Merajut peluang turunan kain tenun ikat NTT



Indonesia kaya kerajinan daerah. Salah satunya tenun ikat Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain dibuat sebagai kain adat masyarakat setempat atau untuk busana pesta, kini kain tenun ikat ini ramai digunakan sebagai bahan  baku aneka kerajinan tangan seperti gelang, tas, hingga topi. Para pengusaha kerajinan ini bisa meraup omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan.    

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah kepulauan di Indonesia yang kaya akan hasil kerajinan tangannya. Yang cukup termasyhur adalah hasil kerajinan tangan tenun ikat yang merupakan warisan turun temurun dari leluhur. Motif dan ragam hias tenun ikat khas NTT sangat bervariasi.

Kini fungsinya tidak terbatas sebagai kain selempang untuk upacara adat suku setempat atau dibuat sebagai pakaian, namun kain tenun ikat ini makin ramai dijadikan berbagai kerajinan tangan unik dan fungsional. Bahkan lantaran sarat nilai seni, produk kerajinan tangan ini bernilai jual tinggi.


Salah satu pelaku usaha yang menyulap tenun ikat NTT menjadi beragam produk buatan tangan adalah Cendy Mirnaz dengan brand Noesa Satu. Dia melihat, produk kerajinan berbahan dasar tenun semakin populer pada tahun ini. Itulah yang mendorong Cendy memulai bisnis produk kerajinan tangan tenun ikat sejak tahun ini. Ditambah lagi, dirinya mendapat tawaran bekerjasama dengan para perajin tenun ikat ketika mengunjungi wilayah NTT.

Varian kerajinan tangan tenun ikat yang dia jual diantaranya seperti gelang, dompet, tas, topi, hingga bungkus kamera. Untuk pasokan kain, dia bekerjasama dengan para perajin yang tergabung dalam Watubo. Ini merupakan sanggar seni di Maumere, Kabupaten Sikka yang salah satu kegiatannya membuat tenun ikat khas lokal. Harga kain tenun asal Maumere ini harganya berkisar Rp 450.000 hingga Rp 2,5 juta per lembar.

Cendy juga bekerjasama dengan pihak ketika untuk menjahit produk. Dia menyuplai kain tenun langsung dari Maumere sebanyak 10 lembar−20 lembar dalam tiga bulan sampai empat bulan sekali. "Proses produksi hingga jadi dan siap jual memakan waktu hingga tiga bulan," kata dia.

Harga aneka kerajinan tangan ini dia jual mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 1,5 juta per unit. Cendy aktif mengikuti sejumlah pameran kerajinan tangan untuk mempromosikan produk. Meski tergolong anyar, omzet yang mampu diraup sekitar Rp 18 juta per bulan.

Pengusaha kerajinan kain tenun ikat Flores lainnya adalah Risna Yuanita Subagyo di bawah bendera usaha Risna Ethnic. Salah satu kelebihan produk yang dia gadang adalah beragamnya motif kain serta warna kain yang berkualitas lantaran dihasilkan dari pewarna alami berupa indigo, akar mengkudu dan batang kakao. "Serta produksi yang terbatas alias limited edition," kata Risna.

Risna Ethnic menjual aneka tas, baju, dompet, sepatu, hingga busana pesta dari tenun ikat. Semua produk yang dia jual berdasarkan pesanan. Harga jual produknya mulai dari Rp 75.000-Rp 650.000 per unit. Risna dapat menjual 30 produk saban bulan, dengan omzet senilai Rp 10 juta. "Karena masih baru saya masih mencoba untuk meraba pasar," ujar Risna.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi