Menyeduh Kopi Luwak Hasil Panen Petani Samarinda



KONTAN.CO.ID - SAMARINDA. Kini Anda bisa menikmati kopi asli Samarinda. Kopi tersebut hasil panen dari kelompok tani kopi di Desa Prangat Baru, Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanagara. 

Tak sembarang kopi, kelompok tani tersebut menghasilkan kopi panenan hewan luwak dari bibit liberika. Sejatinya, kelompok tani ini baru terbentuk pada tahun 2020. Kebun kopi ini hasil asuhan Pertamina Hulu Kalimantan Timur. 

"Semula di sini cuma ada dua hektar lahan kopi tapi kini tiap orang anggota ikut dalam menanam kopi," kata Rindoni, Ketua Kelompok Tani Kampung Kopi Luwak di Desa Prangat Baru. 


Hingga kemarin, jumlah anggota Kelompok Tani Kampung Kopi Luwak sebanyak 34 orang. Namun sejak tahun 2021, anggota kelompok tani tersebut baru menanam 4.070 bibit kopi liberika seluas 4 hektar di lahan milik 15 anggota. 

Baca Juga: Insentif Migas Ikut Dorong Kinerja Hulu Pertamina

"Satu pohon kopi minimal dalam setahun bisa menghasilkan satu kilogram kopi yang sudah disangrai. Harganya lumayan mahal bisa sekitar Rp 800.000 per 100 ons," terang Rindoni. Sayangnya selama ini kopi hasil panen Rindoni dan anggota belum banyak dijual. 

Ini karena mereka baru memulai usaha ini secara komersial. Rindoni berharap panen raya akan terjadi pada tahun 2023. "Pasar sebenarnya banyak, beberapa kali kami mengirim kopi hasil panen kami ke Jawa dan Sumatra tapi jumlahnya masih beberapa kilo saja," kata dia. 

Fitriati, Kepala Desa Prangat Baru bahkan bilang hotel di sekitaran Kalimantan Timur ini mau menerima kopi hasil panen Rindoni dan anggota. "Hanya saja saya ingin kelompok tani konsisten dulu dalam memproduksi kopi," terang dia. 

Maklum, semula petani kopi di desa ini adalah petani karet. Hingga sekarang pun sifat pohon kopi yang ada di wilayah Prangat juga masih memanfaatkan lahan perkebunan karet. Hanya saja, harga karet ini tidak bisa ditentukan oleh warga sendiri dan harus dijual ke tengkulak. 

Tren penurunan harga karet mentah tentu membuat petani menjadi makin sengsara. Kini harga karet turun menjadi Rp 4.000 per kg dari semula mencapai Rp 14.000 per kg. "Harapannya program ini bisa menambah nilai tambah ekonomi," tutur Fitriati. 

Indra Bayu, Superintendant Production Movement Regional 3 Zona 10, PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) Daerah Operasi Bagian Utara (Dobu Field) mengatakan, program yang dilakukan sifatnya hanya membantu. Dengan pemberdayaan kelompok tani yang semula hanya bergantung pada karet, kini bisa diversifikasi ke tanaman kopi.

Untuk itu PHKT mencoba membantu melalui program dengan tajuk Program Kampung Kopi Luwak Desa Prangat Baru (Kapak Prabu). Harapannya kelompok tani tidak hanya menanam kopi dan memanen saja tapi bisa menjaga agar kopi berbuah dengan baik. Apalagi kopi yang dipakai adalah kopi liberika, kopi pertama dan satu-satunya di Kalimantan Timur. 

Baca Juga: Meluwes Coffee, Kopi Luwak Asal Bangli yang Mendunia Lewat Digitalisasi

Dalam upaya pengembangan tersebut, PHKT tidak hanya membantu dengan memberi bibit kopi tapi juga mengikutsertakan petani ke pelatihan kopi di Malabar Mountain Coffe, Kecamatan Pengalengan Jawa Barat. Dari tempat tersebut, banyak petani belajar tentang pengolahan dan penyajian kopi hingga membuat kemasan menarik.

Rindoni mengaku sangat berterimakasih, pasalnya  dari workshop tersebut belajar menyajikan kopi secara menyeluruh. "Sebab ternyata kopi itu tidak boleh sembarangan disangrai dan cara penyajian itu berbeda-beda," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana