JAKARTA. Desakan penutupan sekolah internasional JIS di Jakarta Selatan terkait mencuatnya kasus kekerasan seksual terhadap siswa dianggap tak bijak. Langkah itu dianggap akan memangkas akses pendidikan. Dalam kasus kekerasan seksual itu, JIS menempatkan diri sebagai korban juga."Kita lihat secara bijak, apakah mereka mau mematikan sekolah kalau sekolah ini ditutup," kata kuasa hukum JIS, Arry Ponto, Selasa (6/5/2014). Dia berkilah, sekolah, tanpa mengecualikan JIS, merupakan lembaga pendidikan yang dibutuhkan masyarakat.Bila sekolah ditutup, ujar Arry, salah satu sumber pengetahuan bagi masyarakat akan hilang. Sebagai institusi pendidikan, lanjut dia, JIS juga tak menyangka akan ada kejahatan seksual di lingkungannya."JIS itu lembaga pendidikan, bukan lembaga preman. Tentu pertama mereka kaget karena mereka orang-orang yang terdidik tidak terbiasa dengan hal (kejahatan) seperti itu, dan tidak tahu ada pihak seperti itu," kilah Arry.Arry pun menegaskan, dalam peristiwa kejahatan di dalam lingkungan sekolah itu, JIS juga adalah korban. JIS, kata dia, tak pernah pula melakukan pembiaran hal buruk menimpa siswanya. "Tidak ada satu lembaga pendidikan pun yang mendorong terjadinya hal itu. Kami ingin anak-anak berada di dalam sekolah dengan aman."Seperti diberitakan sebelumnya, AK (6), siswa Taman Kanak-kanak JIS, mengalami pelecehan seksual di toilet sekolah itu. Polisi telah menahan lima orang tersangka yang merupakan petugas kebersihan alih daya. Selain ada tindak kejahatan seksual ini, TK JIS juga diketahui tidak memiliki izin penyelenggaraan sekolah.Hingga saat ini, polisi masih memproses secara hukum tindak pidana ini dengan memeriksa pihak sekolah, termasuk seluruh pekerja alih daya, guru, dan kepala sekolah. Hal itu dilakukan untuk mendalami kemungkinan adanya korban dan tersangka lain. (Fitri Prawitasari)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Merasa jadi korban, ini argumen JIS
JAKARTA. Desakan penutupan sekolah internasional JIS di Jakarta Selatan terkait mencuatnya kasus kekerasan seksual terhadap siswa dianggap tak bijak. Langkah itu dianggap akan memangkas akses pendidikan. Dalam kasus kekerasan seksual itu, JIS menempatkan diri sebagai korban juga."Kita lihat secara bijak, apakah mereka mau mematikan sekolah kalau sekolah ini ditutup," kata kuasa hukum JIS, Arry Ponto, Selasa (6/5/2014). Dia berkilah, sekolah, tanpa mengecualikan JIS, merupakan lembaga pendidikan yang dibutuhkan masyarakat.Bila sekolah ditutup, ujar Arry, salah satu sumber pengetahuan bagi masyarakat akan hilang. Sebagai institusi pendidikan, lanjut dia, JIS juga tak menyangka akan ada kejahatan seksual di lingkungannya."JIS itu lembaga pendidikan, bukan lembaga preman. Tentu pertama mereka kaget karena mereka orang-orang yang terdidik tidak terbiasa dengan hal (kejahatan) seperti itu, dan tidak tahu ada pihak seperti itu," kilah Arry.Arry pun menegaskan, dalam peristiwa kejahatan di dalam lingkungan sekolah itu, JIS juga adalah korban. JIS, kata dia, tak pernah pula melakukan pembiaran hal buruk menimpa siswanya. "Tidak ada satu lembaga pendidikan pun yang mendorong terjadinya hal itu. Kami ingin anak-anak berada di dalam sekolah dengan aman."Seperti diberitakan sebelumnya, AK (6), siswa Taman Kanak-kanak JIS, mengalami pelecehan seksual di toilet sekolah itu. Polisi telah menahan lima orang tersangka yang merupakan petugas kebersihan alih daya. Selain ada tindak kejahatan seksual ini, TK JIS juga diketahui tidak memiliki izin penyelenggaraan sekolah.Hingga saat ini, polisi masih memproses secara hukum tindak pidana ini dengan memeriksa pihak sekolah, termasuk seluruh pekerja alih daya, guru, dan kepala sekolah. Hal itu dilakukan untuk mendalami kemungkinan adanya korban dan tersangka lain. (Fitri Prawitasari)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News