JAKARTA. Ke mana rupiah akan bergerak pekan ini? Pertanyaan semacam itu pasti menghantui para pebisnis. Maklumlah, banyak yang terpana ketika melihat rupiah amblas akhir pekan lalu.Pada penutupan pasar internasional di Jumat (10/10) pekan lalu, kurs rupiah terhadap dolar menurut data Bloomberg sebesar Rp 10.253 per US$. Di pasar lokal, rupiah ditutup pada angka 9.865 per US$.Jika melihat perdagangan di pasar forward, memang ada kecenderungan rupiah masih melemah. Mengutip Bloomberg, kurs rupiah yang jatuh tempo 14 Oktober adalah Rp 10.235 per US$. Sementara kurs rupiah di awal tahun depan adalah Rp 10.388.
Namun jangan terburu panik dengan kemerosotan rupiah. Sejatinya, hampir seluruh mata uang Asia saat ini tengah merosot drastis dibandingkan dolar Paman Sam. "Mata uang Asia lain, seperti won Korea Selatan atau rupee India mengalami tekanan yang jauh lebih berat," ujar Kepala Treasury Bank NISP Suriyanto Chang, kemarin. Nilai won terhadap dolar AS menyusut 23% dalam tiga bulan terakhir. Sedangkan rupee merosot 11,5% terhadap dolar AS dalam periode yang sama. Sedangkan penurunan rupiah terhadap dolar AS dalam tiga bulan terakhir juga masih berkisar 11,96%. (Lihat juga infografis) "Penurunan ini merupakan perkembangan dunia dan regional," ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda Swaray Goeltom, Ahad( 12/10). Miranda berjanji BI tak akan berpangku tangan melihat rupiah terus amblas. Bank sentral bersama Pemerintah bakal meluncurkan strategi baru untuk memperkuat otot rupiah pekan depan. "Tunggu saja besok," katanya. Jurus yang telah digunakan oleh bank sentral selama ini adalah mengerek bunga tinggi. Iming-iming bunga ini bertujuan untuk menahan dana asing jangka pendek, yang populer disebut hot money. Gubernur BI Boediono pekan lalu menegaskan, BI bakal mempertahankan BI rate yang menjadi acuan sebesar 9,5%. Bunga tinggi itu tentu sia-sia kalau inflasi melaju tanpa rem. "Kami akan mengarahkan kebijakan moneter untuk menahan laju inflasi dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi," ujar Boediono di Washington DC, AS, seperti dikutip Bloomberg. Perketat pasar Tentu banyak dari kita yang akan bertanya apakah strategi BI, mulai dari bunga tinggi, intervensi ataupun kebijakan yang baru muncul pekan depan bisa menahan rupiah? Namun kebanyakan pelaku pasar keuangan melemparkan jawaban optimistis.