Walau sudah memiliki segmen pasar tersendiri, namun menjual dan memasarkan produk berbahan alami dan ramah lingkungan bukanlah tanpa tantangan. Yovita Sri Setyaningsih, pemilik Manggar Bag mengaku harus banyak melakukan edukasi ke masyarakat agar produknya laku terjual.Dengan edukasi dan promosi maka masyarakat akan lebih membuka mata dan bangga memakai produk ber konsep green business. Selain itu tantangan juga datang dari ketersediaan bahan baku. Yovita bilang, tidak jarang dirinya menolak pesanan karena bahan baku dan proses pembuatan tas dan aksesori Manggar Bag terkendala cuaca.Cuaca memang sangat mempengaruhi produksi kerajinan dan berbagai produk Manggar Bag. Sebab sampai saat ini proses pembuatan sangat bergantung pada panas matahari. Bahan baku harus dijemur setidaknya dua kali untuk mendapatkan warna yang diinginkan. “Warna produk terlihat cantik setelah dijemur di bawah panas matahari, bukan secara buatan,” ucapnya. Untuk meningkatkan pangsa pasar dan edukasi ke masyarakat, Yovita kerap mengikuti ajang pameran. Dengan dukungan pemerintah, Yovita mengaku kerap diikutsertakan dalam pameran produk kerajinan tangan. “Saya pernah pameran di Hong Kong, Sydney, Korea Selatan, Jepang, hingga Amerika untuk promosi Manggar Bag,” ujarnya.Dalam berbagai ajang pameran itu, Yovita mengaku sangat merasakan besarnya apresiasi masyarakat luar negeri terhadap produk berbahan baku alami. Itu dibuktinya dengan ludesnya produk yang dia jual setelah mengikuti pameran selama dua hari di negara-negara tersebut. Selain ramah lingkungan, masyarakat luar negeri sangat menghargai proses pembuatan produk kerajinan tangannya. Berbagai pameran tersebut juga efektif mengenalkan Indonesia di mata dunia. Sebab, masih banyak masyarakat dunia yang masih belum mengenal Indonesia sebagai penghasil produk kerajinan alam seperti rotan. Banyak orang yang menyangka bahan baku rotan untuk membuat Manggar Bag berasal dari Thailand atau Filipina.“Dalam pameran, saya bisa mengenalkan Indonesia bukan hanya Bali atau Raja Ampat karena mereka hanya kenal Indonesia karena hobi menyelam atau diving,” tuturnya.Berkat pameran juga, Yovita rutin mengirimkan produknya ke Korea Selatan dan Jepang. Saat ini, ia tengah menyiapkan produk yang akan dipakai ketika musim panas di Jepang. “Mereka pesan 1.500 tas warna-warni sesuai musim di sana,” katanya.Berbeda saat pameran di dalam negeri, yang produknya belum tentu terjual hingga hari terakhir pameran. Oleh karena itulah, menurutnya perlu ada promosi dan edukasi yang berkesinambungan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia dengan produk-produk kerajinan ramah lingkungan.Apalagi menurutnya, bahan baku alamiah seperti pandan, enceng gondok, dan mendong memiliki pasar yang masih terbuka lebar. Bahan bakunya juga masih banyak tersedia di alam. Walau begitu, Yovita mengaku harus banyak bersabar dengan persaingan bisnis terutama menghadapi produk KW atau palsu. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Meraih banyak apresiasi dari luar negeri (2)
Walau sudah memiliki segmen pasar tersendiri, namun menjual dan memasarkan produk berbahan alami dan ramah lingkungan bukanlah tanpa tantangan. Yovita Sri Setyaningsih, pemilik Manggar Bag mengaku harus banyak melakukan edukasi ke masyarakat agar produknya laku terjual.Dengan edukasi dan promosi maka masyarakat akan lebih membuka mata dan bangga memakai produk ber konsep green business. Selain itu tantangan juga datang dari ketersediaan bahan baku. Yovita bilang, tidak jarang dirinya menolak pesanan karena bahan baku dan proses pembuatan tas dan aksesori Manggar Bag terkendala cuaca.Cuaca memang sangat mempengaruhi produksi kerajinan dan berbagai produk Manggar Bag. Sebab sampai saat ini proses pembuatan sangat bergantung pada panas matahari. Bahan baku harus dijemur setidaknya dua kali untuk mendapatkan warna yang diinginkan. “Warna produk terlihat cantik setelah dijemur di bawah panas matahari, bukan secara buatan,” ucapnya. Untuk meningkatkan pangsa pasar dan edukasi ke masyarakat, Yovita kerap mengikuti ajang pameran. Dengan dukungan pemerintah, Yovita mengaku kerap diikutsertakan dalam pameran produk kerajinan tangan. “Saya pernah pameran di Hong Kong, Sydney, Korea Selatan, Jepang, hingga Amerika untuk promosi Manggar Bag,” ujarnya.Dalam berbagai ajang pameran itu, Yovita mengaku sangat merasakan besarnya apresiasi masyarakat luar negeri terhadap produk berbahan baku alami. Itu dibuktinya dengan ludesnya produk yang dia jual setelah mengikuti pameran selama dua hari di negara-negara tersebut. Selain ramah lingkungan, masyarakat luar negeri sangat menghargai proses pembuatan produk kerajinan tangannya. Berbagai pameran tersebut juga efektif mengenalkan Indonesia di mata dunia. Sebab, masih banyak masyarakat dunia yang masih belum mengenal Indonesia sebagai penghasil produk kerajinan alam seperti rotan. Banyak orang yang menyangka bahan baku rotan untuk membuat Manggar Bag berasal dari Thailand atau Filipina.“Dalam pameran, saya bisa mengenalkan Indonesia bukan hanya Bali atau Raja Ampat karena mereka hanya kenal Indonesia karena hobi menyelam atau diving,” tuturnya.Berkat pameran juga, Yovita rutin mengirimkan produknya ke Korea Selatan dan Jepang. Saat ini, ia tengah menyiapkan produk yang akan dipakai ketika musim panas di Jepang. “Mereka pesan 1.500 tas warna-warni sesuai musim di sana,” katanya.Berbeda saat pameran di dalam negeri, yang produknya belum tentu terjual hingga hari terakhir pameran. Oleh karena itulah, menurutnya perlu ada promosi dan edukasi yang berkesinambungan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat Indonesia dengan produk-produk kerajinan ramah lingkungan.Apalagi menurutnya, bahan baku alamiah seperti pandan, enceng gondok, dan mendong memiliki pasar yang masih terbuka lebar. Bahan bakunya juga masih banyak tersedia di alam. Walau begitu, Yovita mengaku harus banyak bersabar dengan persaingan bisnis terutama menghadapi produk KW atau palsu. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News