KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks harga saham gabungan (IHSG) menyentuh level tertinggi sejak pandemi Covid-19 menghantam di bulan Maret 2020. Mengutip data dari RTI Business, IHSG sempat berada di level 5.469,07 pada perdagangan Selasa (10/11). Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana menjelaskan, peningkatan IHSG selama pandemi Covid-19 ditopang oleh saham-saham bluechips. Kapitalisasi pasar yang besar bisa menggerakkan IHSG meskipun kenaikan harganya tidak sedrastis saham-saham lapis kedua maupun saham lapis ketiga. Adapun ke depannya, saham-saham bluechips masih menarik karena berpeluang mengalami penguatan. Kenaikan ini terdorog inflow investor asing yang diprediksi akan terjadi hingga tahun depan.
Beberapa sentimen yang akan mendorong penguatan di antaranya realisasi vaksin Covid-19. Keberadaan vaksin akan mendorong aktivitas ekonomi menjadi lebih kuat lagi ke depan. Di sisi lain, pasar akan terkerek sentimen dari terpilihnya Joe Biden. Sebenarnya, kemenangan Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) berpotensi melemahkan dolar. Sehingga, pelaku pasar akan beralih ke investasi lain.
Baca Juga: IHSG berpotensi lanjut menguat pada perdagangan Rabu (11/11), cermati sentimennya "Kalau begitu, blue chips dahulu sih yang menarik. Paling tidak sampai valuasi dianggap wajar," jelas Wawan kepada Kontan.co.id, Selasa (10/11). Daya tarik saham blue chips ini akan bertahan setidaknya hingga enam bulan ke depan. Sementara untuk saham second liner, Wawan mengamati saham-saham tersebut sebenarnya masih menarik, khususnya di sektor-sektor tertentu. Misalnya saham-saham perbankan dan barang konsumen. Akan tetapi, investor perlu mencermati risiko likuditas sahamnya jika ingin masuk ke saham-saham tersebut. Oleh karenanya, beberapa saham second liner akan lebih sesuai jika digunakan sebagai diversifikasi portofolio. Ia pun merekomendasikan, saham-saham seperti ULTJ dan SIDO. Menurut Wawan, kedua saham itu secara laporan keuangan cukup baik. Di sisi lain, sektor barang konsumen cenderung defensif dan masih dibutuhkan oleh masyarakat. Sekadar informasi, ke depannya saham-saham blue chips masih akan menopang pertumbuhan IHSG. Melihat pergerakan saat ini, Wawan optimistis levelnya bisa menembus di atas 5.500. Adapun sampai akhir tahun, jika tidak sentimen negatif membayangi, maka IHSG bisa menyentuh 5.700. Level ini bisa dicapai mengingat akan ada sentimen window dressing di akhir tahun. Akan tetapi, diprediksi IHSG akan terkoreksi terlebih dahulu ke level 5.200 hingga 5.300. Sentimen negatif yang dimaksud adalah kelancaran realisasi vaksin dan data-data ekonomi yang dirilis di bulan Desember 2020. Saham-saham bluechips yang paling dijagokan Wawan hingga akhir tahun adalah saham sektor perbankan. Terutama, saham-saham perbankan buku empat seperti BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI. Menurutnya, saham-saham perbankan akan menarik ketika kondisi ekonomi kembali pulih. Dengan adanya perbaikan ekonomi, kebutuhan akan pendanaan akan semakin tinggi, sehingga transaksi dan aktivitas sektor perbankan pun akan meningkat. Adapun Wawan menyarankan saham BBCA dengan target harga Rp 35.000 untuk 12 bulan ke depan.
Baca Juga: IHSG menguat 1,99% ke 5.462 pada perdagangan Selasa (10/11), asing borong saham bank Tidak jauh berbeda, Analis Panin Sekurtias William Hartanto mengatakan, penguatan IHSG sejauh ini memang ditopang oleh saham-saham blue chips. "Fokus pelaku pasar sedang tertumpuk pada blue chips," jelas William ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa(10/11).
Oleh karenanya, ia belum merekomendasikan saham-saham lapis kedua atau lapis ketiga. Meskipun, saham-saham tersebut yang mengalami kenaikan harga signifikan atau top gainers. Asal tahu saja, hingga hari ini top gainers IHSG diwarnai saham farmasi seperti
INAF,
KAEF, dan
PYFA. Selain itu ada juga
BRIS dan
BHAT Untuk saham blue chips, William menjagokan
BBRI dan
AALI. Keduanya direkomendasikan
buy dengan target harga Rp 4.200 untuk
BBRI dan Rp 12.000 untuk
AALI. "BBRI dengan alasan persentase kenaikannya akan lebih besar dengan nominal harga sahamnya saat ini dibanding saham-saham bank lainnya. AALI karena harga CPO sudah naik tapi sahamnya belum," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi