Menyorot divestasi 51% saham Freeport oleh Inalum



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan lalu menjadi babak bersejarah dalam proses divestasi 51% saham Freeport Indonesia oleh pemerintah. Pasalnya, pada Kamis (12/7) pemerintah Indonesia melalui induk usaha pertambangan yakni PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) resmi meneken head of agreement (HoA) divestasi saham PT Freeport Indonesia.

Pada Kamis (12/7) pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dan Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin bersama Chief Executive Officer Freeport McMoran Inc (FCX) Richard Adkerson meneken head of agreement kesepakatan pokok-pokok divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). 

HoA ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan mengikat antara pemerintah Indonesia dengan Freeport.


Dalam HoA yang diteken tersebut, divestasi 51% saham PTFI bisa dilakukan pada akhir Juli 2018. Nilai transaksi divestasi ini sebesar US$ 3,85 miliar. 

Untuk memenuhi ketentuan divestasi 51% saham PTFI, perinciannya, pemerintah membeli 40% participating interest (PI) Rio Tinto di tambang Grasberg senilai US$ 3,5 miliar. Pemerintah juga membeli 9,36% saham milik PT Indocopper senilai US$ 350 juta.

Terkait divestasi 51% saham tersebut, Freeport Indonesia juga sudah menyepakati beberapa hal yang dinegosiasikan. Antara lain terkait stabilitas investasi berupa perubahan pajak dari nailedown menjadi prevailling

Lalu pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dan perubahan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, divestasi saham PTFI hanya tinggal menunggu proses finalisasi tentang joint venture agreement. Setelah itu jelas, Inalum akan membayar akuisisi saham PTFI.

Selanjutnya, Kementerian ESDM akan menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang mengggugurkan status Kontrak Karya (KK) Freeport Indonesia. "Saya targetnya satu bulan ini (akhir Juli). Tapi pak Budi (Dirut Inalum) minta dua bulan," ujar Rini saat konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan Kamis (12/7).

CEO Freeport McMoran Richard Adkerson menambahkan, kesepakatan dalam HoA adalah bagian dari proses yang memungkinkan pemerintah Indonesia menggenggam saham PTFI. "Dalam kesepakatan ini, para pihak menyepakati keberlangsungan operasi Freeport Indonesia hingga tahun 2041 dengan mekanisme yang akan didetilkan lebih lanjut," ujarnya.

Kesepakatan ini, kata Adkerson akan menguatkan kemitraan yang telah terjalin antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran selaku pemegang saham Freeport Indonesia.

Dengan kepastian investasi dan operasi hingga tahun 2041, Adkerson memperkirakan manfaat langsung kepada pemerintah pusat dan daerah serta dividen kepada Inalum bisa melebihi US$ 60 miliar.

Konsorsium bank biayai akuisisi

Untuk membiayai akuisisi 51% saham Freeport, Inalum mengerahkan pendanaan dari perbankan. Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin bilang, Inalum akan dibantu sindikasi dari 11 bank baik dari bank nasional maupun bank asing untuk membiayai divestasi saham Freeport.

Sayangnya, Budi masih enggan merinci bank-bank yang sudah berminat membiayai pembelian saham Freeport Indonesia.

Menurut Budi, pinjaman yang ditawarkan akan lebih besar dibanding jumlah harga yang disepakati. "Yang sudah ditawarkan lebih besar daripada yang kami butuhkan, jadi tergantung kami mau berapa," jelasnya.

Menurut Budi, saat ini Inalum juga memiliki posisi cash sekitar US$ 1,5 miliar.

Kabarnya sejumlah bank yang disebut-sebut akan ikut mendanai divestasi saham Freeport adalah CIMB Niaga. 

Selain itu, berdasarkan penelusuran Kontan.co.id selain CIMB Niaga, ada pula beberapa bank asing yang akan ikut membiayai seperti Bank of Tokyo Mitsubishi UFG yang infonya akan ditunjuk sebagai pemimpin kredit sindikasi. Bank pelat merah Mandiri, BNI, BRI juga dikabarkan akan terlibat. 

Sayangnya, belakangan bank-bank pelat merah menyatakan masih menimbang rencana untuk ikut membiayai sindikasi pembelian saham Freeport. Bank Mandiri misalnya, menyatakan memilih untuk memberi kesempatan bagi bank asing untuk membiayai divestasi saham Freeport.

"Untuk bank lokal, dapat dana sebesar itu dan tenor seperti itu tidak mudah. Kalau sumbernya menggunakan dalam negeri malah mengganggu pasokan dollar AS di dalam negeri. Makanya, mungkin bank asing lebih diprioritaskan dulu," ujar Kartika Wirjoatmodjo Kamis (19/7).

Hal senada juga dinyatakan oleh Direktur Utama BNI Achmad Baiquni. Menurutnya, persaingan dengan bank-bank global agak ketat dalam pembiayaan divestasi Freeport. "Kami akui bahwa bank asing menawarkan suku bunga bersaing terkait sindikasi untuk akuisisi saham Freeport," jelasnya.

Menangguk berkah dari divestasi Freeport

Akuisisi 51% saham Freeport Indonesia oleh pemerintah lewat Inalum akan memberi efek positif bagi sejumlah emiten anggota holding BUMN pertambangan.

Salah satu emiten yang bakal kecipratan berkah adalah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Emiten ini sepertinya bakal meraup dampak paling signifikan dari akuisisi saham Freeport. 

"Potensi yang bisa disinergikan dari akuisisi ini adalah pengolahan lumpur anoda," ujar Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam kepada Kontan.co.id Jumat (13/7).

Lumpur anoda (anode slime) merupakan material sisa pemurnian tembaga. ANTM mampu menyulap lumpur ini menjadi emas batangan.

Sedikit kilas balik, ANTM sebelumnya sudah pernah mengajak Freeport membangun smelter di Pulogadung pada 2016 lalu. Kala itu, ANTM mengejar porsi kepemilikan 40%. Namun rencana itu kandas lantaran tak ada kesepakatan harga antara kedua belah pihak.

Nah, jika Freeport resmi menjadi bagian holding pertambangan, ANTM punya ruang lebih besar merayu Inalum untuk membuat smelter tembaga.

ANTM ingin sigap untuk segera membentuk sinergi. Maklum, Freeport sudah memiliki smelter tembaga yang menghasilkan anode slome yang dioperasikan anak usahanya PT Smelting Gresik. Smelter ini mampu memproduksi 2.000 ton anode slime yang bsia dikonversi menjadi 20 ton emas per tahun. Angka ini 10 kali lipat lebih besar dibanding produksi emas ANTM selama ini.

Sayangnya, lumpur berharga itu selama ini diekspor, lantaran belum ada teknologi di dalam negeri yang mempu mengolah lumpur itu menjadi emas.

Jika Inalum menerima lamaran ANTM, perusahaan ini akan segera membangun smelter demi menampung 2.000 ton lumpur yang diekspor. Namun, jumlah lumpur yang diserap akan bergantung uji kelayakan.

Yang terang, jika semua smelter tembaga sudah dibangun, akan ada tambahan anode slime 6.000 ton per tahun. "Itu bisa menghasilkan emas 60 ton per tahun," tambah Arie.

Tapi berbeda dengan ANTM, efek yang didapat oleh emiten anggota holding pertambangan lainnya yakni PT Timah Tbk (TINS) masih terbatas. 

Direktur Keuangan PT Timah Tbk (TINS) Emir Ermindra mengatakan, manfaat yang diperoleh TINS dengan keberadaan Freeport yang paling terlihat baru soal potensi jalur penjualan baru.

"Kami akan memanfaatkan irisan mereka yang mungkin butuh produk timah," ujar Emir. Manfaat lainnya yang bisa diperoleh TINS adalah soal transfer pengetahuan dan teknologi.

Yang jelas, saat ini setidaknya investor perusahaan tambang pelat merah tersebut sudah merasakan dampak positif akuisisi Freeport. Sehari setelah HoA divestasi saham Freeport diteken, harga saham tambang pelat merah menguat.

Pada penutupan Jumat (13/7), harga saham ANTM naik 16,67% jadi 910. Sementara saham PTBA naik 5,57% menjadi Rp 4.170. TINS naik 3,66% jadi Rp 850 per saham.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan menilai saham ANTM masih menarik untuk dikoleksi. Dalam riset 25 Juni lalu, ia menulis, kinerja ANTM akan ditopang kenaikan harga nikel hingga tahun depan.

Atas dasar itu, dia menaikkan target harga ANTM menjadi Rp 1.400 per saham. Tentu, dengan rekomendasi buy.

Pro dan kontra

Keputusan pemerintah untuk mengambil alih 51% saham Freeport Indonesia masih menuai perdebatan. Terutama terkait harga divestasi. Banyak kalangan menilai harga divestasi 51% saham Freeport terlalu mahal.

Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mengkritik langkah pemerintah ini. Karenanya, Komisi VI DPR berencana memanggil Kementerian BUMN dan Direksi Inalum untuk meminta penjelasan atas perhitungan harga beli saham Freeport.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Demokrat Azam Azman Natawijana bilang, Demokrat ingin mendengar penjelasan pemerintah terkait harga divestasi saham Freeport. Sebab, "Kabar yang sampai di kami, harga dipengaruhi oleh perjanjian yang sudah ada, itu akan kami lihat dan perdalam," jelasnya.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ihsan Yunus juga bilang, DPR ingin mengetahui komposisi riil perhitungan harga divestasi saham Freeport. "Jadi kami memprakarsai pemanggilan Kementerian BUMN," tandasnya Senin (16/7).

Mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio juga mempertanyakan harga divestasi saham Freeport. Tito yang juga mantan Dirut Indocopper Investama menilai, saat 9,26% saham Indocopper dijual kembali ke Freeport McMoran (FCX), nilainya US$ 400 juta. Jadi, harga pembelian 40% saham harusnya paling mahal US$ 1,7 miliar. Alhasil, menurut Tito, harga divestasi US$ 3,85 miliar terlalu mahal. 

Berdasarkan hal itu, DPR akan menghitung dan menelusuri potensi kerugian negara yang timbul jika proses divestasi ini ditempuh. 

Terkait hal ini, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, hitungan valuasi harga 51% saham Freeport menggunakan skema best market practice. Dimana nilai cadangan sampai tahun 2041 turut masuk dalam hitungan.

"Yang kita hitung adalah cash flow dari ore yang bisa digali dan produksi, itu memang cadangan. Tapi yang belum produksi tidak dihitung," terang budi saat paparan bersama Pemimpin Redaksi Media Selasa (17/7).

Cadangan blok yang dihitung dalam valuasi diantaranya, Grasberg DC, DOZ DC, Deep DMLZ, Big Gossan dan Grasberg Open Pit. Sementara untuk Blok Kucing Liar tidak masuk dalam hitungan, lantaran sejauh ini belum berproduksi. 

Namun, Budi bilang, bahwa cadangan Blok Kucing Liar sangat besar. "Kalau tidak salah dengan Kucing Liar (hitungan valuasinya) mencapai US$ 150 miliar," jelasnya.

Head of Corporate Communications Inalum Rendi A Witular menambahkan, ada cara penghitungan yang berbeda antara PI Rio Tinto dengan saham Indocopper. Menurut dia, menghitung PI tidak bisa disetarakan sebagai saham.

Terlebih lagi, merujuk kesepakatan dalam perjanjian antara Freeport dan Rio Tinto, Rio Tinto baru bisa mengubah participating interest menjadi saham di tahun 2022. "Jadi hitungannya 40% saja, tidak bisa ditarik 100%, karena ini PI. Kenapa lebih besar, ya, karena perhitungannya adalah proyeksi cash flow dari produksi sampai 2041. Itu yang dihitung," jelas Rendi kepada Kontan.co.id, Jumat (13/7).

Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy juga bilang, penilaian PI untuk proyek tambang memang punya hitungan sendiri. Apalagi, tambang Freeport memiliki cadangan sumber daya yang besar. "Makin sering juara, makin mahal harganya," kata Robertus.

Dia menjelaskan, dengan klausul PI bisa dikonversi menjadi 40% saham Freeport, plus potensi cash flow dari produksi 2041, "Pembelian ini sejatinya lebih murah ketimbang langsung membeli saham Freeport," kata dia.

Tapi Pengamat Hukum Sumber Daya Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi mengingatkan, jika sudah memiliki saham 51% Freeport, Inalum akan menanggung semua kewajiban Freeport. "Semua kewajiban yang saat ini belum dilaksanakan Freeport jadi beban pemegang saham," kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi