Umumnya, limbah industri menjadi masalah di masyarakat. Salah satunya adalah limbah kain batik dari perusahaan baik.Namun, di tangan Tintin Agustina, 30 tahun, kain potongan yang tidak berguna itu bisa menghasilkan uang. Usaha ini juga membuka lapangan pekerjaan baru. Perajin asal Bandung ini telah terjun ke bisnis kain perca sejak tahun 2009, dengan membuka usahanya di Bukitligar, Bandung, Jawa Barat. Di bawah bendera usaha Kraviti by Perca-Perca, ia memproduksi bed cover, tas, sarung bantal, tutup galon, taplak kulkas, dan sajadah berbahan dasar potongan kain batik sisa pabrik. Potongan kain-kain itu disambung satu per satu dengan dijahit manual. "Supaya menarik, sambungan jahitannya saya desain sehingga rapi," jelas wanita yang akrab disapa Tina ini. Berkat usahanya, ia bisa meraup omzet rata-rata Rp 20 juta-Rp 30 juta per bulan. Ia menyebut laba bersihnya lebih dari 10%. Produk buatannya dijual dengan harga bervariasi. Contohnya, bed cover yang dibanderol Rp 600.000 sampai Rp 1 juta. Adapun sarung bantal dan sarung kursi satu set Rp 400.000-Rp 600.000, dan taplak kulkas Rp 150.000 - Rp 200.000. Ia juga memproduksi aneka tas kulit yang dilapisi kain perca dengan harga mulai Rp 200.000-Rp 1 juta. Produk buatannya tergolong mahal karena dikerjakan manual. "Produk kami tidak dikerjakan massal. Makanya, setiap bentuk produk tidak ada yang persis sama, tergantung warna potongan kain yang disambung," jelasnya. Untuk mendapatkan pelanggan, Tina memasarkan produknya secara online, pameran, dan menitipkannya di SMESCO UKM Gallery di Jakarta. Selain di Bandung sendiri, pelanggannya juga ada yang dari Jakarta, Aceh dan Pontianak. Demi kelancaran produksi, Tina kini mempekerjakan 10 karyawan lepas. Adapun limbah kain batik didapatnya dari pabrik batik dari Yogyakarta.Pemain lain di bisnis ini adalah Muryati, pemilik usaha Indah Trampil di Jakarta. Memulai usaha sejak tahun 2000, ia memproduksi sarung bantal, taplak meja, bed cover, dan lainnya.Ia mengaku prospek bisnis ini cukup bagus karena tak mengenal tren dan musim. "Produknya bisa dijual dan dibuat kapan saja," jelasnya.Dengan modal kain perca seharga Rp 50.000 per kilogram, ia mencampurnya dengan kain baru untuk dibuat satu produk siap jual. "Kain perca itu saya beli dari sisa ekspor yang tidak terpakai," katanya. Rata-rata produknya dibanderol Rp 100.000-Rp 1 juta per buah. Dari usaha ini, ia meraup omzet Rp 20 juta, dengan laba 30%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menyambung perca batik jadi tambang uang
Umumnya, limbah industri menjadi masalah di masyarakat. Salah satunya adalah limbah kain batik dari perusahaan baik.Namun, di tangan Tintin Agustina, 30 tahun, kain potongan yang tidak berguna itu bisa menghasilkan uang. Usaha ini juga membuka lapangan pekerjaan baru. Perajin asal Bandung ini telah terjun ke bisnis kain perca sejak tahun 2009, dengan membuka usahanya di Bukitligar, Bandung, Jawa Barat. Di bawah bendera usaha Kraviti by Perca-Perca, ia memproduksi bed cover, tas, sarung bantal, tutup galon, taplak kulkas, dan sajadah berbahan dasar potongan kain batik sisa pabrik. Potongan kain-kain itu disambung satu per satu dengan dijahit manual. "Supaya menarik, sambungan jahitannya saya desain sehingga rapi," jelas wanita yang akrab disapa Tina ini. Berkat usahanya, ia bisa meraup omzet rata-rata Rp 20 juta-Rp 30 juta per bulan. Ia menyebut laba bersihnya lebih dari 10%. Produk buatannya dijual dengan harga bervariasi. Contohnya, bed cover yang dibanderol Rp 600.000 sampai Rp 1 juta. Adapun sarung bantal dan sarung kursi satu set Rp 400.000-Rp 600.000, dan taplak kulkas Rp 150.000 - Rp 200.000. Ia juga memproduksi aneka tas kulit yang dilapisi kain perca dengan harga mulai Rp 200.000-Rp 1 juta. Produk buatannya tergolong mahal karena dikerjakan manual. "Produk kami tidak dikerjakan massal. Makanya, setiap bentuk produk tidak ada yang persis sama, tergantung warna potongan kain yang disambung," jelasnya. Untuk mendapatkan pelanggan, Tina memasarkan produknya secara online, pameran, dan menitipkannya di SMESCO UKM Gallery di Jakarta. Selain di Bandung sendiri, pelanggannya juga ada yang dari Jakarta, Aceh dan Pontianak. Demi kelancaran produksi, Tina kini mempekerjakan 10 karyawan lepas. Adapun limbah kain batik didapatnya dari pabrik batik dari Yogyakarta.Pemain lain di bisnis ini adalah Muryati, pemilik usaha Indah Trampil di Jakarta. Memulai usaha sejak tahun 2000, ia memproduksi sarung bantal, taplak meja, bed cover, dan lainnya.Ia mengaku prospek bisnis ini cukup bagus karena tak mengenal tren dan musim. "Produknya bisa dijual dan dibuat kapan saja," jelasnya.Dengan modal kain perca seharga Rp 50.000 per kilogram, ia mencampurnya dengan kain baru untuk dibuat satu produk siap jual. "Kain perca itu saya beli dari sisa ekspor yang tidak terpakai," katanya. Rata-rata produknya dibanderol Rp 100.000-Rp 1 juta per buah. Dari usaha ini, ia meraup omzet Rp 20 juta, dengan laba 30%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News