Kebutuhan obat masih tetap tinggi dan akan semakin tinggi. Inilah penyebab usaha apotek tetap berkibar. Namun, kalau ingin membuka apotek melalui sistem waralaba, pilih pewaralaba yang berpengalaman dan memberi dukungan penuh. Ketika sakit, kita semua butuh obat. Saat sudah sembuh pun, kita butuh suplemen berupa vitamin agar tidak sakit lagi. Karena itu, bisa dibilang, obat-obatan atau vitamin merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan kita. Karena alasan obat sudah menjadi kebutuhan sehari-hari itulah, membuka usaha jasa apotek menjadi pilihan berbisnis.Salah satu cara termudah supaya bisa langsung melaju di bisnis apotek adalah menjadi terwaralaba apotek. Menjadi terwaralaba juga tak susah. Belakangan ini banyak penawaran waralaba apotek, seperti PT Kimia Farma Tbk., Century Healthcare, atau K-24. Bahkan kalau mau menjadi terwaralaba apotek syariah pun juga bisa.Tapi tunggu dulu. Sebelum Anda memutuskan untuk serius berbisnis apotek dengan menjadi terwaralaba, tak ada salahnya mendengar pengalaman, baik dari pewaralaba maupun terwaralaba yang lebih dulu terjun di bisnis ini. Seperti bisnis yang lain, bisnis apotek dengan sistem waralaba juga mengalami pasang surut. Ada yang gagal dan ada yang berhasil.Sebut saja kisah Andi Pratama Dharma. Kepada KONTAN, Andi mengungkapkan pengalamannya menjadi terwaralaba sebuah apotek yang berpusat di Bandung. Pada 2008 silam, Andi yang seorang dokter ini memilih membuka usaha sampingan dengan menjadi terwaralaba sebuah apotek. Andi yakin pada prospek apotek itu karena didirikan oleh sejumlah apoteker di Kota Kembang.Namun, akhir tahun lalu, ia terpaksa menutup apotek miliknya. Usaha ini hanya bertahan dua tahun dengan hasil nol. Padahal, dia menguras duit tabungan hingga Rp 320 juta. Andi mengungkapkan penyebab kegagalan bisnis tersebut. Menurut dia, sebagai terwaralaba dia tidak mendapat dukungan dari pewaralaba untuk mengembangkan bisnis. Misalnya, beragam janji tidak dipenuhi pewaralaba. Seperti dukungan software komputer untuk pengecekan obat tak pernah dipenuhi. Andi terpaksa membuat software sendiri. Dari sini, tentu ada tambahan dana.Kemudian, obat yang dijanjikan ternyata tidak lengkap. Ketika ingin melengkapi, juga sangat sulit. Padahal, di awal usaha, kelengkapan obat menjadi kunci pembuka sukses berbisnis apotek. "Akhirnya saya jual aset-aset apotek itu ke orang lain," ujar Andi.Andi adalah contoh terwaralaba apotek yang gagal. Ada juga pewaralaba apotek yang gulung tikar, misalnya The Medicine Shoppe. Sumber KONTAN yang sebelumnya menjadi petinggi di pewaralaba itu mengakui kenyataan pahit itu. "Medicine Shoppe sudah lama tutup," kata si sumber. Namun, dia tak bersedia menjelaskan lebih jauh soal penutupan franchise itu. Yang jelas, ketika KONTAN berusaha mengakses situs Medicine sudah tidak bisa dibuka dan nomor telepon kantor di kawasan Pulogadung sudah tak aktif. Begitu juga dengan e-mail perusahan.KONTAN juga berusaha mencari beberapa apotek Medicine Shoppe yang tercatat berada di Kelapa Gading, Sunter, Jakarta Utarra, di Bekasi, dan Atrium Senen, Jakarta Pusat. Namun beberapa sudah berganti nama. Misal, Medicine di Atrium Senen sejak tiga tahun lalu berganti baju menjadi apotek Century Healthcare.Selain yang gulung tikar. Ada juga waralaba apotek yang tidak berkembang. Seperti waralaba apotek Malaka yang sudah berdiri sejak 2006 lalu. Saat ini apotek Malaka hanya memiliki empat terwaralaba. Darmadi Kurniawan, pemilik Apotek Malaka, mengatakan, saat ini divisi franchise sementara ditutup. "Ada pembenahan dulu. Supaya kami lebih powerful," ujar Darmadi. Dari sekian kisah sedih itu, Andi pun menyarankan, sebelum terjun menjadi terwaralaba apotek, ada baiknya memilih pewaralaba apotek yang berpengalaman. Salah satu cara mendapatkan informasi itu adalah dengan menanyakan siapa saja terwaralaba mereka yang sudah sukses.Cerita sedih ini, menurut Anang Sukandar selaku Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), menandakan masih banyak orang yang menawarkan usaha dengan sistem waralaba namun sebenarnya masih tahap berupa kemitraan alias business opportunity (BO). Anang menyebut sebuah bisnis layak diwaralabakan setelah berjalan minimal tujuh tahun dan untung. "Janggal kalau baru satu dua tahun berjalan sudah menyebut waralaba," kata Anang. Anang bilang, dari 1.500 usaha di Indonesia yang mengklaim sebagai waralaba, paling banter hanya 10% yang benar-benar layak disebut waralaba.Yang jelas, sifat waralaba itu sangat terbuka. Pemilik akan mudah menjelaskan segala sesuatu dengan terbuka lantaran sudah teruji. Pewaralaba, ungkap Anang, tak akan menutup-nutupi informasi.Nah, untuk mengecek bisnis waralaba atau bukan, Anang bilang gampang. Ajukan pertanyaan, terwaralaba pertama siapa, boleh tidak diwawancara, mana terwaralaba yang sudah sukses, ada tidak usaha percontohan yang bisa dikunjungi, dan keunikan usaha itu seperti apa. "Kalau tidak bisa menjawab, berarti mereka masih BO," tegas Anang.Tenang, masih ada prospekAnang bilang, surutnya beberapa apotek waralaba boleh jadi sistem yang mereka rancang belum teruji oleh waktu, sehingga memang belum layak disebut waralaba. "Apotek K24 pun saya kira masih berada di antara franchise atau BO," kata Anang. Meski begitu, bagi Anang, apotek K24, Century Healtcare, dan Kimia Farma, masih bisa berkembang lantaran perkembangan usaha terlihat secara kasat mata dengan masih terus berlangsungnya pembukaan apotek baru. Dia menyarankan kepada para calon terwaralaba agar bertanya ke pewaralaba grafik jumlah terwaralaba mereka per tiga bulan terus naik atau sebaliknya.Amir Karamoy, Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia, menambahkan, surutnya pamor apotek waralaba boleh jadi lantaran makin menjamurnya situs online yang menjual obat dengan mudah di dunia maya. Usaha apotek juga banyak yang gagal bersaing lantaran mematok harga terlalu tinggi. Padahal, bagi pemula, harga menjadi kunci untuk bersaing. "Atau karena lokasi yang tak bagus dan tak jeli meminta informasi usaha," kata Amir.Agar bisa bertahan, apotek mesti menyediakan beragam obat penyakit khusus yang memang banyak dibutuhkan masyarakat, seperti obat penyakit jantung, hipertensi, obat diabetes, dan obat lain yang penggunanya sudah jelas. "Di Indonesia, banyak konsumen yang butuh obat, namun selalu mencari harga yang murah," ujar Amir. Karena kebutuhan itulah, baik Anang maupun Amir sepakat bahwa usaha jasa apotek masih menjanjikan keuntungan. Itu pula sebabnya Kimia Farma pun siap meluaskan jaringan. Jika tahun lalu baru ada empat apotek Kimia Farma berstatus waralaba, dalam waktu dekat mereka akan membuka sepuluh waralaba baru. Manager Franchise Apotek Kimia Farma I Wayan Budhi Arthawan mendapat target 20 terwaralaba hingga akhir 2011.Wayan mengaku, saban hari Kimia Farma bisa menerima minimal enam permohonan dari berbagai daerah di luar Jawa untuk menjadi terwaralaba. "Namun, kami masih fokus di Jabodetabek dan Jawa dulu," kata Wayan.General Manager Franchise Apotek Century Healthcare Daniel Himawan Karsono menegaskan, usaha warabala apotek masih menyehatkan lantaran kebutuhan obat semakin tinggi, terutama di perkotaan. Jika apotek lain tengah tiarap atau sedang perbaikan manajemen, Century bisa bertahan karena dari sisi image sudah tertanam di masyarakat. Bahkan, sampai sekarang sudah mengoperasikan 200 apotek milik sendiri dan 70 apotek waralaba. "Akan ada penambahan tapi kami belum bisa menyebutkan," terang Daniel. Ada juga pemain baru yang mencoba peruntungan di dunia waralaba apotek. Thomas Lie yang sudah sukses membesut My Salon ternyata juga tertarik di bisnis apotek. Ia membuka tawaran waralaba yang bernama ApoteX.Saat ini ApoteX sudah membuka enam cabang, seluruhnya berada di Surabaya, Jawa Timur. Menurut Lie, peluang waralaba apotek masih terbuka lebar. "Pemain yang punya sistem waralaba yang bagus masih sedikit," ujar Thomas.Thomas yakin ceruk pasar waralaba apotek masih tetap terbuka lebar. Apalagi jumlah masyarakat Indonesia terus bertambah. "Tahun ini target kami ada 15 cabang berstatus terwaralaba," ujar Thomas.Nah, berikut sejumlah apotek yang bisa ditimbang-timbang untuk menjadi pilihan Anda jika ingin masuk bisnis apotek lewat jalur waralaba. • Kimia FarmaSejak 2010 lalu PT Kimia Farma menawarkan skema waralaba dengan investasi awal Rp 500 juta. Tawaran ini juga terbuka buat Anda yang sudah memiliki apotek dan ingin mengonversi menjadi Apotek Kimia Farma. Bila Anda ingin mengonversi, cukup membenamkan investasi awal Rp 350 juta. Dari dua jenis investasi awal tersebut, Rp 100 juta di antaranya untuk franchise fee selama enam tahun.Duit untuk kulakan obat bebas dan obat resep sekitar Rp 150 juta-Rp 200 juta. Sisanya Rp 200 juta digunakan untuk renovasi gedung, perancangan eksterior dan interior, perlengkapan apotek, pendingin udara, komputer, papan nama apotek, dan perizinan. Syarat lain, lokasi tempat usaha alias ruko dengan luas minimal 60 m². "Biaya itu sudah termasuk grand opening apotek," kata Wayan.Anda juga bisa melengkapi apotek dengan layanan kesehatan terpadu, mulai dari praktek dokter dan diagnostik sederhana. Kimia Farma memberikan dukungan penuh dalam merancang bisnis mulai dari survei lokasi, desain, kelayakan, rekrutmen karyawan, training, pemasaran, dan analisa kinerja apotek.Berdasarkan pengalaman Kimia Farma sebagai pewaralaba, apabila lokasi apotek bagus, investasi yang sudah ditanam bisa balik paling lama tiga tahun. Nah, agar modal balik lebih cepat, Wayan menyarankan ada praktik dokter umum atau dokter spesialis untuk mendukung pengembangan usaha. Wayan menyebut Kimia Farma tak ingin mengobral pemberian lisensi waralaba dan memilih mengembangkan gerai yang ada. "Harus ditata betul, sehingga yang sudah ada bisa jadi contoh," katanya. Anita Endang Setiawati, pemilik waralaba apotek Kimia Farma yang ada di Cibubur, mengaku sudah mengoperasikan apotek sejak September 2010 lalu. Meski baru sembilan bulan memulai usaha waralaba, dari sisi perkembangan usaha terus membaik.Ini terbukti dengan omzet usaha yang terus meningkat sejak beroperasi. "Alhamdulillah, omzet apotek saya dari semula puluhan juta rupiah kini sudah mencapai Rp 200 juta per bulan," kata Anita.Agar pendapatan apotek terus meningkat, Anita tengah merancang pembukaan tempat praktik dokter umum dan spesialis. Rencana ini tengah menginjak tahap seleksi dokter yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar apotek dan penyiapan ruangan periksa.Anita juga menerapkan beragam strategi pemasaran untuk memudahkan konsumen. Salah satu programnya adalah pesan antar obat. Layanan delivery obat ini hanya berlaku di kawasan seputar Cibubur, yakni Kota Wisata, Legenda Wisata, Cibubur Country, Cikeas, Citra Gran, The Address, Puri Sriwedari, Raffles Hills, dan Mahogany. Umumnya, obat yang sering dipesan konsumen meliputi obat dengan harga lumayan mahal seperti diabetes. "Jika obat tidak ada di apotek, kami bantu carikan ke gudang di pusat," katanya.
Meracik untung dari hasil berjualan obat di apotek
Kebutuhan obat masih tetap tinggi dan akan semakin tinggi. Inilah penyebab usaha apotek tetap berkibar. Namun, kalau ingin membuka apotek melalui sistem waralaba, pilih pewaralaba yang berpengalaman dan memberi dukungan penuh. Ketika sakit, kita semua butuh obat. Saat sudah sembuh pun, kita butuh suplemen berupa vitamin agar tidak sakit lagi. Karena itu, bisa dibilang, obat-obatan atau vitamin merupakan kebutuhan penting dalam kehidupan kita. Karena alasan obat sudah menjadi kebutuhan sehari-hari itulah, membuka usaha jasa apotek menjadi pilihan berbisnis.Salah satu cara termudah supaya bisa langsung melaju di bisnis apotek adalah menjadi terwaralaba apotek. Menjadi terwaralaba juga tak susah. Belakangan ini banyak penawaran waralaba apotek, seperti PT Kimia Farma Tbk., Century Healthcare, atau K-24. Bahkan kalau mau menjadi terwaralaba apotek syariah pun juga bisa.Tapi tunggu dulu. Sebelum Anda memutuskan untuk serius berbisnis apotek dengan menjadi terwaralaba, tak ada salahnya mendengar pengalaman, baik dari pewaralaba maupun terwaralaba yang lebih dulu terjun di bisnis ini. Seperti bisnis yang lain, bisnis apotek dengan sistem waralaba juga mengalami pasang surut. Ada yang gagal dan ada yang berhasil.Sebut saja kisah Andi Pratama Dharma. Kepada KONTAN, Andi mengungkapkan pengalamannya menjadi terwaralaba sebuah apotek yang berpusat di Bandung. Pada 2008 silam, Andi yang seorang dokter ini memilih membuka usaha sampingan dengan menjadi terwaralaba sebuah apotek. Andi yakin pada prospek apotek itu karena didirikan oleh sejumlah apoteker di Kota Kembang.Namun, akhir tahun lalu, ia terpaksa menutup apotek miliknya. Usaha ini hanya bertahan dua tahun dengan hasil nol. Padahal, dia menguras duit tabungan hingga Rp 320 juta. Andi mengungkapkan penyebab kegagalan bisnis tersebut. Menurut dia, sebagai terwaralaba dia tidak mendapat dukungan dari pewaralaba untuk mengembangkan bisnis. Misalnya, beragam janji tidak dipenuhi pewaralaba. Seperti dukungan software komputer untuk pengecekan obat tak pernah dipenuhi. Andi terpaksa membuat software sendiri. Dari sini, tentu ada tambahan dana.Kemudian, obat yang dijanjikan ternyata tidak lengkap. Ketika ingin melengkapi, juga sangat sulit. Padahal, di awal usaha, kelengkapan obat menjadi kunci pembuka sukses berbisnis apotek. "Akhirnya saya jual aset-aset apotek itu ke orang lain," ujar Andi.Andi adalah contoh terwaralaba apotek yang gagal. Ada juga pewaralaba apotek yang gulung tikar, misalnya The Medicine Shoppe. Sumber KONTAN yang sebelumnya menjadi petinggi di pewaralaba itu mengakui kenyataan pahit itu. "Medicine Shoppe sudah lama tutup," kata si sumber. Namun, dia tak bersedia menjelaskan lebih jauh soal penutupan franchise itu. Yang jelas, ketika KONTAN berusaha mengakses situs Medicine sudah tidak bisa dibuka dan nomor telepon kantor di kawasan Pulogadung sudah tak aktif. Begitu juga dengan e-mail perusahan.KONTAN juga berusaha mencari beberapa apotek Medicine Shoppe yang tercatat berada di Kelapa Gading, Sunter, Jakarta Utarra, di Bekasi, dan Atrium Senen, Jakarta Pusat. Namun beberapa sudah berganti nama. Misal, Medicine di Atrium Senen sejak tiga tahun lalu berganti baju menjadi apotek Century Healthcare.Selain yang gulung tikar. Ada juga waralaba apotek yang tidak berkembang. Seperti waralaba apotek Malaka yang sudah berdiri sejak 2006 lalu. Saat ini apotek Malaka hanya memiliki empat terwaralaba. Darmadi Kurniawan, pemilik Apotek Malaka, mengatakan, saat ini divisi franchise sementara ditutup. "Ada pembenahan dulu. Supaya kami lebih powerful," ujar Darmadi. Dari sekian kisah sedih itu, Andi pun menyarankan, sebelum terjun menjadi terwaralaba apotek, ada baiknya memilih pewaralaba apotek yang berpengalaman. Salah satu cara mendapatkan informasi itu adalah dengan menanyakan siapa saja terwaralaba mereka yang sudah sukses.Cerita sedih ini, menurut Anang Sukandar selaku Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), menandakan masih banyak orang yang menawarkan usaha dengan sistem waralaba namun sebenarnya masih tahap berupa kemitraan alias business opportunity (BO). Anang menyebut sebuah bisnis layak diwaralabakan setelah berjalan minimal tujuh tahun dan untung. "Janggal kalau baru satu dua tahun berjalan sudah menyebut waralaba," kata Anang. Anang bilang, dari 1.500 usaha di Indonesia yang mengklaim sebagai waralaba, paling banter hanya 10% yang benar-benar layak disebut waralaba.Yang jelas, sifat waralaba itu sangat terbuka. Pemilik akan mudah menjelaskan segala sesuatu dengan terbuka lantaran sudah teruji. Pewaralaba, ungkap Anang, tak akan menutup-nutupi informasi.Nah, untuk mengecek bisnis waralaba atau bukan, Anang bilang gampang. Ajukan pertanyaan, terwaralaba pertama siapa, boleh tidak diwawancara, mana terwaralaba yang sudah sukses, ada tidak usaha percontohan yang bisa dikunjungi, dan keunikan usaha itu seperti apa. "Kalau tidak bisa menjawab, berarti mereka masih BO," tegas Anang.Tenang, masih ada prospekAnang bilang, surutnya beberapa apotek waralaba boleh jadi sistem yang mereka rancang belum teruji oleh waktu, sehingga memang belum layak disebut waralaba. "Apotek K24 pun saya kira masih berada di antara franchise atau BO," kata Anang. Meski begitu, bagi Anang, apotek K24, Century Healtcare, dan Kimia Farma, masih bisa berkembang lantaran perkembangan usaha terlihat secara kasat mata dengan masih terus berlangsungnya pembukaan apotek baru. Dia menyarankan kepada para calon terwaralaba agar bertanya ke pewaralaba grafik jumlah terwaralaba mereka per tiga bulan terus naik atau sebaliknya.Amir Karamoy, Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia, menambahkan, surutnya pamor apotek waralaba boleh jadi lantaran makin menjamurnya situs online yang menjual obat dengan mudah di dunia maya. Usaha apotek juga banyak yang gagal bersaing lantaran mematok harga terlalu tinggi. Padahal, bagi pemula, harga menjadi kunci untuk bersaing. "Atau karena lokasi yang tak bagus dan tak jeli meminta informasi usaha," kata Amir.Agar bisa bertahan, apotek mesti menyediakan beragam obat penyakit khusus yang memang banyak dibutuhkan masyarakat, seperti obat penyakit jantung, hipertensi, obat diabetes, dan obat lain yang penggunanya sudah jelas. "Di Indonesia, banyak konsumen yang butuh obat, namun selalu mencari harga yang murah," ujar Amir. Karena kebutuhan itulah, baik Anang maupun Amir sepakat bahwa usaha jasa apotek masih menjanjikan keuntungan. Itu pula sebabnya Kimia Farma pun siap meluaskan jaringan. Jika tahun lalu baru ada empat apotek Kimia Farma berstatus waralaba, dalam waktu dekat mereka akan membuka sepuluh waralaba baru. Manager Franchise Apotek Kimia Farma I Wayan Budhi Arthawan mendapat target 20 terwaralaba hingga akhir 2011.Wayan mengaku, saban hari Kimia Farma bisa menerima minimal enam permohonan dari berbagai daerah di luar Jawa untuk menjadi terwaralaba. "Namun, kami masih fokus di Jabodetabek dan Jawa dulu," kata Wayan.General Manager Franchise Apotek Century Healthcare Daniel Himawan Karsono menegaskan, usaha warabala apotek masih menyehatkan lantaran kebutuhan obat semakin tinggi, terutama di perkotaan. Jika apotek lain tengah tiarap atau sedang perbaikan manajemen, Century bisa bertahan karena dari sisi image sudah tertanam di masyarakat. Bahkan, sampai sekarang sudah mengoperasikan 200 apotek milik sendiri dan 70 apotek waralaba. "Akan ada penambahan tapi kami belum bisa menyebutkan," terang Daniel. Ada juga pemain baru yang mencoba peruntungan di dunia waralaba apotek. Thomas Lie yang sudah sukses membesut My Salon ternyata juga tertarik di bisnis apotek. Ia membuka tawaran waralaba yang bernama ApoteX.Saat ini ApoteX sudah membuka enam cabang, seluruhnya berada di Surabaya, Jawa Timur. Menurut Lie, peluang waralaba apotek masih terbuka lebar. "Pemain yang punya sistem waralaba yang bagus masih sedikit," ujar Thomas.Thomas yakin ceruk pasar waralaba apotek masih tetap terbuka lebar. Apalagi jumlah masyarakat Indonesia terus bertambah. "Tahun ini target kami ada 15 cabang berstatus terwaralaba," ujar Thomas.Nah, berikut sejumlah apotek yang bisa ditimbang-timbang untuk menjadi pilihan Anda jika ingin masuk bisnis apotek lewat jalur waralaba. • Kimia FarmaSejak 2010 lalu PT Kimia Farma menawarkan skema waralaba dengan investasi awal Rp 500 juta. Tawaran ini juga terbuka buat Anda yang sudah memiliki apotek dan ingin mengonversi menjadi Apotek Kimia Farma. Bila Anda ingin mengonversi, cukup membenamkan investasi awal Rp 350 juta. Dari dua jenis investasi awal tersebut, Rp 100 juta di antaranya untuk franchise fee selama enam tahun.Duit untuk kulakan obat bebas dan obat resep sekitar Rp 150 juta-Rp 200 juta. Sisanya Rp 200 juta digunakan untuk renovasi gedung, perancangan eksterior dan interior, perlengkapan apotek, pendingin udara, komputer, papan nama apotek, dan perizinan. Syarat lain, lokasi tempat usaha alias ruko dengan luas minimal 60 m². "Biaya itu sudah termasuk grand opening apotek," kata Wayan.Anda juga bisa melengkapi apotek dengan layanan kesehatan terpadu, mulai dari praktek dokter dan diagnostik sederhana. Kimia Farma memberikan dukungan penuh dalam merancang bisnis mulai dari survei lokasi, desain, kelayakan, rekrutmen karyawan, training, pemasaran, dan analisa kinerja apotek.Berdasarkan pengalaman Kimia Farma sebagai pewaralaba, apabila lokasi apotek bagus, investasi yang sudah ditanam bisa balik paling lama tiga tahun. Nah, agar modal balik lebih cepat, Wayan menyarankan ada praktik dokter umum atau dokter spesialis untuk mendukung pengembangan usaha. Wayan menyebut Kimia Farma tak ingin mengobral pemberian lisensi waralaba dan memilih mengembangkan gerai yang ada. "Harus ditata betul, sehingga yang sudah ada bisa jadi contoh," katanya. Anita Endang Setiawati, pemilik waralaba apotek Kimia Farma yang ada di Cibubur, mengaku sudah mengoperasikan apotek sejak September 2010 lalu. Meski baru sembilan bulan memulai usaha waralaba, dari sisi perkembangan usaha terus membaik.Ini terbukti dengan omzet usaha yang terus meningkat sejak beroperasi. "Alhamdulillah, omzet apotek saya dari semula puluhan juta rupiah kini sudah mencapai Rp 200 juta per bulan," kata Anita.Agar pendapatan apotek terus meningkat, Anita tengah merancang pembukaan tempat praktik dokter umum dan spesialis. Rencana ini tengah menginjak tahap seleksi dokter yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar apotek dan penyiapan ruangan periksa.Anita juga menerapkan beragam strategi pemasaran untuk memudahkan konsumen. Salah satu programnya adalah pesan antar obat. Layanan delivery obat ini hanya berlaku di kawasan seputar Cibubur, yakni Kota Wisata, Legenda Wisata, Cibubur Country, Cikeas, Citra Gran, The Address, Puri Sriwedari, Raffles Hills, dan Mahogany. Umumnya, obat yang sering dipesan konsumen meliputi obat dengan harga lumayan mahal seperti diabetes. "Jika obat tidak ada di apotek, kami bantu carikan ke gudang di pusat," katanya.