Menyisakan isi kocek untuk bekal anak kelak



Sebagian orang menganggap, peribahasa “Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama” belum cukup menjadi pedoman hidup. Selain nama baik untuk dikenang, orang ingin meninggalkan wa-risan berharga bagi buah hati kelak ketika ia meninggal.

Maklum, setiap orang menginginkan yang terbaik bagi generasi penerusnya. Begitu juga, setiap orang ingin anak-anaknya bisa bahagia dan sejahtera   alih-alih mengalami kesulitan keuangan di masa depan.  

Meski begitu, mewariskan harta kekayaan sebetulnya tidak selalu menjadi kewajiban. Budi Raharjo, perencana keuangan dari One Shildt Consulting, mengatakan, mewariskan harta kekayaan kepada anak bisa wajib bisa juga tidak. Bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, menyiapkan warisan tentu menjadi urusan wajib. Namun, jika anak-anak Anda sudah hidup mandiri dan tidak lagi tergantung kepada Anda, meninggalkan warisan bukanlah sebuah kewajiban.

Meski tidak selalu menjadi kewajiban, sebagian orang tetap merasa wajib memberikan harta warisan kepada anaknya kelak ketika ia meninggal dunia. Masalahnya, tidak setiap orang memiliki harta berlimpah yang bisa diwariskan kepada generasi penerus. Alih-alih menumpuk harta warisan, keuangan keluarga dalam kondisi pas-pasan untuk biaya hidup. Kalau sudah begitu, mewariskan harta kekayaan sepertinya hanya menjadi niat nan mulia.

Memupuk harta Tenang, meski kondisi keuangan terbatas, bukan berarti Anda tidak bisa mewujudkan niat memberikan harta warisan kepada keturunan. Namun, upaya ini tergantung dari seberapa besar niat Anda.

Yang jelas, untuk memupuk harta warisan, Anda harus siap menyisihkan dana setiap bulan meski kondisi keuangan mepet. Pastikan dana darurat, yaitu dana pendidikan anak, dan dana untuk biaya hidup, sudah terpenuhi terlebih dahulu.

Asuransi jiwa Dana yang Anda sisihkan setiap bulan bisa digunakan untuk membeli asuransi jiwa. Sari Insaniwati, perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi, mengatakan, asuransi merupakan instrumen paling ringan untuk memupuk harta warisan. Dengan dana terbatas, Anda bisa memilih besaran premi yang terjangkau.

Idealnya, Sari mengatakan, porsi dana untuk premi asuransi sebesar 10%–15% dari total pendapatan setiap bulan. Nah,  uang pertanggungan asuransi jiwa itu kelak bisa dinikmati ahli waris sebagai biaya hidup ataupun sebagai harta warisan.

Properti Selain asuransi, properti merupakan instrumen favorit memupuk harta warisan yang tidak memberatkan. Jika masih memiliki sisa dana, tidak ada salahnya Anda membeli rumah melalui kredit pemilikan rumah (KPR).  Sari menyarankan, cicilan KPR sebaiknya tidak lebih 25% dari total pendapatan.

Selain menjadi kebutuhan primer sebagai tempat tinggal, rumah bisa menjadi harta warisan bagi anak cucu. Keuntungan lain, program KPR biasanya dibundel dengan asuransi jiwa. Sehingga, jika tulang punggung keluarga meninggal dunia, keluarga yang ditinggalkan tidak memperoleh beban utang KPR. “Rumah otomatis menjadi milik ahli waris,” kata Budi.

Selain itu, jika Anda memiliki dana berlebih, tidak ada salahnya membeli tanah berharga murah. Tanah bisa menjadi harta warisan bagi anak cucu. Apalagi, lantaran harga tanah terus naik, nilai harta warisan pun akan semakin besar.

Investasi di pasar modal Dari total pendapatan, Sari menyarankan, sebesar 60% biasanya digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup. Lalu, sebesar 20% pendapatan digunakan untuk membayar cicilan KPR dan sebesar 10% untuk membayar premi asuransi. Nah, 10% sisanya sebaiknya mulai dialokasikan untuk membeli produk-produk investasi di pasar modal sebagai instrumen membiakkan harta warisan.

Sari menyarankan, Anda bisa masuk ke investasi saham ataupun reksadana. Yang jelas, investasi di pasar modal merupakan investasi jangka panjang. Anda juga tak perlu mengkhawatirkan keterbatasan dana. Sebab, dana investasi di pasar modal bisa dalam jumlah mini. Investasi di reksadana, contohnya, dapat dilakukan hanya dengan Rp 100.000 per bulan.

Menabung emas Emas, baik berupa perhiasan maupun logam mulia, sudah menjadi instrumen harta waris-an sejak zaman baheula. Nah,  Anda bisa juga mulai menabung emas untuk memupuk harta warisan.

Dengan dana terbatas, Sari mengatakan, Anda bisa mulai menabung emas sedikit demi sedikit mulai dari 1 gram. Jika ada dana lebih, Anda pun dapat menambah tabungan emas. Meski harganya berfluktuasi, emas merupakan instrumen yang tahan terhadap inflasi. Dalam jangka panjang, emas bisa menjadi warisan berharga bagi keluarga.

Yang menarik, Sari menambahkan, warisan dalam bentuk emas tidak terkena pajak. Meski begitu, perencana keuangan dari Zeus Consulting Achmad Gozhali, mengingatkan, memupuk harta warisan dalam bentuk emas sebaiknya dilakukan saat ada dana lebih. Pasalnya, selain harganya fluktuatif, emas tidak likuid.

Mewariskan bisnis Di tengah kondisi keuangan nan mepet, bisnis sampingan bisa menjadi jalan keluar menambah penghasilan. Nah, bisnis yang Anda bangun juga dapat menjadi sarana memupuh harta warisan. Selain itu, bisnis tersebut sekaligus bisa diwariskan kepada keluarga.

Namun, Sari mengingatkan, selain mewariskan bisnis, Anda sebaiknya juga meninggalkan dana cadangan bagi anggota keluarga. Setidaknya, dana cadangan tersebut sebesar biaya hidup satu tahun seluruh keluarga plus biaya pendidikan anak. Dana cadangan ini akan memberikan rasa nyaman bagi keluarga selama masa penyesuaian dalam menjalankan bisnis yang Anda tinggalkan.

Jika aneka cara di atas masih dirasa memberatkan karena kondisi keuangan yang pas-pasan, Anda tidak perlu memaksakan diri. Memupuk harta warisan bisa dilakukan setelah dana mencukupi. Maklum, tak ada patokan waktu yang pasti untuk memupuk harta warisan.

Yang jelas, lanjut Budi, memberikan warisan jangan sampai menjadi beban. Sebab, sifat harta warisan sebetulnya sisa. Jika ada sisa, barulah sisa dana tersebut menjadi harta warisan. Namun, jika masih ada kebutuhan lain seperti dana pendidikan anak, dana warisan tentu bukan prioritas.

Jadi, bijaklah untuk memupuk harta warisan. Jangan sampai nama menjadi belang hanya gara-gara menumpuk harta untuk diwariskan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can