KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jefferly Helianthusonfri (27 tahun) merasa beruntung terjun ke pasar modal saat usianya masih belia. Pada tahun 2018, ketika berumur 21 tahun, dia memilih mengalihkan hampir seluruh tabungan emasnya menjadi saham. Pengalamannya menabung emas dimulai saat duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Saat itu, Jefferly sudah aktif menulis buku dan menjalankan bisnis kecil-kecilan. Uang jajan beserta hasil kegiatannya ditabung dalam bentuk emas. Saat itu, harga emas masih sekitar Rp 450.000 per gram. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, dari Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per bulan, uang yang disisihkan untuk membeli emas akhirnya menjadi puluhan juta rupiah selang beberapa tahun kemudian.
Selain emas, Jefferly juga menyimpan sebagian uangnya di deposito bank. Namun komposisi emas tetap dominan dalam portofolio tabungannya. Seiring berjalannya waktu, dia mencari instrumen investasi lain yang lebih menguntungkan. Sempat melihat-lihat reksa dana, tetapi ujung-ujungnya Jefferly kepincut masuk ke saham.
Baca Juga: Maraknya Judol, BNI Sekuritas Ungkap Investasi Sebagai Pilihan yang Bijak Menurutnya, berinvestasi saham lebih sederhana dan menarik. Dia bisa merasakan menjadi bagian perusahaan ketika berhasil memegang minimal satu lot sahamnya. “Saya yakin saja, saham bisa memberikan pengembalian yang bagus. Akhirnya mengalihkan portofolio. Pada tahun 2018, hampir semua tabungan emas yang dikumpulkan dipindahkan ke saham. Modalnya sudah Rp 70 juta waktu itu,” cerita dia kepada Kontan.co.id, Selasa (12/11/2024). Saham yang pertama kali dibeli adalah PT Kalbe Farma Tbk (
KLBF). Alasannya, saat pertama mendapat edukasi pasar modal, satu saran yang paling sering didengarnya adalah belilah saham perusahaan yang produknya digunakan sehari-hari. Kebetulan, dia acap kali menggunakan produk Kalbe, terutama obat-obatan dan sering melihat iklannya di televisi. Selain KLBF, Jefferly juga membeli saham PT Bank Central Indonesia Tbk (
BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI). Keputusan ini diambil karena adanya keterkaitan latar belakang ayahnya sebagai bankir. Nah dari emiten ketiga itu, hanya saham BBCA yang masih dipegangnya sampai sekarang.
Baca Juga: Porsi Asing di Saham Big Caps Menyusut, Simak Rekomendasi Analis Selama lebih dari lima tahun berinvestasi saham, Jefferly sudah mereguk manisnya keuntungan hingga pahitnya kerugian. Berkali-kali dia merasakan nikmatnya mendapat dividen. Di sisi lain, Jefferly juga harus kuat mental ketika pasar saham sedang terkoreksi sehingga kinerja portofolionya ikut melandai bahkan anjlok. Saat ini, Jefferly masih tetap setia berinvestasi di saham meski kalangan anak muda kini menggandrungi instrumen investasi lainnya, seperti surat berharga negara (SBN) dan kripto. “Saya memang sukanya investasi saham karena
passion di situ. Bukan sekadar melihat kembali saja tapi suka mempelajari suatu emiten dan mengeksplornya,” ungkap Jefferly. Sebagai investor muda, sambil menyelami dunia pasar modal, Jefferly ingin membagikan pengalaman dan wawasannya terkait saham. Dia pun membuat media
online bernama Kanala ID yang fokus pada konten edukasi saham. Namun, pada tahun 2020, Kanala ID lebih aktif di YouTube karena lebih mudah menarik perhatian banyak orang. Saat ini, akun YouTube Kanala ID sudah memiliki sekitar 96.000
subscriber yang dapat diraihnya hanya dalam beberapa tahun. Ia yakin, pengikut Kanala ID akan semakin ramai seiring tingginya animo generasi muda dalam berinvestasi.
Baca Juga: Catat Tanggalnya, Simak Jadwal Pembagian Dividen Interim 12 Emiten Berikut Chief Executive Officer (CEO) PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Changkun Shin juga memulai pengalaman berinvestasi ketika masih muda. Tidak main-main, dia terjun langsung dengan memasukkan 100% hartanya untuk investasi di saham. Hanya saja, ketika sudah berumah tangga, Shin harus memprioritaskan sebagian pendapatannya untuk kebutuhan keluarga. Alhasil, hanya sebagian penghasilannya yang bisa digunakan untuk berinvestasi. “Sejak sudah di atas 40 tahun, saya sudah punya keluarga. Karena ada istri yang ngomelin, jadi sekarang tidak bisa 100%, mungkin 30% saya masih aktif di saham ya,” kelakarnya di panggung CEO Talks dengan tema “
nvestasi Pasar Modal, Emang Boleh Segampang Itu? yang merupakan bagian dari acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2024, Kamis (7/11/2024). Shin buka-bukaan mengenai komposisi portofolio investasinya. Saat ini, sebanyak 40% aset investasinya berada di properti, lalu 20% reksadana, sebanyak 20% di obligasi, dan 30% dialokasikan untuk saham.
Baca Juga: Saham Big Cap Mulai Minim Sokongan Asing Melihat potensi pertumbuhan jumlah investor di masa depan, Kiwoom Sekuritas menilai peluang perkembangan pasar modal Indonesia masih sangat besar. “Merujuk Indonesia Emas tahun 2045 dengan usia produktif yang diperkirakan mencapai 64% dari total penduduk atau sekitar 297 juta jiwa, potensi kualitas sumber daya manusia mempunyai peluang mentransformasikan ekonomi,” ucapnya. Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, jumlah investor pasar modal per September 2024 sebanyak 13,95 juta dengan tren pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2021, jumlah investor pasar modal melesat 92,99%, kemudian pada tahun 2022 tumbuh 37%, dan pada tahun 2023 naik lagi 18%.
Menurut dia, jika usia produktif di Indonesia terkonversi menjadi investor dalam 20 tahun mendatang, maka hal tersebut akan menjadi katalis positif bagi pasar modal. Akan terjadi peningkatan likuiditas pasar karena banyaknya investor aktif yang melakukan transaksi jual-beli saham. Kemudian, ekonomi domestik akan semakin kuat karena semakin banyak modal yang dialokasikan untuk investasi di perusahaan. Diversifikasi investor juga dapat meningkatkan stabilitas pasar karena berbagai jenis investor memiliki strategi dan preferensi yang berbeda-beda.
Baca Juga: Bill Gates Investasikan 50% Lebih Dana Amalnya di 2 Saham Perusahaan Unggulan Ini Sekuritas Lomba-Lomba Berinovasi
Munculnya harapan besar dari generasi muda di pasar modal Indonesia, membuat sekuritas berlomba-lomba melakukan inovasi. Berbagai upaya dilakukan agar
platform investasinya menjadi pilihan. CEO PT Ajaib Sekuritas Juliana mengungkapkan, saat ini terdapat hampir 2,7 juta investor retail yang sebagian besar merupakan generasi muda, dari angkatan Gen Z dan Milenial. “Berdasarkan survei yang kami lakukan, investor muda ini mereka haus akan ilmu, dalam artian kalau mereka sudah memahami satu produk, mereka berharap akan ada variasi produk lainnya mungkin yang lebih kompleks untuk bisa mereka pelajari,” katanya dalam acara CEO Talks dengan tema
Investasi Pasar Modal, Emang Boleh Segampang Itu? di acara Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2024, Kamis (7/11/2024). Artinya, variasi produk lainnya yang menarik investor retail harus disuguhkan terutama secara digital untuk memudahkan akses investasi ke masyarakat, khususnya generasi muda.
Baca Juga: Nasihat Warren Buffett ke Investor Muda Beli Properti, Ini Manfaatnya Ajaib punya misi untuk mendemokratisasi layanan keuangan. Sebagai
unicorn (perusahaan dengan valuasi US$ 1 miliar) ketujuh yang ada di Indonesia, Ajaib bermaksud membuka akses investasi kepada siapa pun tanpa melihat tingkat kemampuan finansialnya untuk bisa mulai berinvestasi. Salah satu inovasi yang dilakukan Ajaib adalah membumikan edukasi tentang pasar modal, khususnya bagi investor pemula. Selama ini, Juliana melihat, banyak masyarakat takut berinvestasi karena sulitnya mengakses materi edukasi yang mudah dipahami. “Materi edukasi menggunakan bahasa asing, terus pengertian yang digunakan juga sangat teknis. Kalau investor yang sudah familiar dengan modal pasar tidak jadi kendala, tetapi bagi investor pemula penjelasan dengan bahasa sehari-hari akan sangat membantu,” paparnya. Selain masuk ke platform aplikasi pesan instan, Ajaib juga memproduksi ribuan materi konten edukasi di
platform -nya.
Baca Juga: IHSG Tumbang ke 7.214, Saham-Saham Big Cap Ambruk Kecuali Satu Saham Sementara itu, cara Samuel Sekuritas menangkap minat anak muda terhadap investasi saham cukup berbeda. Perusahaan ini membuat program Samuel Star Finance Academic (SFFA), yakni
kelas belajar investasi yang diadakan secara privat dan intensif. Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Harry Su menyatakan, Samuel Sekuritas adalah perusahaan sekuritas pertama yang mengadakan akademi untuk anak-anak muda. “Ini cara kami berkontribusi secara sosial untuk meningkatkan kemampuan anak-anak muda. Setiap
batch hanya berisikan 20 orang anak dan program pembekalan berjalan selama dua minggu. Tentu ada biaya khusus yang harus dibayar,” terang Harry saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (14/11/2024). Selama masa pelatihan itu, Samuel Sekuritas memberikan semua materi mengenai ekonomi makro hingga pasar modal. Program ini secara khusus memang menyasar anak dalam rentang usia 14 tahun hingga kisaran usia 20 tahun. Tujuan akhir dari program ini selain meningkatkan kualitas kemampuan investasi anak muda, serta menjaring talenta baru untuk menjadi bagian dari Samuel Sekuritas.
Baca Juga: Saham Lapis Kedua Berguguran, Tertekan Sentimen Global Hingga Rotasi Selama program ini berjalan dua tahun, Harry melihat preferensi anak muda memilih portofolio investasi cukup beragam. Ada anak muda yang lebih suka kripto, saham, obligasi, atau bahkan mencampurkan sejumlah instrumen yang ada. “Pemilihan investasi ini sangat tergantung pada kepribadian masing-masing anak. Namun dengan program SSFA ini cukup dapat meningkatkan minat generasi muda terhadap peningkatan saham dan jadi lebih tahu strategi menggali keuntungan,” jelasnya. Saat ini, animo program SFFA diklaim Harry semakin besar. Buktinya, peserta
batch terakhir melebihi kuota yang tersedia sehingga di depannya, Samuel Sekuritas berencana untuk memperluas kelas agar lebih banyak peserta yang bisa ikut.
Baca Juga: Bobot Indonesia di Indeks MSCI Turun, Itu yang Bikin Asing Masif Jual Saham Bank Upaya BEI Menjaring Investor Muda
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik menyampaikan, sepanjang tahun 2024 berjalan, BEI telah menyelenggarakan hampir 18.000 kegiatan edukasi bersama para pemangku kepentingan. Sebagian besar kegiatan itu dilakukan di Galeri Investasi (GI) BEI yang saat ini berjumlah lebih dari 930 GI serta tersebar di perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Dari kegiatan edukasi sepanjang tahun 2024, tercatat ada penambahan lebih dari 2,2 juta investor baru sehingga total investor pasar modal kini mencapai lebih dari 14,4 juta. Sebagian besar atau lebih dari 60% investor pasar modal berusia di bawah 30 tahun.
Menurut Jeffrey, pendekatan edukasi yang sesuai dengan segmen anak muda harus dilakukan, salah satunya melalui ajang CMSE yang rutin digelar setiap tahun. “Basis investor muda yang kuat dengan pemahaman investasi yang baik akan menjadi penopang kestabilan pasar modal kita di masa depan,” ungkap Jeffrey saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/11/2024). Dalam setiap kegiatan edukasinya, BEI selalu menyampaikan pesan penting kepada para investor. Ia menyatakan, BEI bukan tempat untuk menjadi kaya dalam waktu singkat, tetapi merupakan sarana untuk investasi jangka panjang dalam rangka menjaga kesejahteraan. Kampanye
Aku Investor Saham juga menyampaikan pesan inklusivitas, yakni pasar modal adalah untuk semua orang, bukan hanya untuk orang yang punya modal besar. Orang yang ingin memulai dengan modal kecil juga dapat mengakses pasar modal. Menjadi investor cerdas yang memahami profil risiko diri serta selalu mengambil keputusan secara rasional juga menjadi pesan yang selalu disampaikan kepada investor muda. “Keberadaan investor muda bukanlah untuk semata-mata meningkatkan nilai transaksi jangka pendek di bursa. Investor muda saat ini tentu diharapkan akan menjadi investor besar di masa depan,” ucap dia.
Baca Juga: Morgan Stanley Proyeksi Pasar Saham RI Menarik, Perhatikan Risiko dan Pilihan Saham Tidak hanya menambah jumlah investor, BEI juga menargetkan pertumbuhan investor yang merata. Dua tahun lalu, sebesar 70% investor terkonsentrasi di pulau Jawa tapi kini porsinya sudah turun jadi 68%. BEI ingin pertumbuhan investor di luar Pulau Jawa dapat terus meningkat. Hal ini dilakukan melalui 29 Kantor Perwakilan BEI yang ada di seluruh Indonesia bersama dengan lebih dari 900 Galeri Investasi yang ada di perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Selaku investor pasar saham, Jefferly pun banyak berharap pada regulator pasar modal. Sebagai investor yang menggunakan pendekatan fundamental, dia berharap BEI bisa lebih menyaring perusahaan yang bisa melakukan penawaran umum perdana alias
initial public offering (IPO).
Pasalnya, melihat kondisi perusahaan IPO saat ini, banyak perusahaan yang fundamentalnya kurang bagus yang berpotensi merugikan investor retail. Dia juga berharap, pertumbuhan makro Indonesia bisa lebih baik sehingga dapat menjadi katalis positif bagi sektor-sektor bisnis lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati