KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia perlu mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 7% jika ingin terlepas dari jebakan negara berpendapatan menengah atau
middle income trap. Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menilai, salah satu kunci penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi ialah menggenjot kinerja investasi. Namun, investasi yang dimaksud tak hanya soal besaran nilai tetapi juga kualitas dari investasi itu sendiri. "Investasi kalau
multiplier effectnya besar kan dampaknya lebih besar ke pertumbuhan ekonomi. Jadi yang harus dilihat itu dari sisi kualitas. Di sektor mana sih yang jadi
main driver-nya," kata Faisal kepada Kontan, Rabu (7/8).
Faisal berpendapat bahwa investasi di Indonesia terbagi menjadi dua hal, yakni investasi pemerintah dan swasta. Ia menyampaikan, kedua investasi tersebut perlu diarahkan ke sektor yang memiliki daya ungkit paling besar, salah satunya industri manufaktur yang padat modal dan padat karya. "Biasanya negara Asia Timur itu lebih fokus kepada industri manufaktur
high tech dan
high added value karena dia punya daya nilai yang lebih besar, sehingga daya dorong pertumbuhan ekonominya secara nilai nominal itu menjadi lebih besar juga," ucapnya. Baca Juga:
Bank Dunia Beberkan Resep Terhindar dari Middle Income Trap Selain itu, dirinya melihat bahwa pemerataan ekonomi juga penting untuk diperhatikan pada lapisan kelas menengah ke bawah. "Artinya aspek distribusi dari pertumbuhan ekonomi dan kualitas investasi menjadi hal yang penting. Oleh karena itu, bukan hanya (bicara) soal besaran besaran investasi tapi juga seberapa besar efek ganda yang diciptakan dari investasi tersebut," tutupnya. Diberitakan sebelumnya, menurut laporan Bank Dunia bertajuk
World Development Report 2024: The Middle Income Trap, Bank Dunia mengurai cara negara berkembang bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah yakni melalui strategi 3i. Fase 1i adalah investasi. Negara-negara berpendapatan rendah perlu fokus pada peningkatan investasi publik dan swasta untuk membangun fondasi ekonomi yang kuat. Namun, ketika mereka mencapai status berpendapatan menengah ke bawah, mereka perlu mengubah arah dan memperluas campuran kebijakan ke fase selanjutnya. Fase 2i adalah investasi dan infusi. Fase ini terdiri dari adopsi teknologi dari luar negeri dan menyebarkannya ke seluruh perekonomian. Fase 3i adalah investasi, infusi, dan inovasi. Pada tingkat berpendapatan menengah ke atas, negara-negara harus mengubah arah lagi ke fase yang terakhir. Mereka tidak diperbolehkan lagi mengadopsi ide teknologi dalam kegiatan produksi perekonomiannya, tapi harus mencapai ke tahap inovasi. Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill memprediksi bahwa Indonesia setidaknya membutuhkan waktu 70 tahun untuk bisa mencapai pendapatan per kapita setara negara maju.
Baca Juga: Posisi Cadangan Devisa Juli 2024 Meningkat menjadi US$ 145,4 Miliar "Pada tren saat ini, China akan membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun hanya untuk mencapai seperempat pendapatan per kapita Amerika Serikat, Indonesia hampir 70 tahun, dan India 75 tahun," tulis Gill dalam laporan tersebut, dikutip Rabu (7/8). Bank Dunia menilai ada sejumlah faktor yang membuat negara-negara berpendapatan menengah terjebak dalam stagnasi ekonomi, mulai dari penuaan populasi, peningkatan proteksionisme, serta kebutuhan transisi energi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari