KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ide memulai usaha bisa datang dari mana saja. Salah satunya dengan menghidupkan kembali ingatan akan peradaban masa lampau. Setidaknya hal ini yang dirasakan CEO CV Ramu Padu Nusantara, Anneke Putri Purwidyantari. Wanita yang kerap disapa Putik tersebut menuturkan, awal usahanya mendirikan Ramu Padu Nusantara sudah dirintis sejak tahun 2017 bersama rekannya (yang saat ini merupakan suaminya) Satria Cahya Pamungkas. Ia bersama suami berkomitmen untuk menghidupkan kembali rempah - rempah sebagai pangan yang diminati dan aman dikonsumsi berbagai usia.
Putik berkisah, rempah - rempah Indonesia menjadi salah satu daya tarik asal mula kedatangan bangsa - bangsa Eropa datang ke Indonesia pada sekitar abad 15. Namun, seiring berjalannya waktu, ketertarikan masyarakat akan rempah - rempah lokal terbilang kurang dilirik. Hal tersebut yang membuat Putik dan suaminya ingin mengembalikan ketertarikan akan pangan berbahan dasar rempah. Ia memutuskan membuat brand moonshine dengan bahan dasar rempah, rimpang, bunga dan herba nusantara yang diproduksi menjadi sirup multifungsi. Baca Juga: Industri Jamu Meramu Produk Melawan Covid-19, Ada Juga Produk Baru Varian rasa yang dibuatnya tidak serta merta datang begitu saja. Putik bersama suaminya melakukan berbagai eksperiman dan mempelajari literatur terkait rempah - rempah. Hingga akhirnya saat ini moonshine memiliki tujuh varian rasa diantaranya Nutmeg, Relaxing Blue, Tropical Purple, Apple Pie, Asian Lemongrass, Passionate Dragons dan Ginger. Tidak hanya soal varian rasa, perjuangannya memasuki pasar dilakukannya melalui pameran, pemasaran secara offline dan secara digital. Putik bercerita, ketertarikan masyarakat akan moonshine belum terlalu diminati masyarakat. Namun sejak pandemi covid-19 masuk ke Indonesia, produk sirup multifungsi yang berbahan dasar rempah mulai diminati dan permintaan meningkat dibanding sebelum pandemi. Peningkatan pesanan mulai banyak dari sejumlah hotel, restaurant, kafe (horeka) di DKI Jakarta. Setelah itu, peningkatan pesanan juga mulai datang dari sejumlah horeka di Yogyakarta dan sejumlah wilayah lainnya. "Memang kelihatan sekali perbedaan sebelum dan sesudah pandemi, kami kan antara 75% sampai 80% market kami B2B, B2C sekitar 20% sampai 25%. Sebagian besar B2B klien - klien customer-nya hotel, restaurant, kafe (horeka). Cakupan market sebagian besar di Yogya dan Jakarta, sebagian kecil nya di Jawa," ujar Putik saat dihubungi, (28/3). Baca Juga: Penjualan bersih Rp 43 triliun, Unilever (UNVR) berhasil jaga pertumbuhan positif Putik menuturkan, harga produk moonshine bervariasi. Produk sirup mulai dari harga Rp 40.000/botol dan total hasil penjualan ekstrak bunga telang sebanyak 1 Kg yang dapat mencapai sekitar Rp 1 juta. "Kita produksi bisa sampai rata - rata 100 liter per bulan semua varian sirup ada 7 varian dan 5 Kg (ekstrak) bunga telang," terang dia. Ihwal pasokan bahan baku, Putik mengatakan, kebutuhan bahan baku semua dipenuhi dari rempah - rempah lokal. Bahkan saat ini pihaknya telah menjalin kemitraan dengan dua kelompok tani di Yogyakarta. "Tidak perlu yang muluk - muluk tapi dibahasakan ke dalam bahasa petani sehari - hari yang dipahami. Kami mengajari tata kelola yang baik, manajemen yang baik," terang dia. Putik menuturkan, prospek produk berbahan rempah dan herbal semakin diminati. Sebab, mulai meningkatnya tren masyarakat yang lebih awareness terhadap gaya hidup sehat dan ketertarikan produk lokal yang berkualitas. Ke depannya, Putik berupaya meningkatkan kemampuan dan perluasan akses pasar ramu padu. Baca Juga: Pandemi membuat bisnis minuman Mang Jae semakin hangat "Kami berharap banyak orang Indonesia yang aware sama produk natural, nggak cuma hanya di Jawa tapi semua tempat di Indonesia. Kami punya campaign supaya bisa orang melihat Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang aromatik. Ekspor salah satu one of the plan, memasuki pasar nasional juga one of the plane," tutur Putik.