KONTAN.CO.ID - Era
digital currency akan mengubah secara mendasar cara orang bertransaksi. Apabila selama ini
cryptocurrency dipandang sebagai wilayah para spekulator semata, perkembangan terbaru menunjukkan fungsi
cryptocurrency sebagai alat transaksi sudah tidak dapat dielakkan lagi. The Federal Reserve, adalah bank sentral di Amerika Serikat yang pertama kali mengumumkan rencana emisi
digital coin-nya sendiri. Di Universitas Stanford, Federal Reserve Governor Lael Brainard menyampaikan bahwa digitalisasi mata uang akan menciptakan manfaat yang besar dengan tingkat kenyamanan yang tinggi dan biaya yang jauh lebih rendah dari uang kartal dan giral.
If you cant kick them, join them. Pengumuman yang sama kemudian dikeluarkan oleh bank sentral dari berbagai negara, termasuk Bank Indonesia. Survei
Bank for International Settlement (BIS) menunjukkan semua bank sentral negara maju sedang menyiapkan uang digital versi mereka masing-masing (BIS Papers, Januari 2021). Paper yang berjudul:
Ready, steady, go? - Results of the third BIS survey on central bank digital currency ini secara gamblang mengungkap gerbang era baru uang digital sudah terbuka lebar. Peluncuran uang digital versi otoritas moneter tinggal menghitung hari.
Era baru penggunaan secara luas koin digital dan khususnya
stablecoin sebagai medium transaksi sudah tidak dapat dielakkan lagi. Potensi uang digital untuk menggantikan sistem pembayaran konvensional sangat besar karena efisiensi dan kemudahan transaksinya. Sistem finansial saat ini bergantung pada perantara yang dalam kasus pembayaran melalui kartu kredit memunculkan biaya sampai 3% per transaksi. Teknologi
blockchain memungkinkan pembayaran terjadi secara langsung antara pembeli dan penjual, memotong jalur sistem pembayaran yang ada dan menurunkan biaya transaksi.
Blockchain juga memungkinkan otomatisasi proses verifikasi transaksi dimana bank pada umumnya sampai saat ini menghabiskan sumber daya yang signifikan dalam menjalankan verifikasi secara manual. Artikel di
Harvard Business Review mengungkap sebuah riset yang memperkirakan teknologi
blockchain dapat menurunkan biaya infrastruktur bank sebesar US$ 15 miliar di akhir 2022 (Di Magio dan Plastias, 2020). Keunggulan
digital coin ini mendorong waktu
settlement transaksi internasional menjadi lebih cepat dan lebih murah Apabila sebelum ini telah terjadi revolusi cara belanja konsumen di dunia karena munculnya e-commerce, tahap lanjutannya adalah cara pembayaran transaksi e-commerce tersebut. Paypal, Alipay atau GoPay telah menjadi cara pembayaran daring yang secara luas digunakan. Namun penggunaan
cryptocurrency sebagai alat pembayaran masih mengalami kendala karena volatilitas yang tinggi dan
regulatory framework yang belum tersedia sehingga mayoritas konsumen masih enggan. Kemunculan
cryptocurrency jenis baru yaitu
stablecoins diharapkan dapat memainkan peran besar sebagai
safe haven medium of exchange di
platform e-commerce. Stablecoins sudah bermunculan sejak beberapa tahun lalu dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan penetrasi e-commerce. Posisi uang digital versi bank sentral masih menunggu pengumuman resmi disain detailnya.
Cryptocurrency sejak awal terkenal tidak memiliki acuan nilai intrinsik yang jelas dan mengalami peningkatan harga yang sangat ekstrem, seperti kisah yang telah menjadi legenda di dunia uang digital yaitu kisah Laszlo Hanyecz di 2010. Hanyecz, seorang
programmer nyentrik, membeli dua buah Dominos pizza dengan harga 10.000
bitcoin, salah satu
cryptocurrency. Tahun 2000 di awal munculnya
bitcoin, satu
bitcoin nilainya lebih rendah dari satu
penny. Namun, jika diukur dengan nilai
bitcoin saat ini, harga dua piza itu setara dengan US$ 100 juta setara lebih dari Rp 14 miliar. Karakteristik seperti ini membuat penggunaan
bitcoin menghadapi kendala besar untuk diadopsi konsumen kebanyakan.
Bitcoin lebih banyak digunakan oleh spekulator.
Mencontoh Terra Perkembangan selanjutnya, muncul jenis uang digital baru yaitu
stable coin.
Stablecoins berbeda dengan
cryptocurrecy lainnya yang terkenal memiliki volatilitas harga yang sangat tinggi.
Stablecoins dimaksudkan sebagai
digital currency yang memiliki stabilitas harga yang jauh lebih baik. Karakteristik harga yang relatif stabil, membuat
stablecoins menjadi
digital currency yang unik dan baru.
Stablecoins mengadopsi berbagai pendekatan untuk memecahkan masalah volatilitas harga uang digital yang ekstrem. Secara garis besar, setiap
stable coin didesain untuk dikaitkan nilainya dengan sebuah asset yang nilainya relatif stabil dan transparan di mata publik. Namun upaya tersebut tidak selamanya berhasil. Seperti
stablecoin yang direncanakan oleh
Facebook yang sangat kontroversial yaitu Libra. Namun tekanan dari regulator dan Lembaga keuangan tradisional lainnya menyebabkan
Facebook mengurungkan niatnya dalam memposisikan Libra sebagai sebuah
global currency yang berkompetisi langsung dengan otoritas moneter berbagai negara. Terra, sebuah konsorsium
Blockchains, telah dikenal luas dan digunakan oleh banyak
merchants di negara-negara Asia Tenggara dan Korea Selatan. Pengalaman Terra dapat dijadikan lesson learned bagaimana sebuah
blockchain currency memiliki nilai yang relative handal dan reliable sehingga dapat menarik pengguna kalangan konsumen umum. Berbeda dengan
libra dan
cryptocurrency lainnya yang suplainya kurang transparan atau malah di-freezed, terra sejak awal mengumumkan kebijakan pengaturan money suplainya secara transparan dengan menggunakan sebuah mekanisme
automated monetary policy agar harganya selalu stabil. Kontraksi suplai saat harga turun terlalu rendah, dan ekspansi moneter saat harganya meningkat terlalu tinggi. Belajar dari kritik keras terhadap Libra dimana mekanisme governance nya dikontrol oleh segelintir korporasi besar yang bergabung dalam Libra Association berbasis di Swiss, kebijakan moneter Terra di-
coding secara langsung di dalam
blockchain-nya sehingga transparan, otomatis dan tidak dapat dicampuri tangan manusia. Data penggunaan Terra, misalnya, menunjukkan pertumbuhan yang sangat eksplosif sejak diluncurkan Juni 2019, tumbuh 35% setiap bulannya. Saat ini diperkirakan pengguna Terra sudah lebih dari satu juta orang yang menggunakannya dengan frekuensi yang tinggi dalam berbagai transaksi belanja
online.
Karena kemudahannya dan biaya yang jauh lebih rendah, banyak
merchant justru yang mempromosikan Terra dibandingkan dengan menggunakan kartu kredit misalnya. Dengan
landscape seperti ini, kemunculan uang digital era baru dengan
regulatory framework yang tepat dan komprehensif dapat dibangun di atasnya sehingga penerimaan masyarakat dapat lebih luas lagi. Penulis : Buddi Wibowo Dosen Pascasarjana Ilmu Manajemen FEB Universitas Indonesia Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti