JAKARTA. Budaya minum kopi sangat kental dalam masyarakat kita. Penggemar kopi pun bukan hanya orang tua, tapi sudah meluas hingga kalangan anak muda. Tak heran, jumlah kedai kopi terus bertambah.Salah satu kedai kopi yang berkembang di Samarinda, Kalimantan Timur adalah Lopecoffee. Pemiliknya, Eko Satya Husada merintis usaha ini sejak Oktober 2010. Setelah enam bulan berdiri, Lopecoffee menawarkan kemitraan. Kini, sudah dua gerai Lopecoffee yang beroperasi. Salah satunya, milik mitra di Berau, Kalimantan Timur. Manajer Pengembangan Usaha Lopecoffee Dicky Permana menyebut, beberapa jenis kopi yang jadi andalan, yaitu kopi gayo, lintong, toraja, dan kopi espresso khas Italia. Selain itu, Lopecoffee juga menyajikan minuman coklat, jus, wedang jahe, susu telor madu jahe (STMJ), serta aneka makanan ringan dan berat, seperti kentang, pisang bakar, sandwich, mi kuetiaw dan capcay. Harganya dibanderol mulai dari Rp 15.000 - Rp 28.000 per porsi.Tertarik? Siapkan modal Rp 283 juta dan ruangan seluas 15 meter x 25 meter. Dengan investasi itu, mitra mendapat desain interior, perlengkapan barista seperti mesin kopi, grinder, gelas kopi, perlengkapan promosi, bahan baku awal, seragam dan pelatihan karyawan. “Untuk renovasi, peralatan masak, dan peralatan makan disediakan sendiri oleh mitra,” papar Dicky.Yang menarik, masa kerja sama dengan Lopecoffee selamanya. Asalkan mitra patuh pada standard operational procedure (SOP) yang ditetapkan pihak pusat. Biaya royalti 10%Dicky memperkirakan, mitra bisa meraup omzet Rp 4 juta - Rp 5 juta per hari. Ini mengacu pada gerai pusat yag bisa meraih omzet Rp 8 juta - Rp 15 juta sehari. Dengan laba bersih 50%, modal mitra bisa kembali dalam delapan bulan. Kata Dicky, mitra tidak harus membeli semua bahan baku dari pusat. “Kami hanya menjual bubuk minuman, terutama kopi dan coklat, dan bumbu masakan. Sisanya bisa dibeli di suplier yang ditunjuk pusat,” ujarnya.Pihak pusat akan memungut biaya royalti sebesar 10% dari laba bersih bulanan. Dicky bilang, Lopecoffee bekerja sama dengan beberapa komunitas, sehingga orang-orang dari komunitas tersebut nongkrong di Lopecoffee. Selain itu, pihak pusat sering mengundang artis ibukota untuk menarik pengunjung. Makanya, ia optimistis Lopecoffee bisa menambah 10 gerai baru pada 2014. Pengamat waralaba, Pietra Sarosa menilai, bisnis yang menyangkut gaya hidup berprospek bagus, termasuk kedai kopi. Tahun depan pun bisnis kedai kopi berpeluang untuk terus tumbuh. “Minum kopi sudah jadi lifestyle anak-anak muda sampai orang tua, baik di kota besar maupun daerah,” paparnya.Namun, Pietra mengingatkan, pemain di bisnis ini harus punya keunikan. Ia juga menyarankan, pemilik usaha untuk fokus pada spesifikasi minuman kopi sesuai dengan brand usahanya. "Gabungan kedai kopi dan restoran cenderung tidak maksimal," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menyeruput peluang bisnis kedai kopi
JAKARTA. Budaya minum kopi sangat kental dalam masyarakat kita. Penggemar kopi pun bukan hanya orang tua, tapi sudah meluas hingga kalangan anak muda. Tak heran, jumlah kedai kopi terus bertambah.Salah satu kedai kopi yang berkembang di Samarinda, Kalimantan Timur adalah Lopecoffee. Pemiliknya, Eko Satya Husada merintis usaha ini sejak Oktober 2010. Setelah enam bulan berdiri, Lopecoffee menawarkan kemitraan. Kini, sudah dua gerai Lopecoffee yang beroperasi. Salah satunya, milik mitra di Berau, Kalimantan Timur. Manajer Pengembangan Usaha Lopecoffee Dicky Permana menyebut, beberapa jenis kopi yang jadi andalan, yaitu kopi gayo, lintong, toraja, dan kopi espresso khas Italia. Selain itu, Lopecoffee juga menyajikan minuman coklat, jus, wedang jahe, susu telor madu jahe (STMJ), serta aneka makanan ringan dan berat, seperti kentang, pisang bakar, sandwich, mi kuetiaw dan capcay. Harganya dibanderol mulai dari Rp 15.000 - Rp 28.000 per porsi.Tertarik? Siapkan modal Rp 283 juta dan ruangan seluas 15 meter x 25 meter. Dengan investasi itu, mitra mendapat desain interior, perlengkapan barista seperti mesin kopi, grinder, gelas kopi, perlengkapan promosi, bahan baku awal, seragam dan pelatihan karyawan. “Untuk renovasi, peralatan masak, dan peralatan makan disediakan sendiri oleh mitra,” papar Dicky.Yang menarik, masa kerja sama dengan Lopecoffee selamanya. Asalkan mitra patuh pada standard operational procedure (SOP) yang ditetapkan pihak pusat. Biaya royalti 10%Dicky memperkirakan, mitra bisa meraup omzet Rp 4 juta - Rp 5 juta per hari. Ini mengacu pada gerai pusat yag bisa meraih omzet Rp 8 juta - Rp 15 juta sehari. Dengan laba bersih 50%, modal mitra bisa kembali dalam delapan bulan. Kata Dicky, mitra tidak harus membeli semua bahan baku dari pusat. “Kami hanya menjual bubuk minuman, terutama kopi dan coklat, dan bumbu masakan. Sisanya bisa dibeli di suplier yang ditunjuk pusat,” ujarnya.Pihak pusat akan memungut biaya royalti sebesar 10% dari laba bersih bulanan. Dicky bilang, Lopecoffee bekerja sama dengan beberapa komunitas, sehingga orang-orang dari komunitas tersebut nongkrong di Lopecoffee. Selain itu, pihak pusat sering mengundang artis ibukota untuk menarik pengunjung. Makanya, ia optimistis Lopecoffee bisa menambah 10 gerai baru pada 2014. Pengamat waralaba, Pietra Sarosa menilai, bisnis yang menyangkut gaya hidup berprospek bagus, termasuk kedai kopi. Tahun depan pun bisnis kedai kopi berpeluang untuk terus tumbuh. “Minum kopi sudah jadi lifestyle anak-anak muda sampai orang tua, baik di kota besar maupun daerah,” paparnya.Namun, Pietra mengingatkan, pemain di bisnis ini harus punya keunikan. Ia juga menyarankan, pemilik usaha untuk fokus pada spesifikasi minuman kopi sesuai dengan brand usahanya. "Gabungan kedai kopi dan restoran cenderung tidak maksimal," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News