Menyiangi portofolio saham pasca The Fed



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah kenaikan suku bunga The Fed, pasar modal domestik justru menanduk. Pada Jumat (15/12) akhir pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memperbarui rekor tertinggi sepanjang sejarah di level 6.119,42.

Sebelumnya, bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve mengerek suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1,25%–1,5%. Setelah bunga The Fed naik, Bank Indonesia merespons dengan menahan suku BI 7-day reverse repo rate di 4,25%.

Harga sebagian besar saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga terus menanjak, seolah tak terpengaruh efek kenaikan bunga The Fed. Meski demikian, sepanjang tahun berjalan, dana asing sudah keluar dari bursa saham domestik senilai Rp 41 triliun.


Analis Erdhika Elit Sekuritas Okky Jonathan Siahaan menyatakan, saham emiten komoditas seperti Bukit Asam (PTBA) masih menarik pada tahun depan. Price to earning ratio (PER) PTBA masih murah, yakni 7,4 kali. Adapun PER emiten sejenis, misal Adaro Energy (ADRO), sebesar 8,66 kali.

PTBA juga siap melancarkan berbagai ekspansi pada 2018. Seperti proyek listrik dengan kapasitas 2x620 megawatt. Proyek ini diprediksi menjadi pembangkit mulut tambang terbesar yang ada di Indonesia. "Selain itu, PTBA baru saja stock split sehingga investor ritel bisa masuk melakukan trading di saham tersebut," kata Okky kepada KONTAN, Jumat lalu.

Dia memprediksi perekonomian pada tahun depan tumbuh lebih baik, didorong pengeluaran investasi dan ekspor. Ekonomi juga didukung peningkatan daya beli masyarakat. Kebijakan pemerintah di sektor infrastruktur, kenaikan subsidi energi dan non energi, serta adanya belanja pemilu diperkirakan menjadi pendorong konsumsi rumah tangga. "Saya lebih tertarik investasi jangka panjang," kata dia.

Meski tahun depan ada peluang menarik di pasar saham, Okky menyarankan investor wait and see. Pasalnya, masih banyak sentimen yang harus diperhatikan. Sentimen itu antara lain berasal dari indikator ekonomi Indonesia, kebijakan pemerintah, kondisi global dan harga komoditas energi. "Saham selain PTBA masih agak mahal (premium)," lanjut dia.

Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio menyebutkan, dari emiten LQ45 misalnya, ada beberapa saham yang menarik untuk dicermati. Hal ini lantaran saham tersebut mencatatkan PER kurang dari 15 kali. Misalnya, PTBA, BBRI, BUMI, SRIL dan WSKT. Selain itu, ada AALI, ADRO, LSIP, BSDE, dan BMTR 12,41 kali. Kemudian PTPP, MNCN, BBNI, LPKR dan INDF.

Menurut Bertoni, pasar saham di tahun depan masih berpeluang tumbuh, asalkan memperhatikan sektor tertentu. Adapun untuk trading di akhir tahun ini, pelaku pasar bisa mencermati PTBA, BBRI, BUMI, SRIL, WSKT dan ADRO. "Untuk investasi sebaiknya pertimbangkan emiten perbankan dan consumer goods," kata dia.

Sepanjang tahun ini (ytd), IHSG telah menanjak 15,53%. Saham yang paling bertumbuh adalah sektor keuangan, yakni sebesar 33,16%. Adapun sektor yang paling buncit adalah perkebunan yang minus 13,34% (ytd).

Di pengujung tahun ini, IHSG akan diwarnai aksi window dressing. Meski bisa memoles kinerja menjadi lebih apik, analis menilai tidak banyak saham yang bisa mengangkat performa IHSG di akhir tahun. Sebab, menaikkan kinerja tidak sederhana dan memerlukan ongkos mahal.

Selain mencermati saham yang telah terdaftar di BEI, tidak ada salahnya investor mempertimbangkan saham yang akan mencatatkan saham perdana atau initial public offering (IPO) di BEI pada tahun depan. Bursa Efek Indonesia menargetkan 35 IPO pada 2018. "Jumlah IPO adalah sesuatu yang direncanakan jauh sebelumnya. Maka yang sudah jalan, kemungkinan untuk mundur kecil sekali," kata Samsul Hidayat, Direktur Penilaian BEI, belum lama ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia