Merasa Keberatan, Kontraktor Mengadu ke DPR



JAKARTA. Sepertinya kekesalan para kontraktor semakin memuncak. Hal ini terkait dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51/2008 tentang pungutan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 3 % yang bersifat final. Peraturan ini memang mulai diberlakukan secara efektif pada Januari 2008 sejak disosialisasikan pada Juli 2008.

Peraturan ini membuat para kontraktor menjadi kesal. Pasalnya, aturan pajak tersebut berlaku surut. Artinya, kontrak kerja yang sudah diteken pada Januari 2008 pun harus menyetor PPh sebesar 3%. Padahal mereka sudah menyetor pajak sebesar 2% yang sifatnya progresif sesuai dengan UU PPh nomor 36/2008. "Jadi kami harus menyetor sisanya kepada negara," tandas Ketua Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) Sudarto, Minggu (1/2) di Jakarta.

Makanya, pada pekan ini, kontraktor akan mengadukan nasib mereka ke komisi XI DPR agar pemberlakuan PPh baru tersebut bisa ditunda. Mereka menginginkan supaya PPh yang baru itu diberlakukan pada Agustus 2008. "Jadi tidak berlaku surut," tandasnya.


Direktur PT Waskita Karya, Bambang E Marsono, bilang sejak pemberlakuan PPh tersebut keuntungan kontraktor menjadi minus. Pasalnya saat ini omzet mereka langsung kena potongan 3%. Dan ini juga berlaku untuk pekerjaan yang sifatnya subkontraktor. "Dulu kan dipotong berdasarkan laba yang diperoleh. Dan kalau tidak ada laba maka tidak kena PPh," tandasnya.

Saat ini kontraktor terpaksa melakukan penyesuaian besaran pajak sesuai dengan PPh yang baru terutama untuk kontrak Januari 2008. Mereka pun membayar kekurangannya itu kepada negara. Tapi ada juga memilih untuk menahan diri terlebih dulu sampai ada kepastian.

Sebenarnya sejak pemberlakuan pajak tersebut, kontraktor mulai mengalami penurunan laba secara signifikan. Jika tadinya kontraktor rata-rata bisa mendapatkan laba sebelum pajak sebesar 3,22 % dari nilai omzet, maka sejak terkena PPh final 3% nilai labanya menjadi minus.

Keinginan para kontraktor untuk bertemu dengan DPR dinilai terlalu berlebihan. Pihak Dirjen Pajak mengatakan, pemberlakuan PPh hanya dikenakan untuk kontrak setelah 1 Agustus 2008. Mereka berdalih sedang merevisi kembali waktu pemberlakuan tersebut. "Saat ini proses revisinya sedang berlangsung," tandas Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan masyarakat Ditjen Pajak, Djoko Slamet Surjoputro.

Kendati demikian, besaran tarif yang diberlakukan tidak berubah. Ada empat tarif yang diberlakukan. Pertama PPh 2% untuk penyedia jasa konstruksi golongan usaha kecil. Kedua, PPh 3% untuk usaha skala menengah dan besar yang sudah bersertifikat. Dan ketiga, adalah Pph 4% untuk usaha skala menengah dan besar yang belum mengantongi sertifikasi usaha. Serta keempat adalah tarif 6% untuk penyedia jasa perencanaan dan pengawasan yang tidak bersertifikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie