Menuai Berkah dari Pedang Samurai



JAKARTA. Bisnis pedang samurai di Indonesia sungguh menjanjikan. Lihat saja, banyak kolektor barang antik yang memburu pedang samurai atau pedang peninggalan zaman perang dunia II ini. Apalagi kalau melihat harganya. Pasti membuat kita geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, harganya bisa mencapai belasan juta hingga miliaran rupiah.

Banyak orang mengira, samurai adalah sebutan untuk pedang panjang peninggalan bangsa Jepang. Padahal, samurai sebenarnya adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Konon, kata samurai sendiri berasal dari kata kerja “samorau” asal bahasa Jepang kuno yang berubah menjadi “saburau” yang berarti melayani. Namun kemudian kata ini berubah lagi menjadi samurai yang berarti pelayan.

Menurut Ketua Umum dan Ketua Dewan Guru Samurai Indonesia Kenji Sekiguchi, sebenarnya samurai dapat diartikan sebagai pedang sabuk. "Kalau di sebut pedang samurai, pedang itu tidak termasuk dalam kategori manapun dari pedang samurai yang benar-benar pedang samurai dari Jepang," kata Kenji.


Nah, berhubung orang Indonesia sangat awam terhadap jenis dan nama-nama pedang samurai, maka banyak yang tidak tahu bahwa pedang yang banyak dijual itu bukan pedang samurai asli Jepang. Kenji menjelaskan, sebenarnya, pedang-pedang yang banyak diperdagangkan sekarang ini adalah pedang bekas perang dunia kedua dimana pedang pedang itu diproduksi secara masal oleh pemerintah Jepang. "Di Jepang sendiri, pedang itu tidak ada harganya," katanya.

Bisa Dapat Untung Selangit

Para pelaku bisnis pedang samurai acap kali mendapatkan keuntungan yang berlipat-lipat. Sukmono Dewo, seorang penjual barang antik dari Tuban, Jawa Timur, mengakui hal itu. "Saya pernah menjual lima pedang dengan harga rata rata  Rp 15 sampai Rp 25 juta," cerita Sukmono Dewo. Bahkan saat ini, ia punya dua pedang lagi yang siap dilepas seharga Rp 10 juta dan 15 juta.

Sukmono lantas bercerita, biasanya, ia bisa mendapatkan pedang-pedang bekas peninggalan zaman Jepang itu dari desa-desa terpencil di Jawa Tengah. "Di sana, masih banyak warga yang menyimpan samurai warisan nenek moyangnya," katanya. Harga rata- rata pedang ia beli dengan kisaran harga Rp 2 juta sampai Rp 7 juta.

Nah, Tatang, penjual pedang antik dari Jogjakarta punya cerita berbeda. Ia berani mengklaim, sebilah pedang samurai yang dimilikinya sebagai pedang asli. Tidak tanggung-tanggung, ia pun membanderol pedangnya itu dengan harga Rp 40 miliar. "Dulu sudah ada yang menawar Rp 20 miliar," katanya. Ia bilang, pedangnya memiliki semua klasifikasi pedang yang dicari kolektor. Klasifikasi itu meliputi bersarung kedap udara, memiliki gambar bunga sakura dan bisa memutuskan paku.

Salah seorang pemilik pedang lainnya peninggalan zaman Jepang warisan keluarga adalah Wishnu Rahendra Chiyomori. “Ini peninggalan kakek saya yang memang prajurit zaman Jepang,” ungkapnya. Setelah berkonsultasi dengan pihak keluarga lain, Wishnu memang berniat menjual pedang itu. “Kami akan lepas pada harga Rp 7 miliar,” katanya. Sebelumnya, cerita Wishnu,  memang sempat ada pembeli dari Kanada yang menawar di harga Rp 2 miliar. Namun, ia tak mau melepasnya. "Kebanyakan memang kolektor asing yang berminat," jelasnya.

Umumnya, jual beli pedang ini memang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau di black market. Sebab, pedang asli dan berasal dari zaman Jepang, banyak diminta kembali oleh pemerintah Jepang. Wishnu bilang, pedang miliknya memang termasuk dalam 100 pedang yang dicari oleh pemerintah Jepang."Karena hanya dibuat secara terbatas," kata Wishnu. Kata kakeknya dulu, dari 100 pedang itu, hanya ada tiga pedang di Indonesia. Salah satunya ada di Cirebon. "Bedanya yang saya ada gambar bunga sakuranya di bilah pedangnya, sementara pedang satunya bergambar gunung Fuji," jelas Wishnu.

Gambar tersebut mendeskripsikan siapa pemegang pedang. Misalnya saja, pedang bergambar bintang, dulunya dipakai oleh seorang Jenderal. Sementara bunga sakura dipakai oleh perwira menengah. Hah, pedang bergambar gunung Fuji dipakai oleh perwira menengah ke bawah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie