Menurunnya Biaya Provisi Jadi Pendongkrak Pertumbuhan Laba Bank



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak melulu mengandalkan pendapatan bunga, sumber laba perbankan bisa berasal dari menurunnya biaya provisi. Terlebih, di saat suku bunga yang tinggi membuat bank tak bisa memperoleh pendapatan bunga yang tinggi.

Berdasarkan laporan bulanan per Agustus 2024, ada bank yang mampu mencetak laba tatkala pendapatan bunga bersihnya terkoreksi. Di mana, biaya provisi yang menurun jadi pendongkraknya.

Ambil contoh, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang pada delapan bulan berjalan di 2024 mampu mencetak laba tahun berjalan senilai Rp 14,22 triliun atau naik 4,25% YoY. Padahal, pendapatan bunga bersih bank terkoreksi 6,82% YoY menjadi Rp 25,56 triliun.


Sementara itu, salah satu bank pelat merah ini mampu menurunkan beban impairment atau pencadangan di periode yang sama. Di mana, pada pos tersebut, BNI mencatatkan ada penurunan 26,78% YoY menjadi Rp 4,51 triliun.

Baca Juga: Bank Raya Dirikan Agen Laku Pandai dan Perluas Akses Tarik Tunai Tanpa Kartu

Direktur Utama Royke Tumilaar bilang biaya pencadangan dibentuk sesuai kebutuhan berdasarkan proyeksi kualitas aset ke depannya. Saat ini, dirinya bersama manajemen lainnya memiliki tingkat keyakinan tinggi bahwa kualitas asset akan membaik.

Selain itu, ia melihat rasio pencadangan saat ini ada di level yang lebih dari cukup, sehingga trend perbaikan kualitas aset otomatis berdampak perlunya penurunan rasio pencadangan. 

“Kami masih menargetkan rasio pencadangan tetap di atas periode sebelum pandemi, agar tetap konservatif,” ujarn Royke kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, ia melihat penurunan suku bunga acuan akan kembali berdampak positif pada pendapatan bunga yang diraih oleh bank berlogo 46 ini. Terlebih, NIM bulan Agustus 2024 secara month to date mencapai 4.4%.

”NIM kita sudah jauh di atas rata rata bulanan semester 1 yang hanya 4.0%,” tambah Royke.

Ada juga PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang juga mencatat ada penurunan biaya provisi pada periode yang sama. Hanya saja, bank swasta terbesar di Indonesia ini masih mampu meningkatkan pendapatan bunga bersih pada Agustus 2024.

Sebagai gambaran, beban kerugian penurunan nilai aset keuangan atau provisi BCA tercatat menurun sebesar 25% yoy menjadi Rp 1,29 triliun per Agustus 2024, dibandingkan Rp 1,72 triliun pada periode sebelumnya.

Sementara itu, pendapatan bunga bersih BCA naik 8,78% yoy menjadi Rp 50,55 triliun per Agustus 2024. Alhasil, BCA mampu membukukan laba tahun berjalan senilai Rp 35,99 triliun atau naik 13,5% YoY.

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn bilang pihaknya selalu menerapkan prinsip kehati-hatian di setiap aspek operasional perusahaan agar sejalan dengan profil risiko yang telah ditetapkan oleh manajemen. Dengan demikian, kualitas aset tetap terjaga dengan cadangan aset keuangan yang memadai.

“BCA berkomitmen untuk menjaga CKPN pada level yang solid,” ujarnya.

Ia menilai BCA telah membangun CKPN secara pruden. Hal tersebut terefleksi pada rasio NPL coverage sebesar 190,2% dan LAR coverage sebesar 71,2% pada semester I-2024. 

Alhasil, meskipun terjadi penurunan biaya provisi, BCA terus menerapkan disiplin manajemen risiko dalam penyaluran kredit. Dengan harapan, kualitas kredit di BCA juga tetap terjaga.

Meski demikian, penurunan biaya provisi tak melulu bisa mendongkrak kinerja laba bank. Ada saja bank yang sudah cukup efisien dalam hal pencadangan namun tetap mengalami koreksi laba akibat beban bunga yang terlalu tinggi.

Contohnya, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang semakin efisien dalam menurunkan biaya provisi cukup dalam hingga 49,09% YoY menjadi Rp 1,31 triliun. Sayangnya, laba BTN tetap terkoreksi sekitar 10% YoY menjadi Rp 1,81 triliun.

Tentu, biang keroknya adalah pendapatan bunga bersih yang ambles 11,01% YoY menjadi Rp 7,87 triliun pada Agustus 2024. Di mana, beban bunga bank membengkak 27% YoY dari Rp 9,44 triliun menjadi Rp 11,99 triliun per Agustus 2024.

Direktur Manajemen Risiko BTN Setiyo Wibowo mengakui bahwa saat profitabilitas mengalami tekanan, tentu ada efisiensi-efisiensi dari segi beban biaya. Salah satunya adalah dengan menurunkan alokasi pencadangan yang turun.

”Namanya juga pencadangan, umumnya pada saat sulit bisa digunakan,” ujar Setiyo.

Meski demikian, ini bukan berarti BTN menurunkan rasio pencadangan yang dimiliki, tetapi karena kualitas kredit yang juga membaik. Saat ini, rasio pencadangan yang dimiliki BTN saat ini masih di kisaran 140%.

”Pelan-pelan kita naikkan lagi mendekati 150%,” tandasnya.

Baca Juga: Ini yang Membuat Dompet Digital Diindikasikan Jadi Sarana Aktivitas Judi Online

Selanjutnya: AAJI: Implentasi KRIS Buka Peluang Perusahaan Asuransi Kembangkan Produk Kesehatan

Menarik Dibaca: Kumpulan Ucapan Hari Jantung Sedunia 2024 untuk Menjaga Kesehatan Jantung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati