JAKARTA. Dunia otomotif Indonesia terhenyak. Senin pagi lalu (25/1), secara mengejutkan, PT Ford Motor Indonesia (FMI) mengeluarkan pernyataan yang membuat "gempar" para pecinta otomotif, khususnya pengguna mobil Ford di tanah air: FMI akan menghentikan semua operasinya di dalam negeri mulai paruh kedua tahun ini. Keputusan manajemen FMI, tentu saja, bukan tanpa dasar. Pasar otomotif Indonesia dinilai prinsipal Ford Motor tidak memberikan keuntungan bisnis yang diharapkan. Paling tidak, penjualan Ford di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir semakin menciut. Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gakindo), dalam lima tahun terakhir sejak 2011, penjualan Ford di Indonesia memang terus mengalami penurunan. Pangsa pasarnya pun tergerus.
Tahun 2011, misalnya, penjualan Ford masih mencapai 15.620 unit atau 1,75% dari total penjualan mobil saat itu. Setahun kemudian, penjualan Ford merosot 23,69% menjadi 11.958 unit. Pangsa pasarnya pun turun menjadi 1,07%. Sejak 2013 hingga tahun 2015 lalu, pangsa pasar Ford pun berada di bawah 1%. Tahun 2013, misalnya, total penjualannya mencapai 9.907 unit, turun 17,4% dibandingkan tahun 2012. Tahun 2014, volume penjualan memang naik sebesar 21.21% menjadi 12.008 unit. Namun, tetap saja pangsa pasarnya tidak bisa terdongkrak ke level di atas 1%, tetapi hanya 0,99%. Sementara pada 2015, penjualan Ford kian merosot menjadi 4.986 unit atau anjlok 58.48% dibandingkan tahun 2014. Pangsa pasarnya pun semakin berkurang menjadi 0,49%. Lesunya penjualan mobil Ford di Indonesia, tak dipungkiri manajemen FMI. Dalam keterangan resminya, Managing Director Ford Motor Indonesia, Bagus Susanto menegaskan, tidak ada jalur menuju keuntungan yang bersinambungan bagi Ford Motor di Indonesia. Namun, Bagus berkilah, keputusan Ford hengkang dari Indonesia datang langsung dari pihak prinsipal. Manajemen FMI, kata Bagus, tidak bisa berbuat apa-apa selain menghormati dan mengumumkannya kepada semua pihak yang terkait. “Jujur saja saya sama sekali tidak berharap semua ini bisa terjadi, tetapi ini adalah keputusan dari prinsipal yang harus kita hormati dan umumkan kepada semua pihak,” ungkap Bagus di markas besar FMI di Wisma Pondok Indah II, Jalan Sultan Iskandar Muda, Jakarta Selatan, Selasa (26/1) malam seperti dikutip dari Kompas.com. Apapun dalihnya, keputusan Ford keluar dari pasar otomotif Indonesia patut disayangkan. Pasalnya, pabrikan otomotif asal Amerika Serikat (AS) ini, bukan "anak kemarin sore" di industri otomotif dalam negeri. Pabrikan mobil yang didirikan oleh Henry Ford tahun 1903 ini, telah menginjakan kakinya di Indonesia sejak tahun 1989. Kala itu, mulai masuk ke pasar Indonesia, Ford Motor Company diwakilkan oleh Indonesia Republic Motor Company (IRMC). Kemudian pada Juli 2000, PT Ford Motor Indonesia diresmikan sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Ford di Indonesia. Artinya, Ford telah "mencicipi" rezeki bisnis otomotif di Indonesia hampir 27 tahun. Keputusan Ford hengkang dari Indonesia mengingatkan industri otomotif nasional terhadap langkah pabrikan mobil asal AS lainnya, yakni General Motors (GM). Namun, berbeda dengan Ford, GM hanya menghentikan operasional pabrik dan beralih menjadi distributor di Indonesia. GM saat itu harus mem-PHK sekitar 500 karyawan. Saat ini, GM hanya mengimpor kendaraan Chevrolet ke Indonesia. Pemerintah santai Alih-alih menyayangkan keputusan Ford hengkang dari Indonesia, pemerintah justru tidak merasa kehilangan "aset" investasi asing di dalam negeri. Bahkan, pemerintah seolah telah memproyeksi langkah Ford untuk keluar dari pasar otomotif nasional. Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, berhentinya distribusi Ford Motor Indonesia tidak mempengaruhi investasi di sektor otomotif. Pasalnya, prinsipal mobil asal AS tersebut tidak berinvestasi dan membangun pabrik di dalam negeri. “Ford hanya mengimpor mobil dari pabriknya di Thailand, maka tidak akan ada dampaknya bagi industri otomotif nasional,” ujar Saleh. Menurut Saleh, kelemahan Ford dalam kancah persaingan bisnis otomotif di Indonesia dipicu sejumlah faktor. Salah satunya, kata dia, keberadaan Ford di Indonesia tidak didukung dengan industri komponen. Hal ini berbeda dengan industri kendaraan bermotor lain yang juga membangun struktur industri komponen di Indonesia. “Sudah tentu Ford kalah bersaing karena kompetitornya memproduksi komponen di Indonesia," ungkap Saleh. Di mata politisi Partai Hanura tersebut, strategi bisnis Ford yang hanya menjadikan pasar Indonesia sebagai basis penjualan, menjadi penyebab ambruknya bisnis FMI. "Para pabrikan itu membangun industri komponen di sini karena mereka bervisi panjang, serius," imbuh Saleh. Karena itu, Saleh mengingatkan, para pelaku usaha di sektor otomotif terus mengembangkan investasinya di tanah air. "Maka, ayo jadikan Indonesia jadikan basis produksi jika ingin menangi persaingan, jangan hanya menjadikan pasar saja,” tegas Menteri Saleh. Boleh jadi, kritikan Menteri Perindustrian, ada benarnya. Faktanya, di negara asalnya yang menjadi basis produksi, pangsa pasar Ford justru kian membengkak. Di negeri Abang Sam, penjualan Ford terus meroket. Contohnya tahun 2015. Pada tahun lalu, berdasarkan rilis Ford per 5 Januari lalu, angka penjualan mobil perusahaan ini mencapai 2.613.162 unit kendaraan. Angka ini tumbuh 5,33% dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 2.480.942 unit. Itu artinya, mengacu data statistik penjualan mobil di AS yang totalnya mencapai 7.740.912 unit pada 2015, Ford mampu menguasai pasar 33,76%. Pangsa pasar Ford ini naik dari tahun 2014 yang masih berada di angka 31,33% dengan penjualan sebanyak 2.480.942 unit. Sementara total penjualam mobil di AS pada 2014 mencapai 7.918.601 unit. Pangsa pasar Ford pada tahun 2013 juga masih berada double digit, bahkan di atas 30%. Pada 2013, Ford sukses menggenggam pangsa pasar mobil di AS sebesar 32,05% dengan penjualan mencapai 2.493.918 unit. Sementara total penjualan mobil di AS pada periode yang sama mencapai 7.780.710 unit. Market share Ford pada 2013 itu juga meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang masih berada di level 29,93%. Pada 2012, penjualan Ford sebesar 2.168.015 unit. Sementara pada periode tersebut, total penjualan mobil di AS mencapai 7.243.654 unit. Keputusan Ford untuk hengkang juga dilakukan di pasar otomotif Jepang. Di negeri sakura, Ford juga harus tersisih lantaran penjualannya tidak menguntungkan. Dilansir dari kantor berita Reuters, Presiden Ford Asia Pacific President, Dave Schoch, menyebutkan, selain penutupan, program pengembangan produk di Jepang akan dipindahkan ke tempat lain. "Sayangnya, ini juga berarti bahwa anggota tim kami yang berbasis di Jepang dan Indonesia, tidak lagi akan bekerja di bawah Ford Jepang maupun Ford Indonesia, menyusul penutupan tersebut," ungkap Schoch dalam email-nya tersebut. Ford diketahui telah beroperasi di Jepang sejak 1974, hingga memiliki 42 diler di negara itu dan mempekerjakan 292 orang. Tahun lalu, Ford tercatat menjual hanya sekitar 5.000 kendaraan di Jepang, dengan market share sekitar 1,5 persen dari pasar mobil baru impor. Sebenarnya, Ford bukan tidak punya penggemar. Teknologi mobil hinga komitmen pelayanan melalui diler-diler megah sudah dimiliki. Di Indonesia, Ford yang tercatat mulai beroperasi pada 2002, diketahui memiliki sekitar 35 staf dengan jumlah diler (franchise) mencapai 44. Sejauh ini, di kawasan Asia, Ford hanya memiliki basis produksi perakitan di Thailand, Vietnam, Australia, Taiwan, Jepang, China dan India. Kini pertanyaanya, benarkah pasar otomotif Indonesia tidak menguntungkan bagi pabrikan otomotif dunia? Ekonomi dari Standard Chartered, Aldian Taloputra mengatakan, apa yang dialami oleh perusahaan Ford, juga terjadi di semua industri. Menurut dia, kondisi ekonomi global yang sedang lesu memaksa semua industri untuk melakukan konsolidasi untuk beradaptasi dengan perubahan. "Karena kondisi global ga bagus demand-nya jadi tidak bagus. Dari segi bisnis yang tidak efisien harus direstrukturisasi," ujar Aldian. Industri otomotif hanyalah salah satu yang terkena dampak kelesuan ekonomi global ini. Jika berkaca pada tahun sebelumnya, pertumbuhan industri otomotif saat ini memang tidak sebesar tahun 2011 dan 2012. Bahkan di 2015, kata Aldian, penjualan mobil turun 7% dari tahun sebelumnya. Namun bukan berarti tidak ada potensi. "Potensi masih tetap ada. Permintaan akan mobil untuk kepentingan domestik masih tetap ada. Selain itu, urbanisasi, secara otomatis akan menciptakan permintaan pada kendaraan," katanya. Ford hengkang, siapa diuntungkan? Toh, di tengah gonjang-ganjing hengkangnya Ford dari Indonesia, pabrikan otomotif asal AS lainnya sepertinya sudah siap untuk mengisi kekosongan pasar Ford. Kompatriot Ford di Indonesia, General Motors menyatakan niatnya untuk terus mengibarkan bendera bisnis di tanah air. Tak ingin disamakan, GM Indonesia menyatakan merek Chevrolet bakal tetap eksis, apa pun yang terjadi. Itulah penegasan yang berusaha disampaikan GM Indonesia. Michael Devereux, Vice President GMIO Sales, Marketing and Aftersales, GM International menyatakan, bahwa GM Indonesia tidak akan ikut Ford hengkang dari pasar dalam negeri. ”Meski pasar naik-turun, kami akan tetap eksis. Kami punya produk kelas dunia, dan kami ingin tetap stabil apa pun yang terjadi, termasuk di tengah kondisi perekonomian yang fluktuatif,” ucap Devereux. Secara meyakinkan, Devereux menyatakan, kondisi sulit seperti yang dialami di Indonesia sudah pernah terjadi di berbagai negara. Misalnya, pasar Rusia dan Timur Tengah yang anjlok, lalu menutup pabrik di sana. Atau, GM Australia yang juga menghentikan aktivitas pabrik yang memproduksi Holden. Kendati demikian, merek-merek di bawah kendali GM tetap dipelihara dan perusahaan tetap menjaga kepercayaan konsumen dengan layanan purnajual. ”Kami akan melakukan hal yang sama di Indonesia. Ini hanya soal model bisnis yang berbeda, tidak memproduksi, namun mengimpor mobil yang dijual,” kata Devereux. Penutupan pabrik yang memproduksi Spin di Pondok Ungu, Bekasi, beberapa waktu lalu, bukan berarti Chevrolet kabur. Merek berlogo dasi kupu-kupu itu bahkan melangkah serius dengan babak baru dengan kantor yang baru. So, mampukah GM mewakili pabrikan otomotif AS untuk terus berkiprah di Indonesia pasca hengkangnya Ford. Atau justru sebaliknya, mobil lansiran GM juga harus terlindas oleh keperkasaan mobil-mobil buatan pabrikan Jepang?
Apalagi, sampai saat ini, hanya pihak prinsipal Ford yang mengetahui pasti alasan hengkang dari Indonesia. Pihak Gaikindo sendiri tidak mengetahui pasti alasan keputusan Ford tersebut. "Alasan Ford mundur dari pasar Indonesia, saya juga masih belum mengerti. Kalau yang saya baca memang Ford mengalami kerugian. Sebab, biar bagaimanapun pasar kita ini memang didominasi oleh merek Jepang. Akan tetapi bukan berarti merek non-Jepang tidak memiliki kesempatan masuk pasar otomotif Tanah Air," ujar Co-Chairman 1 Gaikindo, Jongkie D Sugiarto. Jadi, menarik kita simak terus persaingan bisnis industri otomotif di Indonesia ke depannya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan