KLATEN. Hobi memelihara burung hias dan burung kicau biasanya banyak diminati para pria. Keindahan suara dan bulu burung menjadikan hewan ini disukai bahkan tidak jarang suara mereka diperlombakan. Ini mendatangkan rezeki tidak hanya untuk peternak burung dan penyedia pakan, tapi juga perajin sangkar burung. Sebab, sangkar burung menjadi benda wajib untuk dimiliki pehobi burung. Semakin banyak koleksi burung yang dimiliki, semakin banyak pula sangkar yang harus disiapkan. Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah tepatnya di Kecamatan Juwiring, Desa Juwiran terdapat sentra pembuatan sangkar burung yang sudah berdiri sejak tahun 1980-an.
Mayoritas peduduk desa ini memiliki profesi sebagai pembuat sangkar burung, meski ada juga sebagian yang menjadi petani. Saat KONTAN mengunjungi lokasi pembuatan sangkar burung ini, terlihat banyak pria dan wanita yang sibuk menyerut kayu. Ada juga yang menghaluskan kayu dan bambu. Bejo Tantowi, perajin sangkar burung dari bambu yang sudah menjalani profesi ini selama 15 tahun mengatakan, setiap selesai produksi semua sangkar-sangkar miliknya ludes terjual. Semakin hari sentra ini makin dilirik dan makin berkembang. Bejo bilang, di desa ini ada lebih dari 20 tempat pembuatan sangkar yang melibatkan lebih dari 30 perajin. Bejo bilang, awalnya dia bekerja sebagai perajin payung hias di desa sebelah. Kemudian, ada seorang teman yang mengajak untuk membuat sangkar karena sedang butuh banyak tenaga kerja. Akhirnya, Bejo meninggalkan pekerjaan sebagai perajin payung dan beralih menjadi perajin sangkar burung. Bejo tidak memiliki karyawan, semua sangkar burung dikerjakan sendiri. Sangkar-sangkarnya digunakan untuk burung kenari, burung perkutut, burung jalak, dan burung hias lainnya. Bejo biasanya membuat 10 sangkar sampaiĀ 20 sangkar per hari. Harganya bervariasi mulai dari Rp 40.000 hingga Rp 100.000 per unit. Biasanya yang paling laris adalah sangkar yang memiliki ukiran di badannya. Sangkar ini dihargai minimal Rp 50.000 per unit. Bejo mengaku bisa meraup omzet hingga Rp 20 juta per bulan.
Tidak jauh dari bengkel sangkar Bejo, ada juga usaha pembuatan sangkar milik Ahmadi Yono. Ahmad, panggilan akrabnya, sudah membuat sangkar sejak tahun 1996. Kebetulan, Ahmad memang hobi memelihara burung sejak remaja. Saat krisis moneter tahun 1998, dia pernah berhenti menjadi perajin sangkar burung selama 2 tahun karena kehabisan modal. Dia lantas beralih menjadi petani dan kembali menjadi perajin di tahun 2000. Ahmad dibantu oleh istri dan ayah mertuanya dalam proses produksi. Istrinya membantu menyerut bambu dan kayu jati, sedangkan dia dan ayah mertuanya membuat rangka dan memasang sangkar. Ahmad bisa menghasilkan 20 sangkar burung kecil dan 3 sangkar burung besar. Harga sangkar kecil dihargai Rp 20.000 per unit dan yang besar bisa sampai Rp 100.000 per unit. Dalam sebulan Ahmad bisa mengantongi omzet Rp 25 juta per bulan. (Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan