JAKARTA. Setelah RUPSLB Bumi Plc bulan lalu tak mengabulkan permintaan Rothschild untuk mencopot 12 dari 14 direksi Bumi Plc, Bakrie seperti berada di atas angin. Lembar pertama pertarungan memperebutkan suara pemegang saham yang akan menentukan nasib Bumi Plc sudah usai. Namun, ternyata masih ada lembar kedua yang dibuka.Pasca RUPSLB Bumi Plc pada 21 Februari silam, juru bicara Grup Bakrie Christopher Fong sempat sesumbar, pihaknya siap menuntaskan perceraian dengan Nat di induk usaha BUMI itu. “Kami siap memenuhi persyaratan transaksi pemisahan Bakrie dari Bumi Plc dan siap mengatakan adios kepada Rothschild,” ujar Fong.Jika Anda masih ingat, sebelum RUPSLB, keluarga Bakrie dan Bumi Plc sudah menandatangani heads of terms agreement (HoT) dalam rangka mempersiapkan keluarnya Bakrie dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dari Bumi Plc. Ada tiga poin kesepakatan.1. Kepemilikan tak langsung Bakrie atas 57.298.534 saham Bumi Plc (23,8%) dari total saham yang diterbitkan Bumi Plc dinyatakan batal. Sebagai penukarnya, saham Bumi Resources milik Bumi Plc sebanyak 2.316.967.115 lembar saham atau sekitar 10,3% dari total saham Bumi Resources. Bahasa orang bursa, kedua pihak sepakat swap saham.2. Bumi Plc akan menjual sisa saham Bumi Resources sebanyak 3.924.732.522 (18,9%) kepada Bakrie senilai US$ 278 juta. 3. Keluarga Bakrie wajib menempatkan US$ 278 juta ke akun escrow, dengan menyetorkan US$ 50 juta deposit sebelum RUPSLB.Kelanjutan dari langkah pemisahan ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam Rapat Umum Pemegang Saham Bumi Plc pada April nanti. Praktis, perebutan kendali Bumi Plc nampaknya sudah selesai.Namun pekan lalu, ketenangan Bakrie mendadak terusik. Muncul berita bahwa BUMI diam-diam telah mengurangi kepemilikan sahamnya di anak usahanya, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).Persoalan ini bermula dari laporan Biro Administrasi Efek Sinartama Gunita yang menyatakan, kepemilikan BUMI pada BRMS terus menurun sejak Agustus 2012. Per 16 Agustus 2012, kepemilikan BUMI pada BRMS susut menjadi 74,04% dan beberapa kali berubah. Selain itu, Long Haul juga mengantongi saham BRMS sebesar 14,83%.Terakhir, per 22 Februari 2013, kepemilikan BUMI pada BRMS hanya 11,55 miliar lembar saham atau setara 45,19% saham BRMS. Sedangkan Long Haul memiliki 12,8% saham BRMS.Anehnya, laporan keuangan BRMS per 30 September 2012, masih menyatakan BUMI memiliki 87,09% saham BRMS. Laporan itu juga sama sekali tak mencatat nama Long Haul Indonesia sebagai pemegang saham BRMS..Tentu saja BUMI membantah kabar ini, berargumen bahwa yang ia gunakan adalah laporan keuangan BRMS terakhir yaitu pada kuartal III 2012.Kabar ini segera sampai ke telinga Rothschild dan ia pun membuka suara. Rothschild mengungkapkan sudah tahu penyebab menyusutnya saham BUMi di BRMS. Menurutnya, ia memperoleh dokumen yang menyatakan BUMI menjual sahamnya di BRMS kepada Long Haul Indonesia, kendaraan investasi Bakrie."Pengumuman di keterbukaan informasi BEI sudah menujukan bahwa mereka sudah menjual saham mereka. Mengapa otoritas keuangan di Indonesia membiarkan hal seperti ini terjadi? Otoritas keuangan Indonesia telah gagal menginvestigasi hal ini. Pasti ada korupsi di sini," tutur Rothschild kepada KONTAN pekan lalu (28/2).Ia juga menuduh Samin Tan, sebagai Direktur Utama BRMS kala itu, membiarkan keluarga Bakrie menggelapkan dana IPO BRMS sebesar US$ 110 juta serta dana pinjaman konstruksi. Padahal dana itu seharusnya digunakan untuk keperluan konstruksi tambang seng bawah tanah di wilayah Sumatra Utara dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD).Tak cukup, Rothschild menuturkan bahwa salah satu investor yang membeli saham Recapital di Bumi Plc menjelang RUPSLB, Avenue Luxemburg S.A.R.L, masih terkait dengan Grup Bakrie. Pasalnya, Avenue merupakan pemegang saham Bakrielend Development (ELTY)."Selain itu, Avenue pernah meminjamkan uang kepada Grup Bakrie sebesar US $ 200 juta untuk membeli Berau lewat Bukit Mutiara, dan Bakrie gagal membayar utang ini, jadi Avenue mendapatkan saham di Bumi Plc ketika Bukit Mutiara dan Recapital menjual saham mereka menjelang RUPS Luar Biasa." Rothschild juga ragu Bakrie punya uang untuk memboyong BUMI keluar dari Bumi Plc. "Bahkan mereka tidak punya uang untuk membayar deposit di escrow account senilai US $ 50 juta . Jadi sangat prematur untuk mengatakan bahwa mereka bisa melanjutkan proposal pemisahan dari Bumi plc," tandasnya. Tudingan Rothschild ini seketika dibantah oleh Grup Bakrie. Juru Bicara Grup Bakrie, Christoper Fong (Chris Fong) semua tuduhan Nat Rothschild adalah tuduhan palsu yang didasarkan atas dokumen ilegal dan sudah dipalsukan. "Nat seharusnya menjawab dari mana ia mendapatkan dokumen-dokumen itu. Apalagi, kasus ini (pembobolan data) sudah dilaporkan ke aparat kepolisian Indonesia dan Inggris," ujar Chris Fong dalam pesan singkatnya ke KONTAN, Sabtu (2/3). Sekretaris Perusahan BUMI Dileep Srivastava enggan mengomentari tuduhan Nat Rothschild tersebut. "Kami tidak mengomentari rumor, khususnya yang berasal dari misi (Nat) untuk terus menerus menyebarkan rumor tak berdasar tentang perusahaan tetapi gagal mendapatkan dukungan,” tutur Dilleep.Menurut Dileep, laporan keuangan BUMI sangat terbuka dan bisa diakses investor publik. Data kepemilikan saham BUMI di BRMS juga sangat jelas, yakni sebagai pengendali dengan porsi 87% saham. "Posisi kami tidak berubah, jadi jangan berspekulasi," tegas Dileep.Chris menambahkan, Nat Rothschild berusaha melemahkan Grup Bakrie sehingga dia bisa mengendalikan aset-aset tambang di Indonesia. "Nat gagal di London dan berusaha membuat masalah di Indonesia. Bakrie tidak lemah, ini yang tidak disadari Nat dari awal," kata Chris. Dengan jawaban dari Bakrie ini, tampaknya lembar kedua perseteruan Bakrie-Rothschild masih seru. Mari kita tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, termasuk apa yang akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang selama ini tak banyak bicara soal kisruh ini. Sementara, untuk menyegarkan ingatan Anda, inilah perjalanan bisnis perusahaan tambang terbesar Indonesia itu.
Ketika Dewa Penyelamat Menjauh Sebuah perusahaan tentu tak bisa eksis tanpa bantuan banyak pihak. Demikian pula Bakrie & Brothers atau Grup Bakrie yang mengawali usaha sejak 1951. Perjalanan bisnis Grup Bakrie cemerlang sejak perusahaan ini terjun ke bisnis batubara dengan mengempit dua perusahaan batubara terbaik nasional yakni Kaltim Prima Coal dan Arutmin Indonesia. Sayang untuk memuluskan segala aksi, Grup Bakrie hobi berutang.Di antara sekian pemberi pinjaman, satu yang sering menjadi langganan utangan adalah Credit Suisse AG. Direktur Eksekutif Kata Data Metta Dharmasaputra tak heran jika Grup Bakrie berlangganan utang ke bank raksasa asal Swiss tersebut. Dia bilang Credit Suisse menilai, di kawasan regional Asia, Indonesia memiliki prospek yang besar. Bahkan di Asia sekalipun Indonesia termasuk dalam kategori debitur besar. “Siapa lagi kontributor dari Indonesia kalau bukan Grup Bakrie?” kata dia. Kemulusan Bakrie meminta duit ke Credit Suisse tak terlepas dari peran Helman Sitohang, pria asal Indonesia yang sejak akhir 2012 naik jabatan menjadi Kepala Investment Bank CS wilayah Asia Pasifik. Sebelumnya dia menjabat CEO Credit Suisse cabang Asia Tenggara. “Ada simbiosis mutualisme antara Credit Suisse dengan Bakrie; Bakrie butuh dana besar dan Credit Suisse memfasilitasi para investornya yang ingin mendapatkan return besar.Keunggulan Bakrie dalam berutang itu berani memberikan fee besar tapi tentu dengan risiko besar,” beber Metta. Namun Metta melihat keharmonisan Credit Suisse sebagai dewa penyelamat Bakrie sepertinya mulai goyah. Sinyal ini terbaca ketika Credit Suisse meminta Bakrie Group memberikan tambahan jaminan atau top up US$ 100 juta untuk utang US$ 1,35 miliar pada Maret 2011.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News