Menyusut sesaat, harga timah akan memanas di akhir tahun



JAKARTA. Harga timah mulai terangkat setelah terperosok. Nilai kontrak harian timah untuk pengiriman Juli 2011 di London Metal Exchange (LME), Selasa (14/6) lalu, naik 3,4% menjadi US$ 25.613 per ton.

Kenaikan harga timah terdongkrak permintaan, termasuk dari India. Ibrahim, Analis Senior Harvest International Futures, menilai, India terus menggulirkan pembangunan wilayah pedalaman menjadi kawasan industri. "Tingginya tingkat inflasi India tidak menghentikan pembangunan di negara itu. Dalam sehari saja, misalnya, India telah membangun jalan sepanjang 10 kilometer," imbuh dia.

Lanang Trihardian, Analis Syailendra Capital, menambahkan, harga timah masih berpeluang bullish. Hal ini mengingat cadangan timah Indonesia, salah satu negara penghasil timah terbesar di dunia, hanya untuk 10 tahun mendatang.


"Apalagi produsen timah terbesar Indonesia, PT Timah Tbk, tetap menjaga produksi tahun ini di kisaran 40.000 ton," ucap Lanang. Lantaran suplai terbatas dan permintaan cenderung stabil, harga timah berpotensi menanjak sampai akhir tahun nanti.

Meski demikian, para analis melihat dalam jangka pendek harga timah masih berpotensi terkoreksi. Salah satu pemicunya adalah perlambatan pemulihan ekonomi dunia, seperti yang melanda sebagian negara Eropa, Amerika Serikat (AS) serta Jepang.

Wahyu Tribowo Laksono, Analis Asia Kapitalindo Futures, menambahkan, para pelaku pasar masih menunggu kepastian kelanjutan stimulus AS. "Spekulasi harga tembaga dan timah akan terjadi seiring rapat The Federal Reserve tentang quantitative easing (QE) tahap II," kata Wahyu. Faktor yang selama ini mendorong harga komoditas antara lain kucuran stimulus AS.

Menurut Wahyu, secara teknikal harga timah melorot dalam jangka pendek. Hingga akhir bulan ini harganya bisa US$ 24.000 per ton. Tapi Lanang memproyeksikan harga timah akan menanjak lagi memasuki paruh kedua tahun ini. Harga timah diprediksi US$ 27.000 per ton di akhir tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie