Meredam gejolak politik demi rupiah



JAKARTA. Semenjak bulan September lalu nilai tukar rupiah dalam kondisi yang tertekan. Bahkan rupiah sekarang ini awet bertengger pada level di atas Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Kepala Ekonom Mandiri Destry Damayanti berpendapat awalnya ada dua hal penyebab rupiah melemah. Pertama, dari sisi eksternal karena ekspektasi Amerika cepat pulih sehingga indeks dolar naik.

Kedua, secara fundamental pada akhir September ada pembayaran utang swasta yang cukup besar. Pola pembayaran utang swasta adalah menumpuk pada akhir September, November dan Desember.


Pada saat itu rupiah bergerak dari level 11.600 ke 11.800. Rupiah saat ini yang menembus level 12.000, diakui Destry lebih kepada sentimen politik.

"Akhirnya kebablasan nembus 12.000. Ekonomi ke depan tergantung kondisi politik. Kalau terus gonjang ganjing ekonomi akan terlambat," ujar Destry di Jakarta, Rabu (15/10).

Rupiah di pasar spot ditutup di Rp 12.227 per dollar AS hari ini, turun 0,17% dari posisi kemarin Rp 12.206. Sedangkan pergerakan yang dicatat Bank Indonesia pagi tadi di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sampai Rp 12.229, melemah 0,27% dibanding kemarin. 

Saat ini, dalam hitungan Destry, investor asing sudah keluar hingga Rp 6 triliun. Nilai ini masih bisa berpotensi keluar lebih besar lagi apabila rupiah melemah lagi di atas Rp 12.300-Rp 12.400 per dolar Amerika.

Destry menjelaskan, stabilitas rupiah saat ini tergantung isu domestik. Hal inilah yang harus diperbaiki agar rupiah bisa mengalami penguatan.

Di sisi lain, dirinya melihat investor sedang melihat kabinet yang akan dibentuk oleh presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Menteri yang dipilih harus mempunyai integritas dan rekam jejak yang bagus. "Serius gak pemerintah akan membangun negeri ini. Apa yang dibutuhkan market adalah mereka mempunyai integritas yang bagus," tandas Destry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia