JAKARTA. Awal tahun baru ini, resolusi lebih irit menggunakan uang sepertinya harus masuk daftar resolusi 2017. Bagaimana tidak, belum sepekan merasakan tahun baru, sudah ramai pengumuman kenaikan harga dan tarif. Mulai penghapusan subsidi listrik pelanggan 900 volt ampere (VA) yang ujungnya tarif makin mahal, juga pengumuman kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-Premium Rp 300 per liter. Tarif pelayanan publik seperti pengurusan surat kendaraan bermotor yang naik tiga kali lipat. Bagi Anda yang perokok, per awal tahun ini juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok naik menjadi 9,1% dan cukainya sepanjang tahun ini naik 10,54%. Memang sih, para produsen rokok belum menentukan berapa kenaikan harga rokok yang akan dibebankan pada konsumen. Tapi, mendatang, harga rokok bisa jadi lebih mahal.
Tarif listrik Mulai 1 Januari, tarif pelanggan listrik 900 VA resmi dinaikkan dari Rp 605/kWh akan naik menjadi Rp 791/kWh. Maret 2017, tarif akan naik dari Rp 791/kWh menjadi Rp 1.034/kWh. Untuk tahap ketiga, tarifnya kembali dinaikkan dari Rp 1.034/kWh menjadi Rp 1.352/kWh. Barulah penentuan tarif Mei akan normal sampai Juni 2017. Kalau menurut Kepala Divisi Niaga PT PLN Benny Marbun, rata-rata pemakaian listrik pelanggan 900 VA adalah 126 kWh per bulan, biaya yang harus dikeluarkan si pelanggan dulu Rp 76.230. Dengan kenaikan tersebut, biaya listrik akan naik menjadi Rp 99.666 per bulan, lalu menjadi Rp Rp 130.284, dan di tahap terakhir menjadi Rp 170.352 per bulan! Secara kasar, biaya listrik akan naik 123%. Harga BBM Untuk BBM non-subsidi, per 5 Januari, PT Pertamina menaikkan harga BBM non-subsidi. Antara lain Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamax DEX. Sedangkan untuk jenis BBM Premium dan Bio Solar harganya sama. Berikut harga BBM yang baru: | Jenis BBM | Harga baru | Harga lama |
| Pertalite | 7.350 | 7.050 |
| Pertamax | 8.050 | 7.750 |
| Pertamax Turbo | 9.050 | 8.750 |
| Dexlite | 7.200 | 6.900 |
| Pertamina Dex | 8.400 | 8.100 |
Mencoba jurus Ctrl + Alt + Del Dengan kenaikan harga yang seragam dan memberi dampak, Perencana Keuangan Ahmad Ghozali mengenalkan tiga cara. Step 1: Hitung dampak Step 2: Ctrl + Alt + Del Step 3: Cari keseimbangan baru Tahap pertama, hitung dampak. Penggunaan BBM dan tarif listrik bisa dihitung. Misalnya kenaikan harga BBM Rp X dikali liter rata-rata penggunaan dalam sebulan. Listrik mungkin agak sulit dihitung tapi bisa dibaca polanya mulai bulan depan. Jika merokok, maka kenaikan harga rokok juga bisa dihitung kembali berapa kenaikannya. Kedua, gunakan jurus ctrl + alt + del (control, alternate, delete). “Rumus ini bisa dipakai untuk mengevaluasi semua pengeluaran,” kata Ahmad. Kontrol artinya kita mengendalikan pengeluarannya. Misalnya, untuk penggunaan BBM, setelah tahu berapa yang dikonsumsi per bulan, pengguna bisa menghitung penghematannya. Alternate artinya mencari alternatif atau pengganti. Misalnya untuk BBM, untuk perjalanan jarak menengah di dalam kota Jakarta menggantinya dengan moda transportasi seperti kereta atau busway. Delete artinya, sebuah pengeluaran bisa saja di-delete alias dihapuskan. Opsi hapus ini bisa diterapkan pada konsumsi seperti rokok. Ambil contoh terkait kenaikan harga rokok. Misalnya jika dulu dengan Rp 300.000 bisa membeli 15 bungkus rokok, dengan kenaikan harga hanya tinggal 10 bungkus. Konsumen bisa menambah bujet untuk membeli rokok atau mengurangi konsumsi (kontrol). Tapi, pembelian rokok juga bisa dihentikan atau di-delete. “Lakukan analisa ctrl + alt + del terhadap semua pengeluaran yang naik, dan hitung kembali berapa dampak kenaikan harga-harga tersebut,” kata Ahmad. Tahap ketiga, mencari keseimbangan baru. Misalnya, dengan tambah penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi, atau mengurangi pengeluaran yang lain, sehingga total pengeluaran tetap sama. Menambah penghasilan baru bisa dengan berbagai cara yang tentu disesuaikan dengan potensi masing-masing. Bisa dengan sharing tumpangan arah kantor-pulang kalau membawa kendaraan sendiri, atau pekerjaan tambahan, atau menghasilkan uang dari hobi. Bagaimana caranya memangkas pengeluaran? Ahmad menyarankan, mulailah dari pengeluaran paling besar, karena memberi dampak terbesar juga jika dilakukan efisiensi.