller produk impor atau mereka tidak memiliki produk sendiri. Dimana 56% e-commerce kini dikuasai oleh pelaku asing. Oleh karena itu, Teten menekankan pentingnya untuk memproteksi atau melindungi ekonomi domestik agar pasar digital Indonesia yang potensinya sangat besar tidak dikuasai oleh asing. Salah satu langkah yang mendesak saat ini yakni merealisasikan kebijakan transformasi digital dari sisi investasi, perdagangan, maupun persaingan usaha. Data menunjukkan, pertumbuhan pasar perdagangan elekronik cukup pesat. Diketahui saat ini tengah dilakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Teten mengatakan saat ini revisi aturan tersebut sudah sampai di Istana. "Udah di Istana, sebentar lagi. Tahapnya harmonisasi di Kumham, harmonisasi selesai tanggal 9 September, kemudian dikirim kembali ke Kemendag dan dari Kemendag ke Seskab dan sekarang dalam pembahasan di istana," kata Teten.
Baca Juga: Beleid Socio-Commerce Tunggu Restu Presiden Menurut data Bank Indonesia nilai transaksi perdagangan elektronik di Indonesia pada 2022 mencapai Rp 476 triliun. Volume transaksi tercatat 3,49 miliar kali. Nilai transaksi perdagangan elektronik pada 2022 lebih tinggi 18,8% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 401 triliun. Maka, harus dipastikan agar digitalisasi bisa memberikan manfaat bagi masyarakat terutama pelaku UMKM.
Pasar belanja online Indonesia ditekankan harus memberikan kesejahteraan bagi para pelaku usaha lokal, bukan produsen dari negara lain. Belum lagi, program pemerintah untuk mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia akan terganggu bila barang-barang dari luar masuk begitu mudahnya. Juliarti, salah satu pemilik usaha toko baju wanita di Tanah Abang mengaku, pendapatannya menurun hingga 50% sejak musim Lebaran 2023 hingga saat ini. Bahkan ia telah mencoba berjualan online namun tetap saja sepi pembeli. “Jualan online dan offline sama-sama sepi, bahkan menurun secara drastis. Pendapatan terus berkurang, tetapi harga sewa terus naik. Saya pun pernah ambil bahan baku sampai utang,” kata Juliarti. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto