Meraba arah pasar obligasi saat suku bunga The Fed naik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skenario kenaikan suku bunga acuan AS yang tidak diikuti oleh kenaikan BI 7-Day Repo Rate diperkirakan bakal terjadi. Meski begitu, skenario tersebut belum tentu membuat pasar obligasi Indonesia sepenuhnya aman dari tekanan.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra berpendapat, para pelaku pasar sejatinya masih menanti pernyataan The Fed mengenai prospek ekonomi di negeri Paman Sam. Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui frekuensi kenaikan suku bunga acuan AS sepanjang tahun ini.

Ia menilai, apabila pada akhirnya The Fed memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan AS hingga empat kali, hal itu berpotensi menimbulkan gejolak baru di pasar obligasi global, termasuk Indonesia. “Karena sejak tahun lalu prediksinya Fed Fund Rate hanya naik tiga kali pada 2018,” papar Made, Senin (12/3).


Sementara, Anil Kumar, analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia menilai, kenaikan suku bunga acuan AS sebenarnya lebih berpengaruh pada pasar obligasi di negara tersebut. Sebab, adanya kenaikan Fed Fund Rate membuat imbal hasil US Treasury akan kembali mengalami tren kenaikan.

Hanya saja, ketika imbal hasil US Treasury naik, imbal hasil surat utang negara (SUN) juga ikut naik. Hal ini untuk menjaga selisih antara imbal hasil selisih antara imbal hasil SUN dengan US Treasury yang ujung-ujungnya mempengaruhi minat investor asing terhadap surat utang Indonesia.

Anil bilang, jika selisih kenaikan imbal hasil SUN lebih menarik bagi investor asing, kemungkinan pasar obligasi Indonesia kembali dilirik. Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka pasar obligasi Indonesia berpotensi kembali terkoreksi.

Di samping itu, sentimen lain yang dapat membuat tekanan di pasar obligasi berlanjut adalah perang dagang akibat kebijakan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump. Kebijakan tersebut dianggap merugikan bagi negara-negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.

Karena belum mengantisipasi dampak kebijakan tersebut, para pelaku pasar cenderung untuk berhati-hati dalam berinvestasi di pasar obligasi secara global. “Investor dilanda kekhawatiran karena portofolionya belum teruji untuk menghadapi efek perang dagang,” imbuh Anil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini